Polemik pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masih bergejolak. Berbagai pihak mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera mengesahkan rancangan tersebut.
Pengusulan RUU Perampasan Aset sebenarnya sudah lama dilakukan. Terhitung sudah hampir 14 tahun sejak RUU ini pertama kali dibahas.
Lalu, sebenarnya apa RUU Perampasan Aset itu? Seberapa penting pengesahan RUU ini bagi kehidupan bangsa Indonesia?
Pengertian RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset adalah sebuah gagasan yang dibentuk untuk membantu memberantas korupsi. Peraturan ini berisi tentang perampasan aset yang terkait dengan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Korupsi menjadi momok yang menyeramkan bagi semua negara. Fenomena korupsi yang sangat tinggi di Indonesia membuat berbagai pihak, khususnya pakar hukum, ingin RUU Perampasan Aset segera disahkan.
RUU Perampasan Aset akan membuat negara dapat mengambil paksa aset atau kepemilikan kekayaan terhadap para pelaku. Sederhananya, RUU ini bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara (recovery asset) akibat kerugian yang ditimbulkan oleh korupsi.
RUU Perampasan Aset pernah diusulkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008. Pada 2010, rancangan tersebut dibahas dan diserahkan kepada presiden pada 2011.
Pada tahun 2012, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menyusun naskah akademik. Berlanjut pada tahun 2015, RUU tersebut masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah periode 2015-2019. Akan tetapi, pada 2019, ketika sudah diusulkan kepada DPR, pembahasan ditunda akibat pergantian anggota.
Pada tahun 2020-2024, RUU ini kembali masuk ke Prolegnas dan pemerintah sudah mengusulkan rancangan tersebut untuk masuk Prolegnas 2020. Namun, DPR menolak.
Pada 2023, DPR akhirnya menyepakati RUU Perampasan Aset untuk masuk ke dalam Prolegnas 2023, tetapi belum disahkan hingga saat ini.
RUU ini terasa sangat alot untuk disahkan. Hal ini disebabkan oleh adanya limitasi bagi seluruh komisi DPR RI. Mereka hanya diperbolehkan untuk membahas maksimal dua RUU selama satu tahun.
Baca juga: Sempat Tuai Kontroversi, DPR, KPU, Pemerintah Kini Sepakat Pakai Putusan MK untuk Pilkada 2024
Urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset
Keberadaan RUU Perampasan Aset sangat penting untuk melengkapi instrumen hukum demi memberantas kasus korupsi. Dengan adanya dasar hukum atas perampasan aset yang diperoleh dari cara haram, para pelaku dapat mendapatkan sanksi yang setimpal.
Terdapat lima urgensi pentingnya RUU Perampasan Aset, yaitu:
- Menghemat waktu dan biaya penanganan perkara
- Alat bagi penegak hukum untuk memerangi korupsi
- Mengembalikan kerugian negara
- Memberikan efek jera bagi pelaku
- Meningkatkan potensi asset recovery
Fakta di lapangan menyebut, hukuman dan tindak pidana pada kasus-kasus, seperti korupsi, narkoba, perpajakan, dan tindak pidana lain di bidang keuangan, memberikan keberhasilan yang tidak signifikan.
Selama ini, program dan penindakan yang diberikan aparat dianggap belum memberikan efek jera kepada para pelaku, sehingga RUU Perampasan Aset sangat penting untuk segera disahkan.
Dengan adanya RUU ini, para penegak hukum akan lebih mudah untuk ‘memiskinkan’ para pelaku tindak pidana dan memberikan efek jera.
Baca juga: Profil Dharma Pongrekun dan Kun Wardana, Bakal Paslon Pilgub Jakarta yang Tersandung Pencatutan KTP
Apa saja yang bisa dirampas oleh negara?
Beberapa aset hasil kejahatan narkoba, terorisme, perpajakan, dan tindak pidana bidang keuangan yang dapat dirampas oleh negara di antaranya:
- Aset hasil tindak pidana atau aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana
- Aset yang diketahui atau diduga digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana
- Aset sah pelaku tindak pidana sebagai pengganti aset yang dinyatakan dirampas negara
- Aset barang temuan yang diduga berasal dari tindak pidana
- Aset diduga terkait tindak pidana dan tidak dapat dibuktikan perolehan sahnya
- Benda sitaan hasil tindak pidana
Selain itu, terdapat batasan aset tindak pidana yang berhak diambil paksa oleh negara, yakni hasil kejahatan yang bernilai minimal Rp100 juta dan aset terkait tindak pidana dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun.
Saat ini, Indonesia masih belum memiliki regulasi yang tegas untuk pelaku tindak pidana. Oleh karena itu, RUU Perampasan Aset harus segera disahkan menjadi UU, agar kerugian negara atas tindak pidana korupsi dapat ditekan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News