#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung
Upacara Palakiah Palean Raga menjadi salah satu warisan budaya tak benda Bandung Barat yang terletak di Kampung Gunung Dukuh Desa Citapen Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Warisan ini dikembangkan oleh komunitas budaya Paguron Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara dan tercatat sebagai WBTB Provinsi Jawa Barat Tahun 2019 dengan Nomor Register 2019009450. Palakiah Palean Raga merupakan penguasaan teknik dalam upaya memijat, mengurut, dan menotok badan sebelum calon pesilat melakukan pelatihan seni bela diri Pencak Silat.
Tahun 1959 merupakan asal mula munculnya Upacara Palakiah Palean Raga yang diajarkan oleh Maha Guru KH. Adji Djaenudin bin H. Usman di Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara. Beliau mengajarkan tentang pengobatan patah tulang, mengurut, dan menotok bagian-bagian yang sakit.
“Ari guru silat kudu bisa menerkeun, nyageurkeun, nyambungkeun, ngarapetkeun kulit tepung kulit, tulang adek tulang.” kata Maha Guru KH. Adji Djaenudin bin H. Usman
Dalam upacara tersebut tidak hanya menggunakan kekuatan fisik dan mental, namun terdapat ritual yang memberi spritual dengan kekuatan doa ataupun mantra. Kalimat mantra yang diajarkan adalah pande panda pandalita lita kersaning Allah yang artinya setiap melakukan perbuatan itu harus dengan lemah lembut agar setiap luka bisa sembuh kembali oleh keputusan Allah SWT. Upacara Palakiah Palean Raga masih diadakan sampai saat ini dan diajarkan oleh murid terakhirnya yaitu Abah Adang Adjie Saefulloh.
Struktur Pelaksanaan Upacara Palakiah Palean Raga
Ritus Palakiah Palean Raga dilaksanakan pada saat orientasi calon pesilat masuk ke Paguron Ajaran Pencal Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka Nusantara. Bertujuan untuk melancarkan gerakan otot para calon pesilat agar mudah dalam menguasai jurus-jurus yang akan diajarkan. Mulai dilaksanakan dengan berdoa kepada Allah dan mengirimkan doa kepada leluhur yang telah mengajarkan Pencak Silat. Ada beberapa hal yang harus disiapkan sebelum melakukan memijat, mengurut, dan menotok dimulai, yaitu air susu, air putih, air kopi pahit, dan air kopi manis dalam wadah (beukong batok kalapa). Selanjutnya, diucapkan mantra/jangjawokan oleh Guru Besar Gadjah Putih. Lalu para murid akan diarahkan untuk meminum air dalam beukong batok kalapa tersebut. Kemudian setiap murid membuka baju dan dilanjutkan dengan mengurut.
Apa saja fungsi-fungsinya?
Upacara Palakiah Palean Raga memiliki fungsi sebagai edukasi, psikologi, sosial, dan kesehatan. Dalam fungsi edukasi, yaitu dapat mendidik siswa agar dapat menjaga kekuatan dirinya dan belajar pengetahuan tentang menotok atau mengurut. Fungsi psikologi, yaitu mengajarkan suatu keyakinan bahwa pembekalan ilmu pengetahuan bela diri diiringi dengan upaya preventif supaya pesilat yakin untuk mengembangkan keahlian dirinya melalui ilmu bela diri dalam kehidupan di masyarakat. Lalu dalam fungsi sosial, yaitu secara tidak langsung dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat agar dapat menjaga lingkungan dari ancaman atau perilaku manusia yang bersifat kekerasan atau kriminal. Terakhir dalam fungsi kesehatan, yaitu sebagai pengobatan tradisional yang mudah dan harga yang terjangkau murah.
Makna dalam Upacara Palakiah Palean Raga
Dalam proses Palakiah Palean Raga, terdapat banyak makna dalam Upacara Palakiah Palean Raga. Makna tersebut berasal dari setiap sesajen yang disiapkan untuk para leluhur, sebagai berikut:
- Parukuyan(tempat membakar kemenyan)
“Silokaning acining seuneu anu nyabdakeun bul kukus menyan putih panganteur dangiang wangi ka alam asap sucining ati.” Artinya seloka dari saripatinya api yang menyampaikan asap kemenyan pengantar rasa wewangian kepada alam kesucian hati.
