Tradisi Methik Pari merupakan tradisi yang dilakukan oleh petani, khususnya masyarakat Jawa sebelum masa panen padi datang. Tradisi ini merupakan bagian dari ungkapan rasa syukur sekaligus wujud harapan agar padi yang dipanen dalam kondisi bagus dan melimpah.
Kata methik pari berasal dar bahasa Jawa. Methik merupakan kata turunan dari kata petik, yang artinya mengambil dengan cara mematahkan tangkainya. Sementara itu, pari merupakan bahasa Jawa dari padi.
Mudahnya, methik pari merupakan memetik padi. Tradisi methik pari merupakan salah satu bentuk sedekah bumi yang dilakukan petani. Dengan demikian, para petani berharap tanah yang digunakan sebagai tempat menanam padi selalu subur.
Tradisi methik pari dilakukan 3 hingga 5 hari sebelum memanen padi dan ketika padi sudah mulai menguning.
Tradisi methik pari biasanya digelar di dua tempat, yakni di sawah dan di rumah petani yang bersangkutan. Pada saat di sawah, petani memetik padi atau methik pari. Saat di rumah, petani lantas melakukan selamatan dengan memasak makananan, khususnya nasi dan dibagikan kepada para tetangga.
Biasanya makanan tersebut terdiri dari nasi, telur, jenang merah, pisang, empon-empon, dan masih banyak lagi. Masing-masing benda tersebut memiliki makna yang harapan dari petani.
Mengenal Ngareremokeun, Ritual Mengawinkan Padi yang Diikuti Kim Go Eun di Garut
Makna Sesajen Dalam Tradisi Methik Pari
Dalam jurnal berjudul “Persepsi Petani Terhadap Pelaksanaan Tradisi Methik Pari dalam Rangka Menyambut Panen Padi” dijelaskan, ada beberapa barang yang harus disiapkan saat pelaksanaan selamatan di rumah petani yang dinamakan cok bakal.
Cok Bakal adalah rangkaian sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan serta terhindar dari malapetaka. Barang-barang tersebut di antaranya:
- Dalam bahasa Jawa, kata janur berasal dari kata “Jan” yang berarti jannah atau surga. Sementara itu, “Nur” artinya cahaya. Artinya, methik pari merupakan representasi cahaya dari surga atau rahmat dari Tuhan karena padi merupakan bahan makanan pokok utama bagi masyarakat Indonesia.
- Keberadaan ijuk dimaknai sebagai simbol mengikat atau mempersunting Dewi Sri. Dewi Sri merupakan tokoh mitologi di Indonesia yang dihubungkan dengan asal muasal tumbuhan terutama padi. Keberadaan Dewi Sri sangat krusial karena ia merupakan lambang dari kesuburan.
- Sisir, cermin, dan bedak dingin. Ketiga benda yang identik dengan perempuan ini nantinya ditujukan untuk Dewi Sri. Tujuannya ialah agar Dewi Sri tetap wangi dan cantik.
- Jenang merah, terbuat dari tepung beras yang dicampur gula jawa. Jenang merah merupakan lambang penghormatan kepada leluhur dan harapan agar orang tua terutama ibu selalu diberi keselamatan. Selain itu, ada pula jenang putih yang terbuat dari tepung beras. Jenang putih menjadi lambang agar ayah selalu mendapatkan keselamatan.
- Bunga setaman. Keberadaan bunga setaman dimaknai sebagai upaya agar setiap manusia selalu berusaha untuk mengharumkan namanya sendiri dan serta keluarganya.
- Telur ayam, melambangkan sebagai titik asal muasal dari kehidupan manusia.
- Pala pendhem atau hasil pertanian yang berada di dalam tanah, seperti singkong, ubi, ganyong, dan lainnya sebagai harapan agar tanaman padi tidak diganggu oleh hama. Pala pendhem dimaksudkan sebagai lambang untuk penjaga padi.
- Empon-empon, terdiri dari bawang putih, bawang merah, kemiri, kluwek, cikalan (potongan buah kelapa biasanya seperempat dari kelapa), laos, jahe, kencur, kunyit, dan temulawak dilambangkan sebagai bahan masakan yang digunakan oleh manusia.
- Buah pisang satu atau dua lirang, yang melambangkan kemakmuran karena pohon pisang tidak akan mati sebelum dia menghasilkan buah.
- Uang 5000, yang dilambangkan sebagai mahar pengganti kekurangan apabila cok bakal dirasa masih kurang untuk mempersunting Dewi Sri.
- Ketupat, melambangkan sawah yang memiliki empat sudut.
- Lepet, menjadi lambang pengharapan agar padi berisi padat (mepet-mepet).
Simbol Dewi Sri dan Konsep Perempuan Sebagai Penjaga Kelestarian Bumi
Semua benda tersebut kemudian diletakkan ke dalam satu wadah dari daun pisang yang dibentuk takir.
Semua makanan dan cok bakal tersebut dibawa ke sawah tempat padi akan dipetik. Kemudian, makanan dan cok bakal diletakkan di pinggir sawah kemudian didoakan.
Setelah membaca doa, petani berjalan memutari sawah dengan membawa janur, kaca, sisir, dan bedak basah. Dari tiap pojok sawah diambil padi sebanyak dua tangkai diiringi dengan membaca salawat nabi.
Padi yang sudah dipetik kemudian dikepang, kemudian padinya diberi bedak basah, dan disisir sebagai lambang mempercantik Dewi Sri. Padi yang sudah dikepang tersebut dibawa pulang dan digantung di tempat penyimpanan gabah
Selain cok bakal dan doa di sawah, petani biasanya juga membagikan makanan kepada tetangga-tetangga. Makanan tersebut umumnya terdiri dari urap-urap daun mengkudu. Hal ini merupakan simbol dari harapan agar panen padi dapat lebih cepat.
Ada pula kluwih yang menjadi harapan agar hasil padi yang didapatkan itu berlebih-lebih (luwih-luwih).
Tradisi Sesaji Rewanda: Beri Makan Monyet sebagai Amanah Sunan Kalijaga
"Persepsi Petani Terhadap Pelaksanaan Tradisi Methik Pari dalam Rangka Menyambut Panen Padi". 2023. Artiani, Nanda Ayu., dkk. Jurnal Adat dan Budaya. Vol 5, No 1, hlm 14-22.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News