Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Hal ini karena Indonesia merupakan suatu negara kaya akan kebudayaan. Salah satunya adalah suku Komering yang terletak di Sumatra Selatan. Mereka menyebar di sepanjang sungai Komering dan mencakup wilayah budaya yang meluas hingga ke Lampung.
Mayoritas penduduk Komering adalah migran yang tinggal di daratan sepanjang sungai buatan atau di sekitar bendungan yang dibangun pada zaman Belanda. Mayoritas penduduknya yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian, yang kini telah meningkatkan penggunaan teknologi pertanian modern. Hal ini tercermin dari julukan "lumbung pangan Sumatra Selatan" yang diberikan kepada daerah tersebut.
Suku Komering termasuk suku tertua di Sumatra disebut juga sebagai Proto Malayan bersama dengan suku-suku lain seperti Mentawai, Enggano, Nias, Batak, Kubu, dan Orang Laut. Asal-usul kata "Komering" diduga berasal dari bahasa Hindu kuno yang diberikan oleh pedagang India, artinya "Pinang".
Pada abad ke-19, daerah ini sering dikunjungi oleh pedagang dari India. Di wilayah Kabupaten Ogan Komering, Suku Komering hidup berdampingan dengan suku-suku lain seperti suku Ogan, suku Dayak, suku Ranau, suku Semendo, dan suku Kisam.
Kebudayaan yang kaya dan beragam dari suku Komering menghasilkan berbagai bentuk seni budaya yang mencerminkan identitas mereka. Salah satu contohnya adalah tari sada sabai, tari sambut sebimbing sekundang, dan tari penguton.
Menikmati Tarian Tradisional Indonesia di Denmark
Tari Sada Sabai
Di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kota Martapura memiliki sebuah tarian tradisional yang disebut tari sada sabai. Tarian ini merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang dan biasanya dipentaskan dalam acara pernikahan. Tari sada sabai menjadi ungkapan kegembiraan dan restu dari kedua keluarga pengantin, sebagai simbol penyatuan ikatan keluarga di antara mereka. Tarian ini dilakukan oleh kedua belah pihak, baik dari keluarga pengantin pria maupun wanita.
Sada yang artinya pihak dari pengantin perempuan, sedangkan sabai yang artinya pihak dari pengantin laki-laki. Keistimewaan tarian sada sabai adalah bahwa ia melibatkan kedua pihak besan bukan hanya satu pihak (biasanya pihak besan wanita saja), seperti dalam tari pagar pengantin yang hanya melibatkan penari dan pengantin wanita. Melalui tarian yang melibatkan kedua pihak besan ini, terbentuklah sebuah sistem sosial di antara keduanya.
Ragam gerak tari sada sabai hanya memiliki satu ragam gerak yaitu, ragam gerak silat tigol. Ciri khas tari sada sabai terdapat pada jentikan tangan dan posisi badan sedikit merendah atau membungkuk. Penari laki-laki Sada Sabai memakai telok belango, tanjak kepundak, dan kain pincungan, sementara penari perempuan menggunakan kebaya dan songket.
Sada dan Sabai menggambarkan pihak masing-masing dari kedua keluarga yang akan bersatu melalui pernikahan. Ketika mereka menari Sada Sabai, kedua pengantin memperlihatkan kasih sayang kepada orang tua mereka dengan mengipasi mereka sebagai simbol penghargaan dan cinta anak.
Barong Bali, Tarian Tradisional Sarat Makna dan Dianggap Paling Sakral
Tari Sambut Sebimbing Sekundang
Tari sambut sebimbing sekundang, sebuah tarian adat yang berasal dari komunitas Ogan Komering Ulu diciptakan pada tahun 1971 oleh Drs. Kusni Karana merupakan koreografer sekaligus seniman di Sumatra Selatan. Tari ini dipersembahkan oleh sembilan penari, termasuk satu penari putri yang membawa tepak, dua penari laki-laki yang membawa tombak sebagai pengawal, satu penari laki-laki yang membawa payung, dan lima penari putri lainnya sebagai penari.
Nama Sebimbing Sekundang selain digunakan sebagai nama untuk tari tradisional di daerah Ogan Komering Ulu (OKU), juga menjadi semboyan Kabupaten Ogan Komering Ulu, yang menggambarkan semangat untuk berjalan bersama dan saling membantu demi meraih kesuksesan. Pertunjukan tari ini dapat disaksikan baik di dalam gedung maupun di luar ruangan.
Gerakan dalam tarian ini merupakan paduan dari lima suku yang berbeda di Kabupaten OKU, yakni Suku Ogan, Komering, Semende, Daya, dan Ranau. Tari sambut sebimbing sekundang dibuat atas permintaan Bupati Ogan Komering Ulu saat itu dijabat oleh M. Muslimin. Meminta adanya sebuah pertunjukan tari yang bisa mencerminkan kebudayaan, keagungan, kebesaran, serta kehidupan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu untuk menyambut tamu.
Tari Ja'i, Tarian Tradisional dari Ngada yang Bikin Jokowi Bergoyang
Tari Penguton
Tari penguton yang diyakini sebagai tari tertua di Sumatra Selatan disebut-sebut telah ada sebelum terciptanya tari gending sriwijaya. Untuk membuktikan hal ini, penelitian sedang dilakukan untuk menemukan asal-usul tari tersebut.
Dimulai dari Kota Kayuagung di mana tari penguton berasal. Kayuagung terletak di salah satu kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Pada masa lalu, Kabupaten Ogan Komering Ilir belum terbentuk, dan wilayah tersebut hanya terdiri dari desa-desa dan dusun. Kayuagung sejak awal, memiliki kedudukan yang sangat penting di antara desa-desa lainnya, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang mewakili wilayah sekitarnya.
Desa-desa di sekitar Kayuagung terdiri dari sembilan kesatuan administratif lokal dikenal sebagai Marge Siwe, yang artinya sembilan marga/desa/dusun setelah kesepakatan dengan para pemangku adat. Tari Pengormatan ini merupakan tari tradisi yang melibatkan sembilan desa/kelurahan yang ada pada saat itu.
Penguton asal kata "uton" yang berarti sambut dalam bahasa setempat, diartikan sebagai penyambutan. Tari penguton disajikan pada upacara adat yang juga dikenal sebagai upacara Penguton. Upacara ini merupakan bentuk penghormatan kepada tamu yang diagungkan oleh masyarakat Kayuagung, seperti raja, kepala suku/marga, penghulu, Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, dan lain-lain.
Referensi:
https://journal.student.uny.ac.id/index.php/tari/article/download/13632/13156
https://giwang.sumselprov.go.id/budaya/detail/141
https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/greget/article/view/535/539
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News