Regina Safri adalah fotografer alam liar Indonesia yang sudah dikenal akan karya-karyanya. Karena objek fotonya alam liar, berbagai satwa liar yang hidup di dalam hutan terekam abadi dalam foto hasil pemotretannya.
Kepedulian Regina terhadap satwa liar tinggi. Ia merasa harus berbuat sesuatu setelah melihat pembantaian orangutan yang terjadi pada 2011 lalu.
Satwa liar seperti orangutan memang kerap mendapat ancaman di hutan, tempat hidup mereka. Ancaman itu sendiri datang dari maraknya aktivitas jual beli satwa liar. Tak jarang satwa liar diambil dari dalam hutan untuk dijadikan hewan peliharaan.
Lalu, bagaimanakah tanggapan Regina terkait hal tersebut?
Fenomena Flexing Satwa Liar
Beberapa orang berpengaruh (dibaca: influencer) di Indonesia kerap memamerkan kekayaannya lewat media sosial dan itu menjadi hal biasa di mata khalayak. Kegemaran flexing sana-sini bahkan melibatkan satwa liar. Ya, satwa liar yang semestinya hidup di habitatnya dipelihara seperti hewan peliharaan pada umumnya.
Regina sebagai fotografer sekaligus aktivis satwa liar pun menanggapi hal itu. Menurutnya, tidak apa-apa jika satwa liar dipelihara, tapi mesti ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, ia berharap para influencer memperlakukan satwa liar tidak seperti hewan peliharaan agar tidak ditiru viewers mereka.
“Kita ada namanya izin KLHK. Selama diizinkan it’s ok. Cuma yang aku kritik adalah bagaimana memperlakukan satwa liar. Takutnya menganggap satwa liar lucu kayak pet, takutnya itu dilakukan atau ditiru sama yang lain,” ucap Regina kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Membawa satwa liar keluar dari zona habitatnya memang merugikan bagi satwa itu sendiri. Insting alami mereka bisa berkurang atau malah menghilang dan akan bergantung kepada manusia.
“Perilaku satwa ini akan berubah. Bahkan ketika kita nangkap harimau liar yang habis konflik kita bawa ke tempat rehabilitasi, kita cek kesehatan dan segalanya, kita sembuhin, secepatnya kita lepas. Karena kalau lama-lama sifat liarnya akan berkurang, dia enggak bertahan di hutan karena sudah jadi anak manja, jadi gampang mati, gampang sakit,” kata Regina.
Regina sesungguhnya menyimpan rasa kekhawatiran besar dengan fenomena flexing satwa liar tersebut. Ia takut hal tersebut bisa memicu perburuan dan jual beli satwa liar secara ilegal.
“Akhirnya tingkat perburuan tinggi, jual beli ilegal tinggi, hanya kepengin unyu-unyuan sama satwa liar, dan mereka enggak punya izin KLHK. Ketika dia punya izin KLHK, ya sudah, misalkan kayak mini zoo. Tapi aku agak keganggu kayak dia memperlakukan satwa liar seperti mainan, kayak enggak etis aja. Karena kasihan, si satwa perilakunya akan berubah dan daya tahannya akan turun juga. Masalahnya lebih ke dampak setelah menonton. Takutnya karena misinformasi, banyak permintaan untuk perburuan, habislah yang ada di hutan,” ucapnya lagi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News