#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung
Masih ingatkah kawan dengan pertunjukan bantengan ini? Atau ada yang belum pernah mendengarnya?
Seni yang lahir dari Jawa Timur ini sesuai dengan namanya, yaitu seni tari yang menyerupai banteng dengan menggunakan kostum dari kain hitam dan topeng kepala banteng, serta diiringi alat musik tradisional kendang dan angklung.
Sebelum pertunjukan bantengan dimulai terdapat beberapa tahap yang harus dilalui. Mula-mula para penari bantengan dan pawang bantengan akan pergi ke danyangan (kuburan leluhur) membawa sesajen dan berdoa.
Setelah ritual di danyangan selesai para penari bantengan akan diarak ke tempat pertunjukan. Sepanjang perjalanan, mereka menari dengan anggun. Setelah acara karakan selesai para penari istirahat sejenak mengisi tenaga.
Tepat ketika para penari sudah mengisi tenaga, mereka mulai memakai kostum dan menari dengan anggun lagi. Tarian banteng yang anggun ini hanya bertahan setelah dua kali iringan musik.
Para penari akan duduk melingkar dengan hikmat. Pawang bantengan akan pergi ke tengah para penari sambil membawa sesajen. Sekali lagi sesajen itu dibacakan semacam mantra. Setelah pembacaan mantra selesai, pawang bantengan akan mencambukan pecutnya. Minimal pecut sekali cambuk, apabila para penari belum bergerak brutal, pecut akan terus dicambuk sampai para penari kalap dirasuki roh.
Inilah puncak dari tari bantengan, para penari akan serupa dengan watak asli banteng, mengamuk ke sana kemari mencari mangsa, entah itu tanaman atau hewan, pun para penonton sering luput terkena amukan para bantengan, terutama penonton yang bersiul.
Mengingat arti filosofi tarian ini merujuk pada kehidupan banteng, yang mana para banteng selalu hidup berkelompok. Sama halnya dengan manusia, selalu hidup bersama dan saling membutuhkan satu sama lain, yang menimbulkan perilaku gotong royong dan persatuan. Selain untuk pertunjukan menghibur, bantengan juga dilakukan untuk upacara tolak bala.
Seiring perkembangan zaman tentu saja seni ini pernah karatan pada beberapa tahun lalu. Perubahan teknologi berperan besar dalam mengubah budaya sekitar. Memang selalu ada orang yang merasa kehilangan budayanya.
Bagaimana pun caranya mereka selalu berusaha untuk mengembalikan citra budaya yang pernah hilang. Perlahan dengan membentuk paguyuban seni bantengan yang semakin lama semakin berkembang biak lagi para penikmat bantengan.
Hingga awal tahun 2023 membludak sudah budaya ini, terutama daerah Kabupaten Malang, hampir setiap hari tidak ada jadwal kosong bagi para penari bantengan. Kabar baiknya usaha mereka dalam mengembalikan budaya ini memang berhasil, tetapi tidak sepenuhnya seperti dulu.
Pertunjukan bantengan sekarang tidak lagi menggunakan iringan alat musik tradisional, melainkan menggunakan musik yang sudah jadi dari sound system. Meskipun suara iringannya sama, tentu saja nilai budaya mulai berkurang.
Buruknya sempat terjadi pelencengan dari seni ini. Ada beberapa oknum yang menggunakan seni ini perihal pribadi. Beruntungnya kasus ini segera diberantas oleh payuguban penekun seni.
Menurut pawang bantengan yang sudah pensiun, "Bantengan ini semakin lama semakin pudar nilai seninya, memang tidak hanya bantengan, tetapi semua seni pasti akan memiliki masa pudarnya. Karena itu semua seni harus dijaga dan diwariskan, setidaknya satu orang sudah cukup untuk mewariskan kepada turunannya yang lain. Budaya itu harus dijaga karena kebiasaan kita terbentuk dari budaya."
Setelah benar-benar hilang, kini bantengan berhasil menarik para penikmatnya, tidak hanya penikmat yang sepuh, justru lebih banyak penikmat baru. Tidak buruk juga meskipun tidak diiringi alat musik tradisional. Boleh saja kawan mengikuti semua perkembangan dan kemajuan teknologi, tetapi jangan sampai lupa dengan budaya sendiri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News