Penulis: Anny Sartika Daulay, Putri Dwi Annisa
#LombaArtikelPKN2023#PekanKebudayaanNasional2023#IndonesiaMelumbung untuk Melambung
Batak adalah salah satu suku asli Sumatera Utara. Suku Batak memiliki sub-Suku yaitu: Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Batak Mandailing. Adapun kesamaan tatanan hidup suku Batak dikenal dengan adanya filosofi Dalihan na Tolu. Istilah Dalihan Na Tolu dikenal dalam adat Batak Toba, Batak Angkola dan Batak Mandailing. Sedangkan Batak Simalungun menyebut dengan Tolu Sahundulan, Batak Karo mengenal Rakut Sitelu dan Daliken Sitelu bagi Batak Pakpak.
Dalihan Na Tolu merupakan filosofi hidup masyarakat Batak yang telah ada ratusan tahun, sejak kepemimpinan para Raja Batak diwariskan kepada generasi secara turun temurun dan masih tetap dijalankan hingga saat ini (1)(2). Dalihan Na Tolu dilaksanakan sebagai identitas dan pedoman hidup yang mengatur sistem kekerabatan yang menghasilkan nilai kemasyarakatan sekaligus pedoman serta faktor penentu dalam budaya Batak Angkola dan Mandailing (3). Budaya Batak Toba menunjukkan adanya nilai kekerabatan karena mengedepankan prinsip musyawarah, persaudaraan, persahabatan dan kerukunan dalam segala bidang kehidupan. Dengan demikian sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu memiliki fungsi sosial, keagamaan dan sebagai simbolik sehingga dapat membentuk harmoni sosial yang baik (4). Kearifan lokal Dalihan Na Tolu dapat digunakan sebagai dasar kehidupan sosial bermasyarakat sehingga perlu dilakukan pelestariannya.
Konsep budaya Batak Dalihan Na Tolu yang berarti tiga tumpuan batu yang digunakan masyarakat Batak untuk memasak dengan bahan bakar kayu. Tungku itu dalam bahasa Batak disebut Dalihan. Sedangkan Na Tolu menyatakan batu yang digunakan berjumlah tiga. Adapun tiga unsur pembentuk Dalihan Na Tolu dalam tatanan adat Batak Angkola dan Batak Mandailing adalah Mora, Kahanggi dan Anak Boru. Sedangkan Dalihan Na Tolu dalam Batak Toba terdiri atas Hula-hula (Mora), Dongan Tubu (Kahanggi) dan Boru (Anak Boru).
Unsur pembentuk Dalihan Na Tolu memiliki sistem kekerabatan yang sama penting. Kekerabatan ini diwariskan kepada setiap anak suku Batak dengan adanya marga disetiap tali turunan (5). Dalihan Na Tolu memberikan pedoman berperilaku masyarakat Batak Toba seperti berkomunikasi, bertindak dan menyelesaikan berbagai permasalahan sosial sehingga kehadiran Dalihan Na Tolu menjadi norma yang mengatur interaksi agama dan adat, mulai daripada upacara adat sebelum kelahiran sampai dengan upacara adat setelah kematian, yang meliputi upacara sukacita maupun dukacita (4). Dalam masyarakat Batak Angkola Tapanuli Selatan, Dalihan Na Tolu mengatur mengenai pelaksanaan upacara Siriaon meliputi peristiwa perkawinan dan kelahiran, upacara Siluluton merupakan peristiwa kematian dan musibah (6). Selain itu Dalihan Na Tolu juga berperan dalam menyelesaikan masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat adat Batak Angkola juga pemerintahan bahkan dalam masalah konflik antar agama. Masyarakat Batak Angkola dapat memanfaatkan eksistensi keberadaan Dalihan Na Tolu dalam menyelesaikan masalah perkawinan sehingga perceraian (marsirang) dapat dihindari.
Mora/ hula-hula adalah keluarga dari pihak istri atau barisan marga dari pihak keluarga isteri, ibu dan nenek. Kedudukan Mora (Saudara laki-laki ibu/ Tulang dan Kahangginya) lebih tinggi dari ayah dari isteri beserta kahangginya, karena Tulang sudah ada pertalian darah secara langsung. Kahanggi/ Dongan Tubu adalah barisan saudara semarga, menekankan bahwa sebagai teman semarga harus saling tolong menolong agar tali persaudaraan tidak terputus. Anak Boru / Boru adalah suami dari anak perempuan atau keluarga dari pihak menantu laki-laki dan anak laki-laki dari saudara perempuan (7).
