oxymora bau nyale di pulau seribu masjid antara mitos dan fakta - News | Good News From Indonesia 2023

OXYMORA BAU NYALE DI PULAU SERIBU MASJID: Antara Mitos dan Fakta

OXYMORA BAU NYALE DI PULAU SERIBU MASJID: Antara Mitos dan Fakta
images info

Pengorbanan Putri Mandalika

Kawan GNFI tahukah bahwa ada cerita pengorbanan yang dilakukan oleh seorang Putri dari Lombok bernama Putri Mandalika. Putri ini dalam kisahnya adalah seorang Putri raja yang memiliki faras yang cantik jelita.

Karena kecantikannya Putri Mandalika menjadi buah bibir di kerajaan-kerajaan di Lombok. Semua pangeran kerajaan berkeinginan untuk melamar dan memilikinya. Pangeran satu persatu bergiliran untuk melamarnya, namun semuanya ditolak oleh Putri Mandalika.

Para pangeran mengetahui satu sama lain bahwa mereka memiliki keinginan yang sama untuk memiliki Putri dan memutuskan untuk saling menyerang satu sama lain atas nama baik dan wibawa kerajaannya. Jika tidak saling membunuh antara satu raja dengan raja yang lain mereka takut untuk tidak mendapatkan Putri Mandalika.

Kisruh antara raja untuk saling membunuh satu sama lain sampai ke telinga Putri Mandalika, akhirnya Putri Mandalika berkeinginan untuk mengumpulkan semua raja.

Kawan GNFI, Putri Mandalika akhirnya mengumpulkan semua raja di tepi pantai Mandalika Lombok. Tujuan Putri Mandalika mengumpulkan semua raja ini untuk menginformasikan bahwa Putri Mandalika tidak akan menerima semua lamarannya meskipun mereka akan perang atas nama dirinya.

Kawan GNFI setelah Putri Mandalika menginformasikan ke semua raja bahwa ia tidak akan menerima lamaran, akhirnya Putri Mandalika menyuruh semua raja untuk Kembali ke Istananya.

Namun setelah itu, para-Raja tetap ingin menyerang satu sama lain untuk mendapatkan cintanya Putri Mandalika. Kisruh untuk saling menyerang ini sampai lagi ke Putri Mandalika, lalu kemudian Putri berinisiatif untuk mengumpulkan lagi semua Raja di tepi pantai Mandalika.

Setelah putri Mandalika mengumpulkan semua Raja, kemudian Putri berpesan kepada semua Raja bahwa kalian jangan saling membunuh satu sama lain atas nama saya, suatu saat nanti kalian semua akan bisa memiliki saya, dan kemudian putri Mandalika menenggelamkan dirinya ke Pantai Mandalika.

Kawan GNFI, semua raja ingin menyelamatkan Putri Mandalika yang sudah menenggelamkan dirinya ke pantai, namun semua raja sibuk dan berkelahi siapa yang berhak menyelamatkan putri dialah yang mendapatkannya.

Karena semua Raja ribut, siapa yang akan menyelamatkan Putri, semua Raja tanpa sadar bahwa Putri Mandalika sudah tenggelam dan terbawa oleh ombak Pantai Mandalika.

Kawan GNFI, tujuan Putri Mandalika menenggelamkan dirinya ke Pantai agar semua raja tidak berperang satu sama lain untuk mendapkan dirinya, karena apabila memilih satu raja akan terjadi kecemburuan, sehingga itu alasan Putri Mandalika mengorbankan dirinya agar tidak terjadi kecemburuan dan peperangan.

Lahirnya Budaya Bau Nyale

Kawan GNFI, “Bau Nyale” berasal bahasa Sasak Lombok, “Bau: berarti menangkap, sedangkan “Nyale: berarti cacing laut. Maka “Bau Nyale” dapat diartikan sebagai budaya menangkap cacing laut. Budaya Bau Nyale ini tentu tidak bisa lepas dari mitologi dan cerita Pengorbanannya Putri Mandalika.

Setelah Putri Mandalika menenggelamkan dirinya ke laut, kemudian lahirlah Nyale di pantai Mandalika dan sekitar pantai yang lain. Dalam mitilogi Lombok, bahwa Nyale merupakan jelmaan dari Putri Mandalika yang berubah menjadi cacing laut yang itu sejalan dengan perkataan Putri Mandalika, bahwa suatu saat nanti kalian semua bisa memiliki saya. Jadi, Nyale adalah jelmaan Putri Mandalika yang kini telah berubah menjadi cacing laut.

