Pemerintah tengah menggodok rencana pengembangan satelit low earth orbit (LEO) yang mirip dengan Starlink. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kemudian mendaftarkan slot orbit atau foling satelit NGSO untuk orbit equatorial.
Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi telah bertemu dengan Sekretaris Jenderal International Telecommunication Union atau ITU Doreen Bogdan-Martin. Pihaknya membahas rencana Indonesia untuk mengembangkan satelit LEO seperti Starlink.
“Rencana pengembangan satelit LEO agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pengembang yang kompetitif di level global,” jelas Menteri Budi.
Karena itulah, pihaknya mendiskusikan kerja sama dengan ITU dalam merealisasikan rencana pengembangan satelit LEO. Adapun bentuk kerja sama yang bisa dilakukan, yakni pengembangan kapasitas, pemanfaatan berbagai forum substantif, dan dukungan para ahli.
Baca juga Kantongi Izin, SpaceX Bakal Uji Coba Satelit Starlink di IKN Tahun Ini
Satelit NEO-1 Buatan Indonesia
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sebelumnya mengembangkan Satelit NEO-1, kini memasuki fase penyelesaian. Satelit ini merupakan bagian dari konstelasi satelit nasional yang berfungsi untuk mengobservasi Bumi.
Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN menargetkan penyelesaian akhir serta persiapan peluncuran Satelit NEO-1 antara akhir tahun 2024 atau awal 2025. Satelit akan diluncurkan pada ketinggian sekitar 500 kilometer dari permukaan Bumi.
Adapun misi utama Satelit NEO-1 adalah observasi Bumi menggunakan kamera optik line scanner dan kamera termal inframerah. NEO-1 diharapkan bisa mendukung bidang penginderaan jauh yang bermanfaat untuk aplikasi pertanian, kehutanan, hingga kelautan.
Satelit itu juga mengemban misi pemantauan maritim dengan membawa muatan Space Based Automatic Identification System (AIS) Receiver. Misi ini memungkinkan untuk mengamati lalu lintas maritim secara global.
Baca juga Satelit Merah Putih 2 Meluncur di AS, Dukung Koneksi Internet ke Seluruh RI
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News