Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) saat ini telah mengadopsi teknologi pendeteksi gempa (Earthquake Early Warning/EEW) yang digunakan Jepang.
Koordinator Operasional Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami (IGT) BMKG Wijayanto mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah mengembangkan teknologi tersebut.
Earthquake Early Warning (EEW) adalah sinyal yang muncul setelah terjadi gempa. Sistem tersebut akan secepat mungkin menginformasikan ke masyarakat dampak guncangan gempanya.
Teknologi dari Jepang itu bisa menginformasikan gempa bumi kurang dari 20 detik, yakni antara 10–20 detik. Dengan selang waktu ini, masyarakat bisa melakukan evakuasi ke wilayah yang lebih jauh.
Wijayanto menjelaskan, contohnya nanti bisa untuk mematikan atau shutdown sistem kereta cepat, memberi informasi dengan cepat ke daerah-daerah, fasilitas yang kritis, daerah industri, dan reaktor nuklir.
Kerja sama dengan Jepang
Jepang diketahui telah memasang lebih dari 3000 sensor. Ini juga akan dilakukan di Indonesia, tentunya bekerja sama dengan Jepang, universitas, dan pemerintah daerah.
Wijayanto menegaskan bahwa bukan hanya BMKG yang bertanggung jawab untuk instalasi sensor, tetapi berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Dia juga meluruskan informasi yang beredar terkait teknologi untuk memprediksi gempa. Menurutnya, sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memperkirakan gempa hingga susunan satuan atau orde hari dan jam, termasuk Jepang pun belum mampu.
Meski demikian, dengan mengadopsi teknologi EEW, Indonesia berharap dapat memberikan informasi cepat datangnya gempa dalam 2–3 tahun ke depan. BMKG juga dalam proses uji coba, dan hasilnya disebut lumayan bagus.
Baca juga Prosedur Keselamatan Diri Ketika Gempa Bumi dan Berpotensi Tsunami
Kolaborasikan kearifan lokal
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pernah menyebut kolaborasi teknologi dan kearifan lokal akan semakin memperkuat sistem peringatan dini dalam menghadapi gempa bumi dan tsunami. Keduanya bisa saling melengkapi guna mewujudkan zero victim.
“Perpaduan antara modernisasi alat dan teknologi dan kearifan lokal dapat menjadi langkah efektif untuk meminimalisir dampak bencana yang terjadi di Indonesia. Indonesia memiliki banyak pengetahuan lokal yang diwariskan secara turun-temurun lintas generasi,” kata Dwikorita, dikutip dari laman resmi BMKG.
Dwikorita mencontohkan apa yang terjadi di Jepang saat dilanda gempa dan tsunami pada 2011 silam. Menurutnya, teknologi tidak selamanya bisa diandalkan dalam situasi darurat. Kearifan lokal masyarakat mengenai bencana alam dapat menyelamatkan banyak nyawa saat terjadi gempa dan tsunami.
Baca juga Belajar dari Gempa Bawean Jatim
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News