Ngumbulke Layangan: Permainan Kala Kemarau Datang
#LombaArtikelPKN2023
#PekanKebudayaanNasional2023
#IndonesiaMelumbunguntukMelambung
Indonesia adalah sebuah bangsa yang memiliki beragam tradisi budaya. Salah satu tradisi budaya adalah permainan tradisional. Permainan tradisional biasanya dilakukan oleh usia anak-anak guna mengisi waktu luang mereka. Permainan tradisional tentunya menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dalam fase kehidupan manusia Indonesia. Permainan tradisional itu, adakalanya dapat dimainkan secara individu maupun kelompok. Permainan tradisional sejatinya bukan hanya sekedar tradisi-budaya belaka. Namun dalam setiap permainan tradisional memiliki nilai-nilai yang mulia seperti kreativitas, gotong royong, bernalar kritis dan sebagainya. Maka melestarikan permainan tradisional merupakan upaya yang wajib dilakukan agar generasi muda tetap mengenal tradisi dan budaya dari leluhurnya dulu.
Salah satu permainan tradisional yang masih popular bagi masyarakat Indonesia adalah permainan layang-layang. Berdasarkan catatan sejarah permainan layang-layang di Nusantara telah dikenal sejak zaman pra-aksara. Hal itu dibuktikan dengan keberadaan lukisan layang-layang pada Ceruk Sugi Patani, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Permainan layang-layang di Indonesia bukan hanya digemari oleh mereka yang belia saja. Namun permainan yang mengandalkan hembusan angin ini juga sangat akrab bagi meraka kaum dewasa. Hal itu karena ada rasa senang bagi pemainnya jika mampu menerbangkan layang-layang miliknya.
Setiap suku di Indonesia memiliki keragaman dalam tradisi permainan layang-layang ini. Bagi suku Jawa yang telah bermigrasi di Sekampung, Lampung Timur permainan layang-layang juga menjadi bagian dari budaya mereka. Mereka yang telah tinggal di Lampung lebih dari setengah abad itu mewariskan budaya bermain layang-layang atau layangan dalam istilah mereka, kepada anak-cucu.
Ngumbulke layangan atau menerbangkan layang-layang adalah budaya yang lazim dilakukan kala musim kemarau datang. Umumnya suku Jawa yang tinggal di Sekampung, Lampung Timur ini berprofesi sebagai petani sawah. Kala kemarau, sawah-sawah tidak dapat diupayakan untuk bercocok tanam. Hamparan sawah itulah yang menjadi ruang bagi anak-anak hingga kaum dewasa untuk ngumbulke layangan.
Layang-layang yang biasa dibuat oleh masyarakat Sekampung ini disebut layangan bapangan dan layangan papiran. Keduanya memiliki perbedaan dalam sisi bentuk maupun ukuran. Layangan bapangan memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dengan layangan papiran. Adapun persamaan dari kedua layang-layang itu sama-sama berbahan bambu dan plastik serta tali kendali. Pada masa lalu layang-layang yang dimainkan oleh masyarakat Sekampung ini selalu dilengkapi dengan sendaren, yang diletakan pada bagian atas layang-layang untuk mengeluarkan bunyi-bunyian. Sendaren ini biasanya dibuat dari bambu dan daun kelapa atau pita sebagai sumber bunyi. Bunyinya sangat nyaring apabila terhembus angin yang kencang. Ngumbulke layangan yang dilakukan oleh masyarakat Sekampung, Lampung Timur dilakukan pada sore hari hingga tengah malam. Bahkan ada pula yang menerbangkan layangan hingga terbit fajar.
Upaya melestarikan permainan layang-layang di Sekampung, Lampung Timur digiatkan dengan melakukan perlombaan layangan pada musim kemarau tiba. Pada musim kemarau tahun 2023 ini perlombaan ngumbulke layangan rutin digelar dihampir seluruh desa-desa di Sekampung setiap minggunya. Perlombaan ini dilakukan selain bertujuan mengisi waktu luang di musim kemarau juga sebagai bagian dalam melestarikan budaya bermain layangan.
Ngumbulke Layangan di Sekampung (Sumber: Dok. Penulis)
Perlombaan ngumbulke layangan dilakukan pada malam hari. Sepertinya yang terjadi di Desa Girikarto, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur pada 23 Oktober 2023 lalu. Perlombaan layang-layang yang digelar di area persawahan itu menarik perhatian warga untuk menonton. Perlombaan layang-layang ini memiliki aturan yang telah disepakati antara panitia dengan peserta. Perlombaan yang dimulai setelah isya itu diikuti oleh ratusan peserta.
Layang-layang yang diperlombakan dilengkapi dengan lampu warna-warni sehingga tampak terlihat indah dipandang dari bawah seperti cahaya bintang yang kerlap-kerlip. Inilah yang menjadi salah satu hal menarik bagi penonton. Dalam perlombaan ini, layang-layang yang memiliki durasi terbang paling lama (panjeran) dipastikan sebagai pemenang. Bagi pemenang lomba layangan ini diberikan hadiah berupa sapi, kambing maupun uang tunai. Namun yang terpenting dalam lomba ngumbulke layangan ini bukan pada hadiahnya, akan tetapi esensi dari kegiatan ini adalah wahana untuk melestarikan permainan layang-layang sekaligus meningkatkan hubungan kekeluargaan.
Hal lain yang juga tumbuh dalam kegiatan perlomban ngumbulke layangan ini adalah tumbuhnya ekonomi masyarakat sekitar seperti pedagang kecil yang berjualan makanan. Oleh karena itu permainan tradisional seperti layang-layang ini menjadi hal yang disadari oleh masyarakat Sekampung, Lampung Timur untuk terus dilestarikan guna menumbuhkan kreativitas dan kesenangan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News