mengungkap pesan tersembunyi dari tokoh odgj di film warkop dki - News | Good News From Indonesia 2024

Mengungkap Pesan Tersembunyi dari Tokoh ODGJ dalam Film Warkop DKI

Mengungkap Pesan Tersembunyi dari Tokoh ODGJ dalam Film Warkop DKI
images info

Film Warkop DKI tak cuma lucu dan bisa membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal. Ada pula pesan tersembunyi berupa kritik sosial yang disampaikan di dalammya dengan berbagai cara, termasuk menggunakan tokoh orang dengan gangguan jiwa alias ODGJ.

Siapa tidak kenal Warkop DKI? Grup berisi tiga pelawak legendaris Dono, Kasino, dan Indro ini punya sederet judul film yang begitu populer pada masanya. Salah satu keunikan film-filmnya adalah kehadiran berbagai cameo yang bikin cerita jadi lebih seru. Para cameo tersebut ditampilkan dalam berbagai macam tokoh, mulai dari pelayan restoran, hansip, hingga ODGJ.

Ternyata, ODGJ dalam film Warkop DKI bukan sekedar untuk lucu-lucuan, melainkan juga berisi kritik sosial. Kok bisa?

Hal itu sebagaimana pernah diteliti oleh Satrio Pamungkas dari Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Dalam tulisannya di Jurnal Urban, ia melihat bagaimana kritik sosial disampaikan secara samar lewat tokoh ODGJ dalam film Warkop DKI yang berjudul Bisa Naik Bisa Turun (1991), Bagi-Bagi Dong (1992), dan Pencet Sana Pencet Sini (1993).

Ketiga film yang diteliti sama-sama menampilkan tokoh ODGJ yang diperankan oleh aktor Diding Boneng. Peneliti pun menemukan kesamaan gaya komedi, yakni jalan cerita di mana tokoh yang berseragam seperti polisi, tentara, dan dokter tertukar dengan ODGJ. 

Dalam Bisa Naik Bisa Turun, diceritakan Dono, Kasino, dan Indro mengikuti pelatihan satpam dipimpin oleh seorang tentara sebagai instrukturnya. Selama pelatihan, sang instruktur yang ternyata adalah ODGJ yang menyamar dan menjadi tentara gadungan kerap bertindak semena-mena hingga menyusahkan peserta pelatihan. Peneliti melihat bahwa itu adalah kritik terhadap militer yang perannya begitu dominan di masyarakat dan menjadi kaki tangan rezim Orde Baru.

Lalu dalam Bagi-bagi Dong, dikisahkan Indro dan Kasino ke dokter untuk memeriksakan kakinya yang terkena jebakan tikus. ODGJ yang menyamar menjadi dokter kemudian melakukan berbagai hal tak wajar seperti memukul dan menyuntikkan obat sembarangan. Tak hanya itu, sang dokter palsu juga disibukkan oleh pasien karena semua penyakit ditangani sendiri oleh orang yang sama. Cerita ini dipandang sebagai kritik atas kekuasaan yang terpusat dan didominasi oleh satu orang.

Jika Bisa Naik Bisa Turun dan Bagi-bagi Dong bercerita tentang ODGJ yang menyamar dan bertindak seenaknya, Pencet Sana Pencet Sini agak berbeda. Film tersebut menceritakan tentang ODGJ yang kabur dari Rumah Sakit Jiwa dan menyamar menjadi polisi, lalu menghadapi Dono, Kasino, dan Indro yang juga menjadi polisi gadungan namun pangkatnya lebih tinggi. Menurut peneliti, sikap si ODGJ yang hormatnya berlebihan kepada atasan adalah sindiran terhadap budaya di institusi kepolisian yang mana orang dengan pangkat berbeda bakal mendapat perlakuan yang berbeda pula.

Sementara itu, ada pula pesan lain dalam Pencet Sana Pencet Sini, yakni atribut kepolisian memiliki beban makna bagi pemakainya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban. Dengan demikian, pemakainya bukan berarti dapat bertindak semaunya.

Lantas, mengapa kritik sosial dalam film Warkop DKI perlu disampaikan secara samar? Jawaban paling masuk akal adalah betapa represifnya Orde Baru saat itu terhadap pihak-pihak yang bersuara menyampaikan kritik. Pemilihan tokoh ODGJ untuk membawakan kritik sosial bisa membuat pembuat film menjadi lebih aman dari tekanan penguasa. Sebab, ODGJ dipandang sebagai pihak netral dalam konteks politik berhubung suaranya tidak diperhitungkan.

 

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aulli Atmam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aulli Atmam.

AA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.