desa ngliman di nganjuk jadi penghasil mawar terbesar se karesidenan kediri - News | Good News From Indonesia 2024

Desa Ngliman di Nganjuk menjadi Penghasil Mawar Terbesar se-Karesidenan Kediri

Desa Ngliman di Nganjuk menjadi Penghasil Mawar Terbesar se-Karesidenan Kediri
images info

Desa Ngliman Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, sudah sejak lama dikenal sebagai penghasil mawar terbesar se-keresidenan Kediri. Menjadi desa yang berlokasi paling puncak di Kabupaten Nganjuk, pada dasarnya Desa Ngliman memiliki letak geografis yang potensial untuk menumbuhkan banyak jenis tanaman. 

Terletak di kaki Gunung Wilis dengan ketinggian 1.361 Mdpl dan luas 20,67 km membuat Desa Ngliman memiliki suhu berkisar 16—20 celcius. Kondisi tersebut turut didukung dengan tanah yang gembur dan intensitas cahaya matahari yang tidak terlalu tinggi. Membuat Desa Ngliman cocok untuk kegiatan bertani.

Petani Mawar jadi Profesi Utama sejak Turun Temurun

Sejak 1960, menjadi petani mawar sudah dilakoni warga Desa Ngliman. Orang pertama yang berjasa hingga kini dalam mengenalkan bunga mawar itu bernama Rusminah. 

Menurut informasi dari mulut ke mulut, Rusminah membawa bunga mawar dari Rembang, Jawa Tengah ke Desa Ngliman. Sejak saat itu hingga sekarang, warga Desa Ngliman menjadikan petani mawar sebagai profesi utama.

Baca juga: Nganjuk, Kota Pemasok Bawang Merah Indonesia

Setidaknya setiap Kartu Keluarga (KK) memiliki lahan untuk ditanami mawar, baik yang dimiliki pribadi maupun disewa. Salah satunya bernama Sugeng, laki-laki paruh baya itu mengaku bahwa bertani mawar sudah dilakoninya secara turun temurun. 

“Warga di sini semuanya petani mawar. Selain mawar juga mereka menanam cengkeh. Tapi kalau cengkeh kan panennya setahun sekali. Kalau mawar tiap hari kita bisa panen,” tuturnya.

Lahan mawar di Desa Ngliman, Kabupaten Nganjuk
info gambar

Mudahnya Perawatan dan Penjualan jadi Alasan Banyak Petani Mawar Bertahan

Menurut Sugeng, rata-rata ia bisa memanen mawar hingga 2 timba berukuran 16 liter atau kurang lebih 1 kilogram per timba. Pada hari biasa, mawar-mawar itu dihargai sebesar Rp10.000 per kilogram. 

Namun, pada hari tertentu harganya bisa melambung hingga 10 kali lipat. “Setahun ada 3 kali masa panen yang harganya fantastis, yaitu di April ada perayaan Ching Bhing, saat tradisi megengan mendekati Hari Raya Idulfitri, dan Hari Raya Idulfitri sendiri,” ujarnya. Pada saat-saat tersebut harga mawar bisa menyentuh Rp120.000 per kilogram.

Baca juga: Mitos Air Terjun Sedudo Nganjuk, Kandaskan Hubungan hingga Lancarkan Karier Politik

Sebelum mayoritas warga menanam mawar, warga Desa Ngliman menggantungkan sumber penghidupan pada tanaman sayur dan palawija. Namun, seiring waktu, sayur dan palawija dianggap kurang menguntungkan. 

Hal ini menyebabkan banyak petani yang beralih untuk menanam mawar, sehingga sekarang lebih dari 50% lahan di Desa Ngliman digunakan untuk menanam mawar. Sisanya untuk cengkeh dan tanaman lain. 

Kemudahan merawat dan menjual hasil panen jadi pertimbangan Sugeng dan petani lain untuk terus menjadi petani mawar hingga saat ini. Baginya, menanam mawar tidak membutuhkan modal yang besar. Hanya perlu ketelatenan dalam menggarap lahan yang itu pun tidak harus sering-sering dilakukan. 

Selain itu, banyaknya pengepul mawar juga membuat Sugeng tidak perlu bersusah payah mencari pembeli. Hal ini tidak lain juga karena Desa Ngliman menjadi penopang terbesar sebagai penghasil mawar, sehingga permintaan dari luar kota juga besar.

Marti adalah salah satu pengepul dari belasan pengepul lokal lain yang berada di Desa Ngliman. Dirinya turut mengatakan bahwa permintaan mawar dari luar Kabupaten Nganjuk juga cukup besar.

 “Kalau saya melayani pembeli dari Madiun, Kediri, dan Blitar. Saya ngambilnya dari 5 petani mawar saja di sini. Petani lain ya setor ke pengepul lain,” tuturnya. 

Selama kurang lebih 10 tahun menjadi pengepul mawar, Marti mengatakan bahwa profesi tersebut selalu menguntungkan dirinya. Setiap pagi, petani- petani tersebut membawa hasil panennya ke rumah Marti. 

Rata-rata Marti dapat membeli 50 hingga 60 kilogram mawar dari 5 petani mawar langganannya. Biasanya oleh Marti mawar tersebut dijual kembali dengan selisih harga Rp2.500 - Rp3.000 per kilogram dari harga belinya melalui petani. 

Minim Ketelatenan Berujung Macetnya Inovasi Produk Olahan Mawar 

Santernya Desa Ngliman dikenal sebagai penghasil mawar membuat warga desa ini banyak mendapat pelatihan soal mawar. Mulai dari pelatihan dari universitas, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM), dan lembaga lainnya. 

Pelatihan ini banyak memfokuskan soal pengembangan kuantitas dan kualitas panen mawar sampai pengolahan produk berbahan dasar mawar.

“Pernah dari UGM memberikan pelatihan untuk penyulingan minyak mawar. Tapi kami sendiri masih kesulitan untuk menerapkan itu secara mandiri. Pernah juga pelatihan pembuatan produk makanan seperti dodol, kerupuk, dan sirup. Banyak lah,” ungkap Sugeng.

 Namun semua pelatihan tersebut sebagian besar tidak diterapkan warga secara berkelanjutan. Pernah suatu kali Sugeng dan beberapa warga memproduksi air mawar. Sayangnya ini hanya berlangsung sementara sebab biaya operasional dan untung yang didapat tidak sepadan. Selain itu, produknya juga tidak dapat bertahan lama. 

Baca juga: Kisah Marsinah, Seorang Pahlawan Buruh asal Nganjuk yang Mengikuti Jejak Kartini

Namun, faktor utama yang menjadi penghambat warga tidak dapat mengembangkan inovasi produk olahan mawar adalah ketelatenan. “Warga di sini itu kurang telaten. Prinsip mereka masih ‘tinggal petik saja sudah bisa dijual kok, ngapain susah payah diolah’. Jadi banyak produk-produk olahan mawar yang tidak terlalu berkembang,” jelas Sugeng. 

Sugeng turut berharap bahwa pola pikir tersebut dapat berubah. Menurutnya, jika ingin berkembang, petani harus mau berupaya lebih. Ia juga mengharapkan bahwa potensi mawar dari Desa Ngliman tidak hanya digunakan sebagai bunga tabur saja. Namun, juga dimanfaatkan sebagai produk-produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. 

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.