Pernahkah Kawan GNFI mendengar istilah ‘rumah bongkar pasang’ atau rumah knock down? Jika belum, mungkin di antara Kawan GNFI pernah melihat bentuknya atau bahkan tinggal di dalamnya. Jenis bangunan ini cukup terkenal di Indonesia dan banyak digunakan sebagai tempat-tempat penginapan di daerah wisata, seperti Bali, Bandung, Malang, dan sebagainya.
Apa Itu Rumah Bongkar Pasang?
Kepopuleran Rumah Bongkar Pasang adalah karena keunikannya yang terletak pada konsep arsitektur bangunan. Sesuai namanya, Rumah Bongkar Pasang adalah bangunan yang terdiri dari komponen-komponen kayu; yang dibangun di tempat pembuatannya; lalu dibongkar dan kemudian dirakit kembali sesuai lokasi yang diinginkan oleh pelanggan.
Dengan konsep ini, proses konstruksi menjadi lebih efisien karena memungkinkan pemilik untuk memodifikasi, memperluas, atau bahkan memindahkan rumah mereka dengan mudah. Hal ini dimungkinkan karena teknik pembuatan rumah tradisional secara jepit, tumpu, tekan dan tarik. (Siswanto, 2009).
Mengunjungi Rumah Si Pitung, Rumah Panggung Tradisional Betawi di Pesisir Utara Jakarta
Saya pun baru tahu belakangan ini, kalau ternyata rumah bongkar pasang telah banyak digunakan di daerah-daerah yang sangat jauh dari tempat pembuatannya yang berada di Desa Tanjung Batu Seberang dan Tanjung Baru Petai, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.
Ketika itu, saya dalam perjalanan untuk mengikuti kegiatan pengaderan jurusan yang berada di Lumin Camp, salah satu tempat perkemahan di Kota Padang. Di sana saya melihat tempat penginapan yang bernuansa alam. Hal yang menarik adalah bangunan yang digunakan sebagai tempat penginapan merupakan jenis rumah bongkar pasang yang berasal dari daerah saya.
Usang Sungging dan Putri Pinang Masak
Namun, belum ada riset kesejarahan yang memadai mengenai bagaimana proses keahlian membuat rumah bongkar pasang menjadi sebuah budaya. Bahkan, bisa menjadi sebuah industri pada masyarakat Desa Tanjung Batu Seberang dan Desa Baru Seberang. Untuk menjelaskan hal ini, biasanya masyarakat akan merujuk pada sebuah cerita rakyat yang sangat populer di Sumatera Selatan, khususnya pada masyarakat Kecamatan Tanjung Batu.
Cerita itu bermula dari kisah Usang Sungging dan Putri Pinang masak. Dalam ceritanya, Usang Sungging bernama asli Abdul Hamid. Ia merupakan seseorang yang memiliki banyak keahlian, seperti merancang bangunan, melukis, mengukir, memahat, dan banyak lagi.
Sementara Putri Pinang Masak memiliki nama asli Putri Nafisah. Ia digambarkan sebagai perempuan yang memiliki paras yang cantik jelita dan pipihnya merah merona bagaikan buah pinang masak. Selain parasnya yang cantik luar biasa, Putri Pinang Masak juga mempunyai keahlian dalam menganyam, seperti membuat bakul dari kulit bambu dan kerajinan tangan lainnya.
Kelak suatu hari mereka bertemu dan memutuskan untuk menjalin kasih. Namun, nasib tragis yang menimpa Putri Pinang Masak membuat keduanya berpisah untuk selama-lamanya.
Krong Bade, Rumah Adat Panggung Masyarakat Aceh
Diceritakan juga Usang Sungging dan Putri Pinang tinggal di sebuah daerah yang saling berdekatan dan mereka sama-sama mengajarkan keahliannya kepada masyarakat setempat. Menurut kepercayaan lokal, daerah yang menjadi tempat bermukim Usang Sungging dan Putri Pinang Masak adalah desa-desa yang berada di Kecamatan Tanjung, Kabupaten Ogan Ilir.
