Desa Karangrowo nama yang mungkin terdengar awam di kalangan masyarakat luar Pati. Desa ini merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati.
Jika memasuki wilayah Desa Karangrowo di musim sebelum panen, salah satu hal yang paling diingat adalah hamparan sawah hijau membentang luas bak permata hijau. Warga Desa Karangrowo memang mengandalkan pertanian sebagai salah satu sumber ekonomi utama mereka, maka tak ayal jika desa ini memiliki bentangan sawah yang luas.
Selain persawahan, wilayah Desa Karangrowo juga berada di dekat sungai besar, yaitu Sungai Silugonggo, yang mana sungai tersebut dimanfaatkan warga desa untuk mencari ikan.
Desa Karangrowo tidak hanya memiliki kekayaan alam, tetapi juga kerukunan sosial yang baik. Masyarakat desa ini ramah, tabah, dan suka menolong. Warga-warga desa saling memiliki perasaan kekeluargaan antara satu sama lain.
Pada situasi yang menyulitkan seperti banjir yang datang tiap tahunnya, para warga tetap bergotong royong dan optimis menghadapi kesulitan bersama. Kekayaan alam dan kerukunan sosial yang baik menjadikan Desa Karangrowo sebagai rumah yang nyaman bagi para penduduknya.
Namun, dibalik semua itu pasti ada cerita sejarah mengenai perkembangan Desa Karangrowo, sehingga dapat menjadi rumah yang nyaman bagi para penduduknya.
Petualangan Penanaman Terumbu Karang di Nusa Penida: Menyambut Kehidupan Baru di Laut
Cerita Sejarah: dari Rawa-rawa menjadi Permata Hijau
Sampai pada saat artikel ini ditulis, Tim Penulis Sub-unit Karangrowo KKN-PPM UGM dan para perangkat desa belum menemukan referensi yang valid tentang sejarah Desa Karangrowo. Namun, Tim Penulis Sub-unit Karangrowo KKN-PPM UGM telah melakukan wawancara bersama Suparwi, sekertaris desa sekaligus warga yang sudah puluhan tahun tinggal di Desa Karangrowo, sehingga beliau paham mengenai seluk-beluk desa, termasuk juga “cocoklogi” cerita-cerita masyarakat mengenai sejarah desa.
Pada saat diwawancarai oleh Tim Penulis Sub-Unit Karangrowo KKN PPM UGM (31/07/2024), Suparwi mengatakan, “Untuk Desa Karangrowo, kita memang tidak punya sumber yang resmi, yang baik itu berupa catatan atau apapun kami belum punya, belum menemukan itu. Namun, menurut cerita para sesepuh, para pendahulu kita, diceritakan bahwa Karangrowo itu dulunya berupa rowo-rowo (rawa-rawa).”
Menurut Suparwi, berdasarkan cerita dari para pendahulu, desa ini dulu merupakan daerah rawa, sesuai dengan namanya “karang” yang dalam bahasa Indonesia berarti “tempat” dan “rowo” yang berarti “rawa”.
Dahulu orang-orang dari luar daerah pergi mencari ikan di sungai atau di rawa-rawa dan memilih untuk menetap bersama keluarga mereka di daerah rawa-rawa tersebut, sehingga akhirnya anak keturunan mereka menetap di daerah yang sekarang disebut dengan Desa Karangrowo ini.
Perubahan geografis Desa Karangrowo yang dulu dipercayai adalah rawa-rawa menjadi wilayah dataran rendah kemungkinan ada kaitannya dengan dibangunnya bendung Wilanglung di Kudus pada zaman kolonial Belanda. Pembangunan bendung itu ditujukan untuk menampung air hujan, yang mana airnya dialirkan kedua jurusan, yaitu Sungai Juwana dan wilayah Kudus.
Pada aliran yang dialirkan ke sungai Juwana, dibangun 12 pintu. Menurut Suparwi, hal itu kemungkinan menjadi penyebab mengapa daerah yang dulunya berupa rawa-rawa bisa dihuni. Diduga tujuan kolonial Belanda membangun bendung Wilanglung dengan 12 pintu yang dialirkan ke sungai Juwana adalah untuk mendangkalkan rawa-rawa dengan aliran air banjir yang berlumpur karena pihak kolonial melihat adanya potensi pertanian di wilayah tersebut.
