ini tentang demokrasi bukan tentang anies ataupun pdip - News | Good News From Indonesia 2024

Demokrasi, Bukan tentang Pertarungan Politik antarpartai atau Individu

Demokrasi, Bukan tentang Pertarungan Politik antarpartai atau Individu
images info

Indonesia kembali diguncang oleh keputusan kontroversial yang menggoyang fondasi demokrasi negeri ini. Di tengah riuh rendah politik, DPR dan Pemerintah memutuskan untuk menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah ditetapkan, memilih untuk menciptakan jalan sendiri dengan merevisi Undang-Undang Pilkada.

Ini bukan hanya tentang figur tertentu seperti Anies Baswedan, PDIP, atau Kaesang Pangarep—ini adalah tentang masa depan demokrasi kita.

Krisis Demokrasi dalam Penetapan Aturan Pemilu

Menjelang dimulainya tahapan Pilkada 2024, MK mengeluarkan sejumlah putusan krusial yang seharusnya menjadi landasan bagi proses demokrasi yang sehat dan adil. Pertama, putusan 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa usia minimum calon kepala daerah dihitung pada saat penetapan pasangan calon oleh KPU.

Putusan ini mempertegas makna Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada yang sebelumnya ditafsirkan berbeda oleh Mahkamah Agung (MA), yang mengatur syarat usia calon kepala daerah ditentukan pada saat pelantikan calon terpilih.

Putusan penting lainnya dari MK adalah Putusan nomor 60/PUU-XXII/2024, yang mengubah syarat pengusungan pasangan calon kepala daerah menjadi lebih inklusif. Dalam putusan ini, semua partai politik yang ikut kontestasi pemilihan legislatif berhak mengajukan calon kepala daerah, meskipun tidak mendapatkan kursi di DPRD, asalkan partai tersebut memperoleh suara dengan jumlah tertentu, yang lebih ringan dari aturan sebelumnya.

Namun, dalam langkah yang memprihatinkan, Badan Legislasi DPR RI bersama pemerintah pada Rabu (21/8/2024) memutuskan untuk merevisi UU Pilkada dengan hanya mengambil sebagian putusan MK, yaitu terkait partai politik yang tidak punya kursi di DPRD tetapi bisa mencalonkan gubernur. Sedangkan untuk batas usia, DPR dan pemerintah lebih memilih mengikuti tafsir MA, bukan dari tafsir MK. Keputusan ini menunjukkan kecenderungan untuk mengabaikan prinsip-prinsip hukum demi keuntungan politik tertentu.

Abaikan Keputusan MK, Ancaman terhadap Demokrasi

Pertanyaannya, sejak kapan putusan MK bisa diabaikan begitu saja? Mahkamah Konstitusi, sebagai penjaga konstitusi, telah dengan jelas menetapkan aturan baru tentang batas usia calon kepala daerah dan ambang batas partai politik. Namun, DPR RI, yang didominasi oleh partai-partai pendukung pemerintah, memilih untuk berbelok.

Mereka lebih memilih mengikuti putusan Mahkamah Agung yang menguntungkan mereka, seolah-olah menutup telinga terhadap suara keadilan yang telah disuarakan MK.

Menurut Yance Arizona, Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan HAM FH UGM, apabila Pemerintah, DPR, ataupun KPU tidak mengindahkan atau menolak keputusan MK, hal tersebut dapat dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Mengingat keputusan MK adalah perwujudan dari semangat konstitusi, maka pembangkangan semacam itu sepatutnya direspons dengan pembangkangan oleh masyarakat.

Peringatan darurat yang kini memenuhi media sosial serta aksi demo adalah salah satu cerminan pembangkangan juga kegelisahan publik. Lambang Burung Garuda berlatar biru dongker yang viral bukan sekadar gambar, tetapi simbol perlawanan terhadap upaya terang-terangan untuk melemahkan demokrasi. Ketika DPR menyepakati draf RUU Pilkada dalam waktu kilat, tanpa mengakomodasi putusan MK, mereka menunjukkan satu hal: kekuasaan lebih diutamakan daripada keadilan.

Ke mana Arah Bangsa Ini?

Tindakan DPR ini adalah indikasi jelas bahwa mereka lebih mementingkan kepentingan politik jangka pendek daripada masa depan bangsa. Demokrasi bukanlah sekadar slogan yang bisa dipakai dan dibuang sesuka hati, melainkan pondasi yang dibangun atas pengorbanan dan perjuangan panjang. Mengabaikan prinsip ini sama saja dengan menghancurkan masa depan Indonesia.

Rakyat perlu menyadari bahwa ini bukan sekadar pertarungan politik antar partai atau individu. Ini adalah pertarungan untuk menentukan apakah Indonesia akan tetap menjadi negara yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan, atau menjadi negara di mana hukum hanya berlaku bagi yang lemah, sementara yang kuat terus menginjak-injak tanpa konsekuensi.

Demokrasi Harus Dipertahankan

Keputusan ini bukan hanya soal satu atau dua individu, tetapi tentang prinsip yang jauh lebih besar. Ini adalah preseden buruk yang mencederai prinsip-prinsip dasar demokrasi. Apakah kita rela melihat masa depan politik kita dikendalikan oleh mereka yang tak segan-segan mengabaikan hukum demi kepentingan segelintir orang?

Kita harus ingat, demokrasi bukanlah permainan kekuasaan. Demokrasi adalah tentang memastikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Apa yang dilakukan DPR hari ini adalah sebuah pengkhianatan terhadap nilai-nilai itu. Ini bukan tentang Anies Baswedan, PDIP, atau Kaesang Pangarep, ini adalah tentang menjaga agar hukum tetap menjadi pilar yang kokoh, bukan alat politik.

Indonesia, jangan diam. Demokrasi kita sedang dipertaruhkan. Jangan biarkan segelintir elite politik menghancurkan apa yang telah dibangun dengan susah payah oleh para pendiri bangsa. Suara rakyat adalah suara Tuhan, dan suara itu harus tetap menjadi yang paling didengar dalam setiap keputusan politik di negeri ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YL
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.