Suku Tengger di Jawa Timur merupakan satu dari sedikit masyarakat adat di Indonesia yang masih mempertahankan tradisi dan budayanya, salah satunya adalah unan-unan atau upacara untuk melengkapi bulan yang hilang.
Dimuat dari Indonesia.go.id, hal yang menarik dari ritual ini adalah orang Tengger melaksanakan ritual ini tiap lima tahun sekali berdasarkan hitungan kalender setempat. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur.
Ternyata bukan hanya ucapan rasa syukur, tradisi ini ternyata untuk memperpanjang bulan dalam kalender tradisional Suku Tengger. Hal itu menjadi simbol dari kesatuan mereka dengan alam dan langit.
Kasodo, Mendengar Bisikan Bromo Kala Menyepi dari Hingar Dunia
Kalender Suku Tengger memang berbeda dengan kalender pada umumnya. Bila kalender pada umumnya terdapat 12 bulan, tetapi kalender Suku Tengger terdapat 13 bulan yang disebut Landung.
“Jika memasuki tahun Landung maka masyarakat Tengger akan mengadakan upacara Unan-unan yang bertujuan untuk memperpanjang bulan Landung sekaligus dengan tradisi pembersihan desa,” tulis Aldilla Dinda Yuniarta yang dimuat Kumparan.
Bentuk persembahan
Unan-unan digelar dalam bentuk persembahan sesaji berupa kepala kerbau. Masyarakat Tengger menggunakan kerbau sebagai sesaji karena mereka meyakini bahwa hewan bertanduk itu merupakan binatang pertama yang muncul di bumi.
Upacara dilakukan di seluruh desa yang dihuni oleh masyarakat Suku Tengger kawasan dataran tinggi Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru (TNGBTS) yang meliputi Kabupaten Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Malang.
Kasada: Hari Raya bagi Suku Tengger Beragama Hindu
Masyarakat di tiap desa bakal menyiapkan 100 tusuk sate, 100 jenis jajanan pasar hingga 100 tumpeng yang digabung dengan kepala kerbau utuh. Sesaji itu diletakkan di dalam keranda berbentuk tubuh kerbau atau dikenal sebagai ancak pada bahasa setempat.
“Menjelang siang, sesaji akan diarak ke lokasi persembahyangan diikuti oleh seluruh warga, baik yang beragama Hindu Bali ataupun Islam dan Buddha yang juga banyak dianut oleh keturunan Suku Tengger.”
Supaya terhindar dari bencana
Bagi masyarakat desa yang terletak di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut tersebut, unan-unan digelar sebagai permohonan agar diberikan keselamatan dan terhindar dari bencana.
Karena itu bagi Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Lumajang, Agus Triyono mengatakan bahwa unan-unan lebih dari sekadar ritual ungkapan rasa syukur semata, tetapi juga menjadi keharusan untuk menjaga keharmonisan alam.
6 Suku di Jawa Timur yang Eksis Hingga Kini
“Unan-unan yang dilaksanakan di Desa Ranupani adalah cermin dari rasa syukur yang mendalam. Ini sebuah warisan leluhur yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan Suku Tengger menyebutnya sebagai Landung. Kami, sebagai bagian dari alam ini, merasa berkewajiban untuk merawatnya. Semoga kita dilindungi dan diberkahi,” katanya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News