Namun, Suparwi kembali menegaskan bahwa tidak ada sumber yang valid mengenai sejarah Desa Karangrowo, sehingga dirinya menyatakan cerita-cerita itu dikaitkan antara satu sama lain. “Kita tidak punya sumber yang valid, itu dikaitka-kaitkan saja antara situasi yang ada dengan pembangunan bendung tadi.”
Menurut Suparwi, kemungkinan Desa Karangrowo sudah ada sejak zaman kolonial Belanda karena menurut catatan kelurahan, kepala desa yang pertama diketahui adalah Mbah Bagong Kasiyo, yang memimpin sekitar tahun 1900-an.
Setelah Mbah Bagong Kasiyo, kepala desa selanjutnya yang memimpin adalah Mbah Tondo Hadijoyo yang memimpin sampai zaman pra-kemerdekaan. Setelah kemerdekaan Indonesia, diketahui bahwa Desa Karangrowo telah berganti kepala desa sebanyak lima kali.
Scent of Coffee, Lilin Aromaterapi dari Ampas Kopi untuk Pengalaman Spa di Rumah
Setelah kemerdekaan, kepala desa yang pertama menjabat di Desa Karangrowo adalah Mbah Kasman Astrowijoyo yang menjabat mulai tahun 1945-1982. Pada saat itu, keadaan masih belum stabil, sehingga prioritas Mbah Kasman Kastrowijoyo adalah menjaga stabilitas dan keamanan desa.
Kepada desa yang menjabat setelah Mbah Kasman Astrowijoyo ialah Susanto. Bapak Susanto menjabat dari tahun 1983-1992 dan dikenal dengan citra beliau yang tegas. Ketegasan beliau terlihat dalam kebijakan-kebijakannya mengenai kedisplinan dalam nasionalisme dan kebersihan. Kepala desa ketiga yang menjabat selanjutnya ialah Bapak Sutamto yang menjabat dari tahun 1992-2000.
Bapak Sutamto terkenal dengan sifat beliau yang humoris dan disenangi oleh warga. Setelah Bapak Sutamto selesai menjabat, sempat terjadi kekosongan posisi kepala desa sampai tahun 2005. Selama kekosongan posisi kepala desa tersebut, Bapak Suparwi lah yang menjadi penanggung jawab di Desa Karangrowo.
Posisi kepala desa setelah kekosongan dipegang oleh Ibu Endang Ismiyati yang menjabat dari tahun 2005 sampai 2014. Pada zaman Ibu Endang Ismiyati, kondisi Desa Karangrowo mengalami kemajuan di berbagai bidang, seperti pelayanan masyarakat, pembangunan, dan sebagainya.
Setelah Ibu Endang Sumiyati, kepala desa selanjutnya ialah Bapak Abdul Suyono. Bapak Abdul Suyono menjabat mulai dari tahun 2015 sampai sekarang. Di masa pemerintah Bapak Abdul Suyono, banyak perkembangan dan pembangunan fisik desa semakin meningkat. Tidak hanya itu, Bapak Abdul Suyono juga melanjutkan hal-hal baik yang telah dilakukan Bu Endang Ismiyati selaku kepala desa sebelumnya.
Perkembangan Desa Karangrowo tidak lepas dari peran para kepala desa yang bersama-sama dengan warga mereka membangun dan juga melanjutkan hal-hal baik yang ditinggalkan para kepala desa sebelumnya.
Suparwi mengatakan bahwa dulu sekitar tahun 1970-an, Desa Karangrowo sangat terisolir dan akses jalan desa juga sulit karena jalan di Desa Karangrowo pada saat itu dilalui oleh kerbau-kerbau. Belum lagi karena adanya bencana banjir yang datang tiap tahunnya yang menjadi tantangan tersendiri bagi Desa Karangrowo untuk berkembang.
Namun, pemerintah desa dan para warganya selalu optimis dan berupaya untuk menjadikan Desa Karangrowo menjadi daerah yang nyaman untuk ditinggali, sehingga seiring berjalannya waktu, pembangunan-pembangunan dapat terlaksana serta akses jalan yang menjadi jauh lebih baik.
Dengan adanya pembangunan-pembangunan dan akses jalan yang baik, warga Desa Karangrowo pun dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam mereka yang berupa pertanian. Oleh karena itu, tidak ayal bila desa ini dipenuhi oleh hamparan sawah yang tampak seperti permata hijau di masa sebelum panen.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News