Kawan GNFI, budaya Bau Nyale memiliki akar yang sangat dalam budaya Sasak di Lombok. Dari kisah Putri Mandalika, seorang putri cantik yang menghindari pertumpahan darah karena persaingan di antara para raja, Putri Mandalika akhirnya memutuskan untuk melakukan bunuh diri dengan melompat ke laut.

Namun, dewa-dewa menyelamatkannya dengan mengubahnya menjadi Nyale (cacing laut) yang muncul setahun sekali. Sejak itu, masyarakat Sasak di Lombok merayakan peristiwa ini sebagai Bau Nyale.

Kawan GNFI, budaya Bau Nyale ini tentu ada cara, ritual, dan waktu dilaksanakannya di dalam masyarakat Lombok. Bau Nyale dilakukan sekali dalam setahun. Bau Nyale biasanya terjadi pada bulan ke-10 dalam penanggalan Sasak, yang sering kali bertepatan dengan bulan Februari atau Maret dalam penanggalan Gregorian.

Tanggal pasti peristiwa ini bergantung pada penanggalan bulan dalam budaya Sasak yang disebut "Bulan Sapar" atau "Bulan Sephar." Perayaan Bau Nyale biasanya berlangsung selama beberapa hari dan mencakup upacara adat, pawai, pertunjukan tradisional, dan penangkapan cacing laut (Nyale).

Kawan GNFI, budaya Bau Nyale adalah perayaan yang meriah di Lombok. Berikut adalah beberapa langkah umum dalam perayaan Bau Nyale. Pertama, pemilihan lokasi: masyarakat biasanya berkumpul di pantai-pantai terdekat yang dianggap sebagai lokasi tempat cacing laut (Nyale) muncul.

Salah satu pantai terkenal untuk perayaan ini adalah Pantai Kuta dan Pantai Mandalika di Lombok Selatan. Kedua, upacara adat: acara dimulai dengan upacara adat dan doa bersama. Para tokoh agama dan tokoh adat masyarakat sering memimpin upacara ini. Ketiga, penangkapan Nyale: setelah upacara, masyarakat mulai mencari dan menangkap cacing laut (Nyale) yang muncul dari pasir pantai.

Ini adalah momen penting dalam perayaan Bau Nyale, dan biasanya banyak orang yang berpartisipasi dalam penangkapan ini. Keempat, pawai dan pertunjukan: setelah penangkapan, biasanya ada pawai dengan tarian dan musik tradisional. Pertunjukan seni dan budaya lokal juga merupakan bagian penting dari perayaan ini. Kelima, kuliner Nyale: Nyale yang ditangkap biasanya dimasak dan dihidangkan sebagai hidangan khas. Ada berbagai resep tradisional untuk memasak Nyale, seperti Nyale Goreng dan Nyale Santan.

budaya Bau Nyale adalah cara yang unik dan penting bagi masyarakat Sasak di Lombok untuk merayakan warisan budaya dan sejarah. Acara ini juga telah menjadi daya tarik wisata yang signifikan di pulau Lombok.

Oxymora Antara Mitos dan Fakta

Budaya Bau Nyale bagaikan oxymora, diksi ini dapat diartikan sebagai suatu gaya bahasa retorika yang menggabungkan dua kata atau frasa yang bertentangan atau kontradiktif dalam sebuah ungkapan yang sama. Tujuannya adalah menciptakan kesan paradoks atau ketegangan dalam kalimat untuk membangkitkan pemikiran.

Kawan GNFI, budaya Bau Nyale bagaikan oxymora antara mitos dan fakta, kisahnya berangkat dari mitologi Putri Mandalika yang menenggelamkan dirinya kemudian menjadi cacing laut (Nyale) di Laut Mandalika dan kemudian budaya Bau Nyale ini menjadi budaya yang setiap tahun dilakukan oleh masyarakat sasak.

Budaya Bau Nyale ini dianggap sebagai mitos memang ceritanya dari mitologi, namun faktanya kini terjadi dan telah menjadi kebudayaan dan pesta Bau Nyale pada masyarakat Lombok. Menggapnya mitos, namun terjadi sebagai fakta kebudayaan.

Semoga bermanfaat. Terimaksih, salam hormat….

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IH
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.