ternyata juanda ada di sidoarjo bukan surabaya - News | Good News From Indonesia 2024

Ternyata Juanda Ada di Sidoarjo, Bukan Surabaya

Ternyata Juanda Ada di Sidoarjo, Bukan Surabaya
images info

Kawan GNFI wajib tahu, ternyata Juanda ada di Sidoarjo, lho! Bukan Surabaya. Namun, memangnya kenapaya, selalu disebut bandaranya Surabaya? Kemudian, bagaimana sih, sejarah dari pembangunan Juanda sendiri? Kawan wajib simak artikelnya sampai habis!

Bandar Udara Internasional Juanda (disingkat sebagai Bandara Internasional Juanda; dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Juanda International Airport) dengan kode IATA SUB dan ICAO WARR, merupakan sebuah bandara internasional yang terletak di Kecamatan Sedati, Sidoarjo.

Bandara ini merupakan yang ketiga tersibuk di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Ngurah Rai. Bandara ini berfungsi sebagai pintu gerbang utama untuk penerbangan domestik dan internasional ke Jawa Timur, berjarak sekitar 12 kilometer dari pusat Kota Surabaya, dan melayani wilayah Gerbangkertosusila.

Dikelola oleh PT Angkasa Pura I, bandara ini dinamai sesuai Djuanda Kartawidjaja, Perdana Menteri Indonesia terakhir yang mengusulkan pembangunannya. Pada tahun 2019, bandara ini melayani sekitar 500 pesawat setiap hari.

Baca Juga: Jadi Nama Bandara Udara, Siapakah Juanda?

Sejarah Pembangunan Bandara Juanda

Bandara Internasional Juanda mulai dibangun pada tahun 1959 dan diresmikan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia pada 12 Agustus 1964. Pada awalnya, bandara ini berfungsi sebagai pangkalan udara TNI Angkatan Laut (Lanudal Juanda).

Namun, seiring berkembangnya penerbangan sipil, pengelolaan bandara dipindahkan dari Departemen Hankam ke Departemen Perhubungan pada tahun 1981.

Pada tahun 1985, pengelolaannya diserahkan kepada Perum Angkasa Pura I. Bandara ini telah mengalami beberapa perubahan, termasuk pembukaan penerbangan internasional ke Singapura, Hongkong, Taipei, dan Manila pada tahun 1987.

Agenda politik juga menjadi faktor penentu dalam merealisasikan program pembangunan bandara ini, salah satunya adalah perjuangan pembebasan Irian Barat.

Sebelum nya, berdasarkan tujuan untuk mendukung operasi TNI dalam membebaskan Irian Barat, pemerintah menyetujui pembangunan pangkalan udara baru di sekitar Surabaya. Ada beberapa lokasi yang dipertimbangkan, termasuk Gresik, Bangil (Pasuruan), dan Sedati (Sidoarjo).

Setelah dilakukan survei, pilihan jatuh pada Kecamatan Sedati, Sidoarjo, karena selain lokasinya dekat dengan Surabaya, area tersebut memiliki tanah yang luas dan datar, sehingga cocok untuk dibangun pangkalan udara besar yang bisa diperluas di masa depan.

Selama proses pembangunan bandara ini, sempat terjadi krisis keuangan. Bahkan, perusahaan Batignolles sempat mengancam akan meninggalkan proyek tersebut.

Masalah ini sampai ke Presiden Sukarno, yang kemudian memberikan mandat kepada Waperdam I Ir. Djuanda untuk menyelesaikan masalah tersebut hingga proyek selesai.

Baca Juga: Setelah Juanda, Jawa Timur Akan Punya Bandara Internasional Kedua

Pada tanggal 15 Oktober 1963, Ir. Djuanda tiba di landasan ini dengan pesawat Convair 990 untuk mengkoordinasikan pelaksanaan proyek pembangunan.

Tidak lama setelah itu, pada tanggal 7 November 1963, Ir. Djuanda wafat. Karena kontribusi besarnya dalam penyelesaian proyek tersebut dan untuk mengenang jasanya, pangkalan udara baru ini diberi nama Pangkalan Udara Angkatan Laut (LANUDAL) Djuanda dan diresmikan oleh Presiden Sukarno pada tanggal 12 Agustus 1964.

Pangkalan udara ini kemudian menjadi homebase untuk skuadron pesawat pembom Ilyushin IL-28 dan Fairey Gannet milik Dinas Penerbangan ALRI.

Dalam perkembangannya, maskapai Garuda Indonesia Airways (GIA) ingin memindahkan operasi pesawatnya (Convair 240, Convair 340, dan Convair 440) dari lapangan terbang Morokrembangan yang kurang memadai ke Djuanda.

Baca Juga: Bandara Juanda Terminal III, 75% di Atas Laut

Namun, karena Lanudal Djuanda awalnya tidak dirancang untuk penerbangan sipil, fasilitasnya tidak cukup untuk menampung penerbangan tersebut.

Hal ini mengakibatkan otoritas pangkalan saat itu memutuskan untuk merenovasi gudang bekas Batignolles menjadi terminal sementara.

Lanudal Djuanda mulai melayani penerbangan sipil, yang pengelolaannya sejak 7 Desember 1981 diambil alih oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI.

Pada 1 Januari 1985, pengelolaan bandara komersial ini dialihkan kepada Perum Angkasa Pura I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1984.

Seiring berjalannya waktu, frekuensi penerbangan sipil di sana meningkat, sehingga akhirnya dibangun terminal khusus untuk penerbangan sipil dan internasional.

Pada 24 Desember 1990, Bandara Juanda ditetapkan sebagai bandara internasional dengan peresmian terminal penerbangan internasional.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NH
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.