mengenal kampung adat cireundeu kampung tahan pangan berkat pantang makan nasi - News | Good News From Indonesia 2023

Mengenal Kampung Adat Cireundeu, Kampung Tahan Pangan Berkat Pantang Makan Nasi

Mengenal Kampung Adat Cireundeu, Kampung Tahan Pangan Berkat Pantang Makan Nasi
images info

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Belum kenyang kalau belum makan nasi. Kawan GNFI pasti sering mendengar kalimat ini. Ungkapan ini amat menggambarkan kebiasaan makan nasi masyarakat Indonesia. Meskipun sudah melahap mi, roti, atau gorengan, kita belum dianggap makan kalau belum menyantap nasi. Tak heran, Indonesia menempati urutan keempat negara pengonsumsi beras terbanyak di dunia pada periode tahun 2022/2023 menurut Statista.com. Pada periode tersebut, jumlah konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai 35,2 juta ton metrik.

Kebiasaan makan orang Indonesia yang bergantung pada salah satu tanaman serealia ini sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, ketergantungan ini sudah berlangsung sejak masa Kerajaan Mataram. Dikutip dari Historia.id, salah satu tolok ukur keberhasilan seorang raja pada masa itu adalah mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyat berupa beras. Berabad-abad kemudian, VOC menyebarkan komoditas beras ke pulau-pulau lain di luar Jawa sehingga bahan pangan ini menjadi dominan daripada bahan-bahan pangan lokal lainnya. Terakhir, program swasembada beras era Orde Baru semakin mengukuhkan ketergantungan rakyat Indonesia pada beras.

Padahal, produksi padi dalam negeri saat ini menghadapi banyak ancaman: alih fungsi lahan, penurunan kesuburan tanah, hama dan penyakit, serta perubahan iklim. Jika kita terus menjadikan beras sebagai satu-satunya makanan pokok, ketahanan pangan kita akan rapuh. Ketahanan pangan yang rapuh, menurut laman Bulog, dapat memicu gejolak sosial dan politik seperti pada krisis moneter 1997/1998. Oleh karena itu, harus ada upaya-upaya untuk memperkuat ketahanan pangan kita. Salah satunya adalah mencari bahan pangan lain pengganti beras.

Omong-omong soal pengganti beras, ada, lho, masyarakat di Indonesia yang pantang makan nasi sejak lama. Siapa mereka? Bagaimana bisa mereka hidup tanpa nasi? Lalu, apa yang mereka biasa makan sebagai pengganti nasi?

Perkenalkan, mereka adalah masyarakat Kampung Adat Cireundeu. Berdasarkan informasi dari laman Pemerintah Kota Cimahi, Kampung Adat Cireundeu berada di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat. Kampung ini memiliki luas 64 ha yang terbagi menjadi dua area, yaitu pertanian seluas 60 ha dan permukiman seluas 4 ha. Sebanyak 50 Kepala Keluarga (KK) dengan total populasi sebanyak 800 jiwa menempati kampung ini. Tinggal di pinggir kota yang modern tidak membuat mereka meninggalkan nilai-nilai tradisional dari leluhur mereka. Sebagian dari mereka masih memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan.

Masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki satu kebiasaan khas. Mereka pantang memakan nasi. Alih-alih nasi, mereka menjadikan singkong sebagai bahan pangan pokok utama. Laman Pemerintah Kota Cimahi menyebutkan masyarakat Kampung Adat Cireundeu biasa mengolah singkong menjadi aci atau sagu. Ampas dari pengolahan singkong ini kemudian dikeringkan untuk dijadikan beras singkong yang biasa disebut dengan rasi. Rasi inilah yang biasa dimakan masyarakat setempat. Selain itu, singkong juga biasa diolah menjadi beragam cemilan, seperti opak, simping, dan egg roll.

Dikutip dari laman Kemendikbud, kebiasaan masyarakat Kampung Adat Cireundeu ini bermula pada tahun 1918. Saat itu, Kampung Cireundeu dilanda paceklik dan kekeringan. Dalam keadaan tersebut, padi menjadi sulit ditanam akibat kekurangan air. Sementara itu, singkong yang tahan terhadap kekeringan menjadi bahan pangan yang paling mudah didapat. Melihat hal itu, sesepuh adat akhirnya menganjurkan masyarakat untuk beralih dari beras menjadi singkong. Bahkan, makan nasi pun dibuat menjadi semacam pantangan batin. Peralihan makanan pokok ini pun akhirnya ditetapkan secara adat pada tahun 1924.

Soal pantangan makan nasi, masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki satu filosofi yang mereka pegang teguh. Filosofi itu berbunyi, "Teu boga sawah asal boga paré, teu boga paré asal boga béas, teu boga béas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat." Dalam bahasa Indonesia, filosofi ini dapat diartikan menjadi, "Tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan asal kuat." Dari filosofi ini, mereka yakin bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhan gizi dan energi tanpa mesti menyantap nasi. Prinsip ini tentu berkebalikan dengan pemikiran kebanyakan masyarakat Indonesia bahwa makan tanpa nasi berarti belum makan.

Hingga saat ini, masyarakat Kampung Adat Cireundeu masih taat menjalankan kebiasaan dari leluhur mereka ini. Laman Kemendikbud menyebutkan mereka akan menghindari makan nasi ketika menghadiri undangan yang menyuguhkan pangan pokok tersebut. Mereka hanya akan menyantap sayur dan lauk-pauk yang tersedia di undangan tersebut. Kebiasaan ini mereka terus lakukan demi menjaga tradisi dari sesepuh mereka.

Berkat kebiasaan makan singkong, masyarakat Kampung Adat Cireundeu mampu bertahan dari krisis pangan. Mereka tak perlu khawatir dengan naik-turunnya harga beras atau langkanya ketersediaan beras di pasar. Mereka pun tak perlu bantuan pangan dari pemerintah. Sebab, mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri dengan singkong yang mereka tanam. Dikutip dari bandungbergerak.id dan antaranews.com, Kampung Adat Cireundeu diganjar penghargaan ketahanan pangan oleh pemerintah pada tahun 2008 atas kemampuan masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok secara mandiri.

Kampung Adat Cireundeu telah membuktikan bahwa mereka bisa hidup selama sekitar seratus tahun tanpa nasi. Bahkan, mereka dapat lolos dari krisis pangan berkat kebiasaan makan singkong. Sudah seharusnya pemerintah dan kita sebagai masyarakat mulai beralih dari beras ke bahan-bahan pangan lokal lain. Apalagi Indonesia kaya dengan aneka jenis tanaman pangan. Selain memperkuat ketahanan pangan, mengonsumsi tanaman pangan lokal dapat membantu melestarikan keberagaman pangan Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MI
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.