Industri asuransi jiwa di Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan yang positif, terutama setelah masa pandemi COVID-19.
Data terbaru dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan bahwa jumlah polis asuransi dan tertanggung terus mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun.
Hal ini pun menjadi tanda dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan asuransi.
Mengenal Jurusan Aktuaria, dari Pengertian, Jurusan hingga Prospek Pekerjaannya
Peningkatan jumlah polis dan tertanggung
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, dalam AAJI Media Workshop yang diadakan di Jakarta pada Januari 2024, menyampaikan bahwa jumlah polis perseorangan di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 27,8 juta. Angka ini sudah melebihi jumlah polis di tahun 2022 yang mencapai 27,7 juta dan bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya 17,7 juta polis.
“Jumlah tersebut masih bisa meningkat, mengingat data yang kami sampaikan baru mencakup periode Januari hingga September 2023,” ujar Budi. Tren serupa juga terlihat pada pemegang polis dari kelompok, yang mencapai 1,9 juta polis pada periode yang sama, meningkat dari 1,4 juta pada tahun sebelumnya.
Tidak hanya itu, jumlah tertanggung perorangan juga menunjukkan tren positif dengan total 28,5 juta orang hingga September 2023, sedikit lebih tinggi dibandingkan keseluruhan 2022 dengan 28,4 juta orang. Lebih mencolok lagi, jumlah tertanggung dari kelompok meningkat tajam menjadi 66,7 juta orang, naik dari 57,1 juta orang pada tahun sebelumnya.
“Data ini menunjukkan bahwa industri asuransi jiwa tetap tumbuh ke arah yang lebih baik, meskipun ekonomi masih dalam masa pemulihan yang fluktuatif,” tambah Budi.
Sejarah Baru Industri Otomotif! Indonesia Punya Pabrik Baterai EV Terbesar di Tanah Air
Tantangan sektor asuransi di 2024
Meskipun demikian, industri asuransi jiwa di Indonesia tidak lepas dari tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2024 dan seterusnya. Salah satu tantangan utama adalah terkait dengan permodalan, terutama dengan diberlakukannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2023. Beleid ini mengatur perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan asuransi, termasuk kewajiban untuk meningkatkan modal disetor.
"Tantangannya adalah permodalan karena di pengujung 2023 ada 'kado' berupa peraturan perasuransian yang dikeluarkan," kata Budi. POJK ini akan mulai efektif berlaku pada 2026, sehingga perusahaan asuransi harus menyiapkan tambahan modal sesuai dengan peraturan baru tersebut.
Tantangan lainnya terkait dengan spin-off bagi asuransi yang memiliki unit usaha syariah. Menurut POJK yang sama, perusahaan asuransi diwajibkan untuk memisahkan (spin-off) unit usaha syariah menjadi entitas tersendiri, dengan tambahan modal yang harus dipenuhi paling lambat pada tahun 2026.
Selain itu, penerapan standar akuntansi baru, IFRS-17/PSAK-74, juga menjadi tantangan tersendiri bagi industri. Budi menjelaskan bahwa penerapan PSAK-74 dapat berdampak pada ekuitas perusahaan dan potensi pengakuan laba yang lebih kecil dibandingkan sebelumnya.
Meski menghadapi berbagai tantangan, industri asuransi jiwa di Indonesia tetap optimis melihat potensi pertumbuhan yang masih besar.
"Kalau hanya jadi lebih kecil tapi positif, itu cukup pusing. Tapi bayangkan kalau jadi negatif, itu menggerus ekuitas yang sebelumnya," jelas Budi.
Oleh karena itu, perusahaan asuransi perlu bersiap menghadapi tantangan tambahan modal dalam beberapa tahun mendatang.
Di Tengah Tantangan Ekonomi Global, Sektor Jasa Keuangan dan Pasar Modal Indonesia Tunjukkan Kinerja Positif
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News