Kepiting sebagai sajian kuliner masih menempati sajian utama selevel dengan udang dan ikan kerapau. Kepiting bakau kini menjadi produk yang berharga, bahkan komoditas ekspor yang cukup menjanjikan.
Dimuat dari Indonesia.go.id, di sejumlah toko online, kepiting hidup ukuran 250 gram per ekor ditawarkan dengan harga Rp170 ribu per kg, ukuran 500 gram bahkan harganya bisa di tas Rp250 ribu.
Peminatnya membludak, baik di pasar domestik maupun pasar ekspor. Ekspor kepiting Indonesia pada 2021 menembus angka 513 juta dollar, atau sekitar Rp9 triliun. Tertinggi sepanjang sejarah.
1,7 Ton Kepiting Bakau Maluku Tembus Pasar ASEAN
Padahal pada era 1980-an hingga awal 1990-an, kepiting bakau masih belum banyak dikonsumsi orang, apalagi di restoran besar. Petambak udang malah menganggap kepiting itu hama yang harus disingkirkan dari tambak.
“Namun dalam perkembangannya, kepiting naik daun dan dikonsumsi secara lebih luas. Permintaan atas hewan air payau berkaki 8, termasuk sepasang capit besar di bagian depan itu pun diburu dan ditangkap di area pasang surut,” tulis Putut Trihusodo.
Budidaya kepiting
Populasinya yang menipis di alam, budidaya kepiting pun menjamur di mana-mana. Cara budidaya kepiting juga terus berubah. Kepiting yang hidup soliter rupanya bisa beradaptasi dalam kotak-kotak (kandang) plastik lebar 25 cm, tinggi 25 cm, dan panjang 30 cm.
Di situ ada pintu untuk buka tutup, saluran pipa paralon untuk air masuk dan pembuangan. Pintu tadi dipakai untuk keluar masuk kepiting dan pemberian pakan. Budidaya bisa dilakukan secara indoor, dalam ruangan.
“Dengan cara unik itu, teknik budidaya kepiting dalam kandang-kandang yang berderet vertikal itu disebut vertical crab house atau apartemen kepiting,” jelasnya.
Ini Alasan Kenapa Kepiting Bakau Belum Bisa Dibudidayakan
Dijelaskan oleh Putut, berbagai perguruan tinggi sudah mengembangkannya sejak beberapa tahun terakhir, seperti di IPB, Bogor, Jawa Barat. Peluang pengembangan apartemen kepiting untuk usaha rakyat diincar pula oleh DKP Provinsi Sumbar.
Karena itu DKP Sumbar dan IPB meneken kerja sama pendampingan dalam mengembangkan vertical crab house yang sesuai pada skala usaha rakyat. Program kerja sama akan dilakukan dalam bentuk alih teknologi.
Terjun ke lapangan
Para peneliti dari Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) diterjunkan ke Sungai Nipah untuk mengembangkan apartemen kepiting.
“Pengembangan perikanan kepiting di Sumbar ini bertujuan menghasilkan kepiting dalam jumlah banyak tanpa merusak lingkungan hidupnya, yaitu mangrove. Program ini juga dimaksudkan untuk menjadikan Sumbar menjadi salah satu sentral kepiting di Indonesia,” ujar Dr Syamsul Bahri, ahli kepiting.
Melihat Budidaya Kepiting Kenari di Pulau Obi, Cegah Kepunahan?
Syamsul berharap program ini memberi solusi atas tingginya tingkat kematian kepiting dalam budidaya serta mencapai ukuran produksi yang seragam. Adapun kunci utama dalam budidaya apartemen kepiting itu pada sirkulasi airnya.
Di lapangan, budidaya kepiting lebih menyukai bibit hasil tangkapan di alam yang masih kecil, dengan ukuran cangkang sekitar 7 cm. Justru ketergantungan pada bibit alam ke depan harus dipertimbangkan lagi.
“Setelah kegiatan ini diadaptasi oleh masyarakat dan berhasil, langkah selanjutnya membangun mini hatchery di wilayah Balai Benih Ikan (BBI) Nipah agar keberadaan kepiting tetap lestari dan benih budidaya pun tetap ada,” ujarnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News