- Ngukus kemenyan(membakar kemenyan)
“Bul kukus ka hyang agung kamanggungkanu seda kanu sakti.” Artinya proses menghasilkan asap mengepul dan memunculkan bau wangi yang menggambarkan bentuk doa yang dipanjatkan kepada Allah. Doa tersebut terbang menuju langit dengan harapkan tersebarnya wewangian menjadi kebaikan, sekaligus menjauhkan dari sifat kejahatan.
- Bekong batok kalapa
“Ulah kurung batok atawa nepika batok kohok.” Artinya manusia harus kreatif dan inovatif sehingga hidupnya bisa bermanfaat bagi masyarakat.
- Rujakeun
“Amrasa cep alam amsari saripati kakayon alam.” Artinya walaupun beda alam namun rasa kasih sayang antara yang masih hidup dengan yang sudah meninggal masih menyatu.
- Rokok garam beureum
“bako diseuseup haseupna ilang ka alam baqa.” Artinya bahwa yang berwujud sebab akibat akan hilang.
- Endog dara mangka baranah (telur ayam kampung)
Artinya bibit yang menjadi awal adanya sebuah proses berwujud hidup dan berkembang.
- Tumpeng
“pengkuh adab andalemi, mupusti amanat para leluhur.” Artinya ketaatan saat memegang kepercayaant, adat istiadat, serta kebiasaan yang nenek moyang atau para leluhur laksanakan.
- Bakakak hayam
“Babakti kanu Agung, Jembarna kanu Kawasa, Pasrah ikhlas ku ridhona. Hak Irodatna Allah.” Artinya kita berbakti kepada Allah, agar mendapatkan keberkahan dan ridhonya sebagai hak yang telah digariskan Allah SWT.
- Kopi manis
“Simbol manusia kudu amis budi parangina.” Artinya perjuangan yang sangat berat, akan mendapatkan hasil seiring dengan sifat budi pekerti yang baik dalam melaksanakan sesuatu atas keridhoan Allah SWT.
- Kopi pahit
“Cing pair daging lan Pahang tulang.” Artinya daging ini rasanya pahit tidak mudah luka, sedangkan pahang tulang, tubuh kita tulangnya keras kuat dan tidak mudah untuk dipatahkan.
- Air putih
“Banyu suci herang panon cahyaning gumilar pengabaran.” Artinya air putih atau air suci yang bening seperti mata memancarkan cahaya kewibawaan.
- Air susu
“Cirina Sumber kahirupan ti indung nu ngagedekeun jabang bayi.” Artinya walaupun dari putih jadi cokelat, tidak mengubah karakter manusia untuk menyembah Allah dengan keimanan yang selalu melekat.
- Dawegan (kelapa muda)
“Eusi sir banyu alam, ditumpang rasa Gula Kawung.” Artinya air kelapa berasal dari sumber alam akan mengandung rasa dan bersatu dengan gula dari pohon aren.
- Pakarang Pusaka Leluhur Gadjah Putih
Artinya berbagai senjata yang dipakai dalam pencak silat dan dihasilkan selama perjalanan ajaran Gadjah Putih hidup dan berkembang sebagai pusaka Maha Guru.
- Lisah Pangurutan
“Kulit leueur belut putih, kulit lita rapet daging, urat kawat waja wesi teuas raga wedug bahan.” Artinya minyak ramuan yang diurut menggunakan ini, kulit akan licin layaknya belut berwarna putih. Kulit yang luka akan kembali lagu ke asalnya tanpa bekas atau cacat. Urat besi yang liat seperti kawat baja, keras, dan kuat badan seluruh raga.
Dengan demikian, Palakiah Paleam Raga sangat berpengaruh dan masyarakat masih menghormati ajaran para leluhur Kampung Gunungdukuh. Untuk mengingatkan kembali tentang perilaku perjuangan para leluhur yang senantiasa berjuang dan menjaga pelajaran dari alam, sekaligus dapat menjadi pengobatan alternatif bagi masyarakat setempat.
Sumber Referensi:
M., Saleh 1991. Pencak Silat (Sejarah Perkembangan, Empat Aspek, Pembentukan Sikap dan gerak). Bandung: IKIP
Hernandi Tismara, S.Sos., M.Si. 2022. 10 Ritus Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Bogor: CV. Abdi Fama Group
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News