Masyarakat percaya kedua tokoh inilah yang mewariskan keahliannya sehingga membentuk bidang usaha dan mata pencaharian yang ditekuni oleh penduduk desa-desa yang ada di Kecamatan Tanjung Batu. Mata pencarian tersebut antara lain pandai besi diwariskan oleh masyarakat Desa Limbang Jaya dan Tanjung Pinang, pandai emas pada masyarakat Desa Tanjung Batu, kerajinan tikar purun, dan kipas tangan pada masyarakat Desa Tanjung Tambak.
Ada pula pandai seng pada masyarakat Tanjung Atap dan yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini, yaitu rumah kayu bongkar pasang pada masyarakat Desa Tanjung Batu Seberang dan Desa Tanjung Baru Petai.
Nilai-nilai Kearifan Lokal Rumah Bongkar Pasang
Rumah kayu bongkar pasang berkembang dari sebuah karya budaya menjadi industri dengan nilai ekonomi yang sangat menjanjikan. Ditambah perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat membuat pemasaran menjadi semakin luas dan kesempatan dalam bisnis ini kian terbuka lebar.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Johan, seorang kawan yang berkecimpung dalam bisnis ini (Oktober 2023), mengatakan bahwa harga dari rumah bongkar pasang berkisar Rp50 sampai Rp400 juta, tergantung ukuran dan kerumitan bentuk bangunan.
Industri rumah bongkar pasang tidak hanya menjual bangunan berbentuk rumah, tetapi sangat beragam. Johan lanjut menjelaskan bahwa pada awalnya rumah bongkar pasang hanya terdapat bentuk panggung yang mengikuti rumah adat di daerah Sumatra Selatan.
Kemudian, seiring dengan perkembangannya bentuk dan jenis bangunan rumah bongkar pasang semakin beragam, seperti bungalow, lumbung, segitiga lumbung, mushola, gazebo, dan bentuk lainnya sesuai pesanan konsumen.
Jangkauan dari rumah kayu bongkar pasang juga semakin luas. Tidak hanya daerah Sumatra Selatan, tetapi juga merambah ke Jawa hingga Bali.
Rumah Panggung terbesar di Dunia ada di Sumbawa
Tidak hanya bentuknya yang beragam, rumah bongkar pasang juga mengedepankan nilai estetika dalam pembuatannya. Pada rumah bongkar jenis panggung misalnya, terdapat ukiran di bagian pembatas teras sehingga menambah keindahannya.
Sementara bentuk bungalow memiliki bentuk atap yang melengkung memberikan kesan yang unik. Selain jenis rumah panggung, biasanya bentuk bungalow juga dijadikan pilihan untuk digunakan sebagai villa di tempat-tempat wisata.
Tidak sekedar menonjolkan sisi keindahannya, rumah bongkar pasang juga tetap mengutamakan fungsi dan kegunaan dari sebuah bangunan sebagai tempat berlindung. Nilai estetika mungkin tidak menjadi terlalu berarti kalau suatu bangunan tidak memberi rasa aman.
Oleh karena itu, nenek moyang kita terdahulu dalam membuat hunian buka cuma memikirkan kenyamanan tetapi juga keamanan. Misalnya rumah tradisional di Sumatera Selatan umumnya berbentuk panggung, hal ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya gempa bumi.
Rumah panggung memang sudah lama dikenal sebagai rumah anti gempa karena tiang-tiangnya yang tinggi membuat rumah lebih fleksibel sehingga meminimalisir kerusakan. Sementara, fungsi lainnya yaitu menghadapi air pasang dan menghindari hewan buas.
Begitu pun juga dengan rumah panggung dengan teknologi bongkar pasang buah karya kekayaan intelektual oleh masyarakat Desa Tanjung Batu Seberang dan Desa Tanjung Baru Petai.
Keahlian dalam membuat rumah bongkar pasang ini telah menjadi kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Kecamatan Tanjung Batu, khususnya pada masyarakat Desa Tanjung Batu Seberang dan Tanjung Baru Petai.
Dalam melestarikan rumah bongkar pasang masyarakat di kedua desa ini ini tidak hanya mewariskannya ke generasi selanjutnya. Namun, juga dapat menjadikan kearifan lokal yang ada sebagai sumber pemenuhan ekonomi dan memperkenalkannya ke daerah-daerah lain.
Hal ini sejalan dengan semangat Pemerintah dalam mengelola kekayaan budaya di Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Sumber:
https://peraturan.bpk.go.id/Details/37642/uu-no-5-tahun-2017
https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/lw/article/viewFile/1365/870
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News