Kearifan lokal yang terdapat dalam filosofi Dalihan Na Tolu dimana Mora/Hula-hula, Kahanggi/Dongan Tubu dan Anak Boru/ Boru mempunyai fungsional yang ditata dengan sistem kekerabatan dalam suatu konstruksi sosial yang mengatur sikap dan perilaku dalam lingkaran budaya adat Dalihan Na Tolu. Seseorang dalam tatanan adat dapat menjadi Mora, Kahanggi atau Anak Boru sesuai dengan hubungan kekerabatannya.
Dalihan Na Tolu mengatur sikap terpuji yaitu:
Sikap hormat kepada keluarga pihak pemberi istri/ ibu dengan istilah Somba marhulahula/ marmora.
Sikap berhati-hati kepada teman semarga, disebut dengan Manat mardongan tubu.
Sikap membujuk/ mengayomi anak perempuan dan pihak yang menerima anak perempuan, istilahnya Elek marboru (8).
Tiga unsur Dalihan Na Tolu ini mempunyai kewajiban dan tanggung jawab masing-masing yang sama penting untuk menopang suatu upacara adat budaya Batak. Dalihan Na Tolu disimbolkan dengan tiga tungku, bertujuan untuk menunjukkan kesamaan peran, kewajiban dan hak dari ketiga pembentuk Dalihan Na Tolu tersebut (6), dimana ketiganya saling menghargai peran dan tanggung jawab masing masing.
Dalihan Na Tolu sebagai landasan falsafah dalam menjalankan tatanan adat Batak selaras dengan ajaran agama Islam maupun Kristen. Hal ini juga dipegang teguh oleh masyarakat suku Batak di perantauan seperti di daerah Brebes (9). Meskipun pelaksanaannya sendiri sudah mengalami beberapa perubahan, namun tetap menjaga kesakralan dan prosesi upacara adat. Sehingga Dalihan Na Tolu masih tetap dilestarikan pelaksanaannya sampai dengan saat ini.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa falsafah Dalihan Na Tolu menjunjung tinggi nilai kekeluargaan yang erat dalam masyarakat, mengutamakan demokrasi, melahirkan nilai kasih sayang dalam kebersamaan. Disamping itu terdapat budaya gotong royong yang memperkuat jiwa Bhinneka Tunggal Ika. Toleransi beragama dapat terjaga dengan baik karena suku Batak menganut agama yang berbeda sesuai dengan kepercayaannya. Bangsa Indonesia perlu mengadopsi kearifan Dalihan Na Tolu dalam menyelesaikan masalah perundungan, problema dunia pendidikan, pembalakan liar, bencana alam dan permasalahan nasional lainnya. Semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert B, Brown EB. Dalihan Na Tulo Pada Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan. 2004. p. 114.
2. Sentani S. Menilik Falsafah Dalihan Na Tolu Suku Batak [Internet]. Https://Stakpnsentani.Ac.Id/. 2021. Available from: https://stakpnsentani.ac.id/2021/04/06/menilik-falsafah-dalihan-na-tolu-suku-batak/
3. Nuddin M. ANALISIS KONSEP DALIHAN NA TOLU.pdf [Internet]. 2021. Available from: https://etd.uinsyahada.ac.id/7147/
4. Firmando HB, Studi P, Agama S. Kearifan Lokal Sistem Kekerabatan Dalihan Na Tolu. Journal, Aceh Anthropol. 2021;5(1):1636.
5. Pasaribu S. Etika Dalihan Natolu dalam Masyarakat Batak Muslim. 2020;167.
6. Pulungan A. Dalihan Na Tolu, Peran Dalam Proses Interaksi Antara Nilai-Nilai Adat Dengan Islam Pada Masyarakat Mandailing Dan Angkola Tapanuli Selatan. Vol. 1, Business and Social Science. 2018. 93 p.
7. Rosidin A. Dalihan Natolu Dari Perspektif Batak Angkola [Internet]. Available from: https://www.sipiroknarobi.com/2021/09/dalam-adat-batak-dalihan-na-tolu.html
8. Anonim. Dalihan Na Tolu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas [Internet]. Available from: https://id.wikipedia.org/wiki/Dalihan_Na_Tolu
9. Nainggolan SR. Eksistensi Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu pada Masyarakat Batak (Studi Kasus) [Internet]. 2011. 1115 p. Available from: https://lib.unnes.ac.id/6287/1/7794.pdf
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News