Operasional pesawat terbang dan sejenisnya kerap menimbulkan masalah lingkungan lantaran emisi karbon yang dihasilkan. Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur dapat menjadi solusi bahan bakar pesawat yang lebih ramah lingkungan.
Indonesia melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan PT ABE Indonesia Berjaya bersama Green Power Development Japan (GPDJ) mengembangkan proyek industri bioavtur. Proyek ini sudah pada tahap pembangunan di Banyuasin, Sumatera Selatan.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito mengatakan, bahan baku bioavtur bersumber dari kelapa non-standar. Bahan baku ini sudah diakui dan telah masuk dalam positive list Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
“Masuknya kelapa non-standar ke dalam positive list menandakan keberhasilan dari upaya bersama melakukan inovasi sumber bahan baku SAF di luar pilihan yang sudah ada,” kata Mego, dikutip dari laman resmi BRIN.
Hal ini, menurut Mego, akan membuka peluang bagi negara-negara penghasil kelapa terbesar di dunia, untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon di sektor penerbangan. Ini juga sejalan dengan kesepakatan global untuk pembangunan berkelanjutan.
Bagaimana proses produksi bioavtur?
Dalam proses produksinya, bahan baku kelapa non-standar diolah menjadi minyak kelapa mentah atau crude coconut oil (CCO). Keberadaan bahan baku kelapa non-standar ini sangat penting karena merupakan komoditi yang dibutuhkan industri pangan.
“Kelapa non-standar diambil dari kelapa yang terlalu tua, kelapa yang berukuran sangat kecil, kelapa yang sudah bertunas, kelapa yang mulai membusuk atau berjamur, serta kelapa yang pecah,” tutur Mego.
GPDJ sendiri memilih Indonesia sebagai tempat industri pembuatan CCO karena potensi kelapa di Indonesia yang sangat melimpah. Hasil riset menunjukkan, jumlah kelapa non-standar di Indonesia mencapai 30 persen dari total kelapa yang dihasilkan.
Sementara PT ABE Indonesia Berjaya adalah perusahaan lokal yang akan bertindak sebagai pelaksana proyek. Perusahaan ini ditargetkan mampu menghasilkan 100 ton CCO per hari dari bahan baku kelapa non-standar.
Baca juga Pertama di RI, Cilacap Punya Fasilitas Pengolahan Sampah jadi Bahan Bakar
Kurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil
Ketua Umum Indonesia Japan Business Network (IJBNet) Suyoto Rais mengapresiasi dukungan pemerintah dan instansi terkait sehingga kelapa non-standar masuk sebagai salah satu bahan baku bioavtur yang dibolehkan ICAO.
Kebijakan ICAO yang memberikan opsi pemanfaatan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, menurut Suyoto, akan memberikan dampak signifikan dalam industri penerbangan.
“Dengan masuknya kelapa non-standar, dan nanti diikuti oleh sumber-sumber bahan baku lainnya, peluang menjadikan Indonesia sebagai raja bioavtur dunia ke depan akan terbuka luas,” kata Suyoto.
Baca juga Mengenal Bioetanol, Bahan Bakar Hasil Fermentasi yang Ramah Lingkungan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News