#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung
Semarang, sebuah kota yang kaya akan sejarah dan keberagaman budaya, selalu berhasil memikat hati wisatawan dengan warisan budaya mereka di tengah era globalisasi yang semakin gencar. Meskipun kita hidup di zaman ketika budaya asing begitu mudah meresap ke dalam negara Indonesia, warga Semarang telah gigih dalam upaya mereka untuk merawat dan memelihara tradisi-tradisi yang telah mengakar sejak zaman dahulu. Salah satu tradisi yang unik dan menarik di Semarang adalah Festival Popokan, yang melibatkan aksi saling melempar lumpur antar warga sebagai bentuk raya syukur manusia kepada tuhan pencipta alam semesta.
Sejarah Festival Popokan
Sejarah festival Popokan memiliki akar yang dalam dalam legenda Mbah Janeb, seorang tokoh dari keraton Kasunanan Solo. Ketika Mbah Janeb mendirikan pemukiman di tengah perjalanan menuju Demak Bintoro, pemukiman ini berkembang seiring dengan bertambahnya penduduk dan perkembangan pertanian. Namun, pemukiman ini dihadapkan pada masalah serius yaitu kehadiran seekor harimau yang mengancam keselamatan warga. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengusir harimau tersebut, semuanya gagal. Pada akhirnya, masalah ini disampaikan kepada Mbah Janeb, yang kemudian menghadapi harimau tersebut dengan membawa dedak atau bekatul. Pergesekan yang terjadi antara mbah Janeb dan harimau tersebut sukses besar. Dedak atau berkatul yang dilemparkan oleh Mbah Janeb berhasil membuat harimau tersebut ketakutan dan meninggalkan pemukiman. Kesuksesan ini memberikan kebahagiaan kepada semua warga, dan mereka merayakan momen tersebut. Akhirnya, warga memutuskan untuk melestarikan tradisi ini, walaupun dedak digantikan oleh lumpur dalam tradisi Popokan yang terlahir setelahnya.
Tujuan Festival Popokan
Festival Popokan memiliki berbagai tujuan yang dapat dicapai oleh pesertanya. Pertama, festival ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas perlindungan dan keselamatan yang diberikan kepada masyarakat setempat. Peserta dapat merasa bersyukur dan dapat mengungkapkan rasa terima kasih mereka melalui partisipasi dalam festival ini. Kedua, festival ini memiliki akar dalam sejarah yang melibatkan pengusiran harimau oleh mbah Janeb. Oleh karena itu, ada keyakinan bahwa festival ini juga memiliki kekuatan untuk menyucikan diri dan menolak bala, mirip dengan cara yang digunakan oleh mbah Janeb untuk mengusir harimau dengan dedak atau berkatul. Peserta merasa bahwa melalui melempar lumpur, mereka dapat memperoleh perlindungan dan keselamatan dari ancaman atau bencana yang mungkin terjadi, seperti yang dialami oleh leluhur mereka pada zaman dahulu
Pelaksanaan Festival Popokan
Festival Popokan adalah sebuah perayaan yang melibatkan serangkaian acara yang diadakan di Desa Sendang, Semarang, yang terletak di Jawa Tengah. Meskipun puncak acara adalah aksi melempar lumpur, festival ini sebenarnya dimulai dengan sebuah upacara membersihkan mata air. Hal ini disebabkan karena desa ini dinamai Sendang, yang artinya "mata air." Membersihkan mata air adalah simbol kebersihan dan kesucian sebelum memasuki festival utama. Setelah membersihkan mata air, acara dilanjutkan dengan tumpengan. Tumpengan merupakan sebuah hidangan tradisional Jawa yang biasanya terdiri dari nasi kuning dan berbagai lauk-pauk. Tumpengan memiliki makna mendalam dalam budaya Jawa dan sering dihadirkan sebagai bentuk syukur. Kemudian, dilanjutkan dengan acara kirab, yang melibatkan masyarakat membawa replika harimau. Acara ini memiliki sejarah khusus terkait dengan keberhasilan Mbah Janeb mengusir harimau dari pemukiman, seperti yang dijelaskan dalam sejarah festival. Setelah urutan acara ini selesai, puncak festival popokan dimana aksi melempar lumpur pun dimulai. Replika harimau yang telah dibawa tadi ditempatkan di sawah, dan peserta festival melempari lumpur ke replika harimau itu dan juga kepada peserta lainnya. Namun, sebelum acara ini dimulai, doa dan sesaji biasanya diadakan sebagai tindakan persiapan dan spiritual dalam festival ini.
Festival perang lumpur ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga menjadi penyumbang penting dalam memperkaya keberagaman budaya di Indonesia. Melalui ritual melempar lumpur, festival ini memupuk rasa kebersamaan dan memperkuat hubungan sosial diantara pesertanya. Harapannya, generasi muda dapat mewarisi dan melanjutkan tradisi ini agar tidak tergerus oleh arus perkembangan zaman.
Referensi:
Jogja, M. (2023, July 31). Mengenal Tradisi Popokan Lempar Lumpur di Semarang, Berawal dari Usir Harimau | Merdeka.com.Diakses dari:
detikJateng, T. (2022, August 30). Ajang Saling Lempar Lumpur dalam Tradisi Popokan di Semarang. Diakses dari:
Tifani. (2022, June 13). Tradisi Unik Melempar Lumpur di Semarang Berawal dari Kisah Ini. Diakses dari:
Daniswari, D. (2023, March 3). Mengenal 3 Tradisi di Semarang dan Tujuannya, Ada Dugderan Halaman all - Kompas.com. Diakses dari:
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News