Festival Lampu Colok kembali digelar pada malam tujuh likur atau malam 27 Ramadan di Kota Pekanbaru. Hal ini dilaksanakan guna menjaga dan merawat budaya tradisi masyarakat Melayu.
Pj Wali Kota Pekanbaru, Muflihun yang memimpin pembukaan Festival Lampu Colok. Acara itu juga dihadiri sejumlah Forkompinda Kota Pekanbaru yang ditandai dengan penyulutan api perdana lampu colok di halaman kantor MPP Kota Pekanbaru.
NGANGGUNG: Simbol Kebersamaan Masyarakat Melayu Di Negeri Serumpun Sebalai
“Tradisi ini adalah tradisi yang hampir terlupakan di Kota Pekanbaru. Di mana pada awalnya lampu colok ini berfungsi sebagai penerangan menuju masjid untuk melaksanakan ibadah di bulan Ramadan,” kata Muflihun yang dimuat Detik.
Dirinya berharap tradisi ini bisa terus dilestarikan oleh masyarakat khususnya warga Melayu di Pekanbaru. Apalagi tradisi Lampu Colok ini sudah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai warisan budaya tak benda.
“Kami berharap masyarakat dapat berkreasi melestarikan budaya religi ini dan pada perlombaan festival colok. Ini agar dewan juri objektif menilai kreasi lampu colok dan tiap tahunnya dapat diberikan hadiah yang menarik bagi masyarakat yang ikut serta dalam festival ini,” ujarnya.
Digunakan sebagai alat penerang
Dimuat dari Indonesia.go.id, lampu colok dulu digunakan sebagai alat penerangan sehari-hari, yang diletakkan di depan pintu rumah. Di sisi lain, keberadaan lampu colok sangat berguna bagi anak-anak yang pergi mengaji di tengah kegelapan.
Selain itu, lampu colok juga menjadi penerangan bagi masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, terutama para nelayan yang akan pergi melaut. Hingga kini, banyak anak-anak yang mengaji di masjid akan membawa kampu colok.
Lestarikan Budaya Melayu Bersama di Kampung Caping
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Melayu di Pekanbaru menggunakan lampu colok sebagai hiasan di depan rumah mereka menjelang bulan Ramadan, terutama saat menyambut malam Lailatul Qadar.
Lampu colok juga digunakan secara turun temurun sebagai penerang jalan bagi masyarakat yang ingin membayar zakat fitrah setiap malam ke-27 Ramadan ke masjid atau ke rumah masyarakat yang menghimpun zakat fitrah.
Ditetapkan WBTB
Lampu colok termasuk ke dalam warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia yang telah ditetapkan pada 2021 melalui jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI. Guna mempertahankan tradisi ini, pemerintah setempat melibatkan 200 pemuda.
Biasanya para pemuda akan mengumpulkan kaleng bekas yang ada di lingkungan sekitar maupun meminta ke warga yang memang pengumpul kaleng bekas. Sementara itu keperluan kayu sebagai tiang tiang tempat lampu colok.
Sejarah Kebudayaan Melayu di Pulau Penyengat
Keberadaan festival ini dianggap memiliki makna yang lebih dalam, karena lampu colok telah diakui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda.
“Dengan demikian, festival lampu colok bukan hanya sekadar perayaan, melainkan juga merupakan upaya konkret dalam melestarikan kekayaan budaya bangsa,” ujar Wakil Bupati Riau, Bagus Santoso.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News