Apakah Kawan pernah mendengar sebuah alat musik yang bernama Gordang Sambilan?
Gordang Sambilan merupakan salah satu alat musik khas yang bisa Kawan temui ketika berkunjung ke daerah Sumatra Utara.
Lantas bagaimana pembahasan lebih lanjut tentang alat musik Gordang Sambilan tersebut?
Asal Gordang Sambilan
Gordan Sambilan merupakan alat musik yang menjadi salah satu kesenian yang ada di tengah masyarakat suku Batak Mandailing.
Alat musik ini bisa Kawan jumpai di daerah Mandailing Natal, Sumatra Utara.
Tahukah Kawan bahwa alat musik ini ternyata sudah ada sejak ribuan tahun silam?
Salah satu sumber menyebutkan bahwa alat musik Gordang Sambilan diperkirakan sudah muncul sejak pertengahan akhir abad ke-15, tepatnya pada 1475.
Pada periode waktu tersebut, daerah Mandailing Natal masih berada di bawah Kerajaan Nasution yang dipimpin oleh Raja Sibaroar.
Alat musik ini digunakan oleh masyarakat Mandailing Natal pada periode waktu tersebut untuk kegiatan pesta pernikahan maupun hiburan rakyat.
Jika diartikan, Gordang Sambilan bisa dibagi ke dalam dua kata berbeda.
Gordang memiliki arti sebagai gendang atau bedug. Sementara itu, sambilan bisa diartikan sebagai sembilan.
Dari arti kata tersebut Gordang Sambilan bisa diartikan sebagai alat musik gendang yang terdiri dari sembilan buah yang memiliki ukuran relatif besar dan panjang.
Masing-masing gendang ini memiliki ukuran yang berbeda-beda.
Biasanya setiap gendang yang ada dalam Gordang Sambilan akan diurutkan dari yang kecil hingga terbesar.
Setiap gendang ini juga memiliki penamaan dan fungsinya tersendiri.
Gendang satu dan dua dari ukuran terkecil menghasilkan nada yang dikenal dengan taba-taba.
Kemudian, gendang tiga menghasilkan nada yang disebut tepe-tepe dan gendang empat yang dikenal dengan kudong-kudong.
Selanjutnya gendang lima dan enam menghasilkan nada yang disebut sebagai kudong-kudong nabalik dan pasilion.
Terakhir, gendang tujuh, delapan, dan sembilan menghasilkan nada yang dikenal dengan sebutan jangat.
Dalam prakteknya, alat musik Gordang Sambilan ini biasanya dimainkan oleh enam orang secara bersamaan.
Nantinya, para pemain ini akan dipimpin oleh seseorang yang dikenal dengan sebutan Panjangati yang biasanya memainkan gendang yang paling besar atau jangat.
Panjangati ini akan bertugas untuk mengolah ritme yang akan dimainkan dalam instrumen alat musik tersebut.
Baca Juga : Mengenal 7 Alat Musik Tradisional Sumatra yang Unik dan Menawan
Kegunaan Gordang Sambilan

Pada saat ini, masyarakat yang mendiami daerah Mandailing Natal mayoritas memeluk agama Islam.
Namun, sebelum agama Islam masuk ke daerah ini, masyarakat Mandailing Natal masih memiliki kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau leluhur.
Hal ini juga berkaitan dengan fungsi kegunaan dari alat musik Gordang Sambilan.
Pada awalnya, alat musik ini digunakan dalam sebuah upacara adat yang dikenal dengan nama Paturuan Sibaso.
Upacara adat ini merupakan ritual pemanggilan roh nenek moyang yang dilakukan oleh masyarakat Mandailing Natal.
Nantinya roh nenek moyang tersebut akan merasuki medium sibaso.
Biasanya ritual ini dilakukan oleh masyarakat Mandailing Natal mengalami kesulitan, seperti adanya wabah penyakit menular yang menyerang wilayah tersebut.
Selain Paturuan Sibaso, Gordang Sambilang juga digunakan untuk ritual adat lain, yakni upacara Mangido Udan.
Upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat Mandailing Natal untuk meminta hujan lekas berhenti karena sudah menimbulkan banjir dan merusak hasil panen yang mereka miliki.
Seiring berjalannya waktu, penggunaan alat musik Gordang Sambilan tidak lagi digunakan untuk ritual adat saja.
Pada saat ini, Gordang Sambilan juga digunakan sebagai alat musik yang ditampilkan dalam acara tradisional yang diadakan di daerah tersebut.
Baca Juga : Penggunaan Alat Musik Tradisional dalam Perayaan Liturgi: Inkulturasi dan Pelestarian
Lagu yang Mengiringi
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, alat musik Gordang Sambilan pada saat ini tidak hanya digunakan untuk ritual adat yang sakral saja.
Terkadang, alat musik ini juga bisa digunakan untuk mengiringi upacara lain, seperti Orja Godang Markaroan Boru dan Orja Mambulungi.
Orja Godang Markaroan Boru merupakan upacara perkawinan yang ada di masyarakat Batak Mandailing.
Sementara itu, Orja Mambulungi merupakan upacara kematian yang ada di kebudayaan tersebut.
Meskipun demikian, diperlukan izin dari tokoh-tokoh adat, seperti Namora Natoras dan Raja untuk bisa menggunakan Gordang Sambilan dalam kedua upacara itu.
Selain untuk upacara adat, Gordang Sambilan biasanya juga digunakan untuk mengiringi tari yang dikenal dengan sebutan Sarama.
Biasanya pada saat tarian ini ditampilkan, Penyarama atau orang yang menarikan Tari Sarama akan mengalami kesurupan karena dimasuki oleh roh nenek moyang.
Sumber:
- https://ksdae.menlhk.go.id/artikel/9435/gordang-sambilan-budaya-mandailing.html
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/gordang-sembilan/
- https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Gordang_Sambilan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News