Kawan GNFI yang ingin menikmati kehidupan yang masih alami dapat berkunjung ke Provinsi Aceh. Provinsi ini didiami oleh berbagai suku bangsa, seperti Aceh, Tamiang, Gayo, Alas, Aneuk, Jamee, Kluet, Aneuk Laot dan Simeulue.
Setiap suku yang mendiami provinsi ini tentu memiliki budaya yang berbeda-beda. Dengan berkunjung ke Aceh, Kawan dapat mengenal lebih dekat tentang nilai-nilai budaya dan cara hidup mereka, seperti kesenian rakyat, kerajinan tangan, dan upacara-upacara adat.
Beragam budaya yang unik menjadikan Provinsi Aceh memiliki pesona budaya dan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Termasuk dari keindahan rumah adat Aceh.
Rumoh Aceh
Masyarakat Aceh memiliki rumah adat yang dikenal sebagai Rumoh Aceh. Rumah ini berbentuk rumah panggung, tetapi tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal. Rumoh Aceh juga mencerminkan budaya dan cara hidup orang Aceh yang penuh makna.
Sesuai dengan konsep wisata yang alami, Rumoh Aceh merupakan sebuah aset yang cukup potensial sebagai salah satu objek wisata.
Secara tradisional, Rumoh Aceh memiliki tiga atau lima ruangan, dengan satu ruangan utama yang disebut rambat. Rumoh yang memiliki tiga ruangan ditopang oleh 16 tiang, sementara yang memiliki lima ruangan ditopang oleh 24 tiang.
Modifikasi dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya dapat dilakukan dengan mudah. Caranya dengan menambah atau menghilangkan bagian yang ada disisi kiri atau kanan rumoh. Bagian ini biasanya disebut sramo likut atau serambi belakang dan sramo reuyeun atau serambi bertangga. Tempat masuk ke rumah selalu berada di sebelah timur.
7 Rumah Adat Kalimantan yang Menarik, Ada Memiliki Panjang 150 Meter
Keunikan Rumah Adat Aceh
Tata letak Rumoh Aceh selalu menghadap timur ke barat, dengan bagian depan menghadap ke timur dan bagian belakang yang sakral mengarah ke barat. Orientasi ini berkaitan dengan ajaran agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Aceh. Penambahan ruang selalu dilakukan di sisi utara atau selatan.
Keunikan lain dari Rumah adat Aceh adalah pintu masuknya yang rendah, biasanya hanya setinggi 120—150 cm. Hal ini membuat setiap orang yang masuk harus menunduk, terutama mereka yang memiliki tinggi badan lebih dari 150 cm.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak peduli betapa tinggi kedudukan atau derajat pengunjung/tamu, mereka harus menunduk (tanda hormat setiap masuk ke Rumoh Aceh).
Ketika memasuki Rumoh Aceh, semua tamu duduk bersila di atas tikar ngom yang terbuat dari ilalang dan dilapisi dengan tikar pandan. Hal ini sering kali melambangkan penerimaan masyarakat Aceh terhadap orang luar. Meski sulit untuk masuk, begitu kita diterima, kita akan disambut dengan hangat dan penuh keramahan.
Dalam membangun Rumoh Aceh, hari yang tepat untuk memulai konstruksi ditentukan oleh teungku (ulama). Selama proses ini, diadakan upacara kenduri yang disebut peusijuk, dimulai sejak tiang pertama rumah didirikan.
Bagian bawah Rumoh Aceh juga memiliki peran penting. Selain berfungsi untuk mengantisipasi banjir dan melindungi dari binatang buas, area ini sering digunakan sebagai tempat menumbuk padi.
Dibawah rumah ini biasanya terdapat alat penumbuk padi (jeungki) dan penyimpan padi (krongs). Krongs ini berbentuk bulat dengan ketinggian sekitar dua meter. Di sejumlah wilayah Aceh Besar, bagian bawah rumah digunakan sebagai tempat menenun kain songket.
Rumah Betang, Rumah Adat Khas Kalimantan Tengah
Rumah Adat Aceh Menggunakan Bahan Kayu
Rumah Adat Aceh sebagian besar dibangun dari kayu berkualitas tinggi, sehingga seringkali mampu bertahan hingga puluhan atau bahkan ratusan tahun. Semua tiang utamanya terbuat dari kayu bulat pilihan.
Dinding dan lantainya juga terbuat dari kayu, sedangkan atapnya menggunakan daun rumbia atau daun pohon sagu. Menariknya, kayu-kayu ini disambungkan tanpa menggunakan paku, menunjukkan keahlian konstruksi tradisional yang luar biasa.
Jika Kawan GNFI berkunjung ke Provinsi Aceh, Kawan dapat menemukan Rumoh Aceh di desa-desa kawasan pantai timur, mulai dari Aceh Timur hingga Aceh Besar. Namun, di Banda Aceh jumlah Rumoh Aceh semakin berkurang, terutama di daerah pantai seperti Lhok Nga, Lampuuk, Ulee Lheu, dan Lambung.
Dahulu di kawasan tersebut banyak ditemukan Rumoh Aceh. Akan tetapi, sekarang rumoh-rumoh itu telah hilang akibat terjangan gelombang tsunami. Kawan juga dapat menemukan Rumoh Aceh di Museum Provinsi Aceh.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News