50 tahun berkarya perupa setiawan sabana gelar pameran tunggal di galeri nasional - News | Good News From Indonesia 2021

50 Tahun Berkarya, Perupa Setiawan Sabana Gelar Pameran Tunggal di Galeri Nasional

50 Tahun Berkarya, Perupa Setiawan Sabana Gelar Pameran Tunggal di Galeri Nasional
images info

Selain memiliki keragaman budaya, Indonesia merupakan negara yang kaya akan kesenian. Salah satunya ialah seni rupa, cabang seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan sentuhan. Seni rupa diungkapkan lewat visual yang mengacu pada konsep titik, garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan yang estetis.

Salah satu perupa ternama di Indonesia ialah Setiawan Sabana. Dikatakan Rikrik Kusmara, Dekan FSRD ITB (Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung), sosok Setiawan Sabana merupakan orang penting di dunia seni rupa. Namanya pernah mendapat penghargaan Satyalancana Karya Satya XX dari Presiden RI.

"Dia merupakan sosok teladan budaya yang begitu produktif menebarkan inspirasi dan telah mendirikan fondasi yang kokoh bagi generasi penerus seni rupa Indonesia," ujar Rikrik.

Dalam rangka memperingati momen 50 tahun berkarya di dunia seni, perupa Setiawan Sabana menggelar pameran tunggal bertajuk “KITAB: Jagat Kertas dalam Renungan” di Galeri Nasional.

Ekshibisi ini berlangsung secara daring mulai 5 Oktober 2021 dan akan menampilkan 41 karya sang seniman dalam kurun waktu selama 2019 hingga 2021. Dalam pameran tunggal tersebut, akan ada 29 karya dua dimensi dan 12 karya tiga dimensi yang dipamerkan dalam bentuk foto dan video untuk memaksimalkan visualisasi detail karya yang terbuat dari medium kertas.

KITAB: Jagat Kertas dalam Renungan

"KITAB: Jagat Kertas dalam Renungan" merupakan pameran yang digelar atas kerja sama Galeri Nasional Indonesia, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, FSRD ITB, dan Garasi Seni 10.

Menurut Danuh Tyas dan Zusfa Roihan sebagai kurator, judul pameran tersebut diambil dari salah satu seri karya tiga dimensi yang ditampilkan. Kitab juga diartikan sebagai beberapa lembar kertas atau suhuf. Sebagai sebuah metafora, kitab juga berarti sumber ilmu dan panduan yang berisikan identitas baik personal hingga universal.

Pameran tersebut digambarkan sebagai sebuah catatan pribadi seorang Setiawan Sabana dalam bagaimana ia menyikapi perubahan konteks dan situasi di sekelilingnya, terutama karena karya-karya ini terhitung baru dan diproduksi di tengah pandemi.

Awalnya, Setiawan mendapat tawaran untuk menyelenggarakan pameran tunggal di Galeri Nasional Indonesia pada bulan Maret 2020. Namun, pameran harus ditunda karena adanya pandemi Covid-19. Baru pada tahun ini, formatnya diubah dari luring menjadi daring.

Perubahan tersebut juga membuat adanya penyesuaian terhadap pilihan karya yang ditampilkan demi memastikan pameran ini bisa menjadi representasi yang baik atas karya sang seniman.

Dalam rangka kegiatan pameran, juga digelar seminar daring bertajuk “Bentang Cakrawala Spiritualitas Seni Setiawan Sabana” untuk memperdalam kajian mengenai karya-karya perupa kenamaan Indonesia tersebut.

Untuk menikmati karya-karya Setiawan, Anda bisa melihatnya melalui laman galnasonline.id tanpa terbatas jarak dan waktu. Karya-karya tersebut akan terus hadir dan menjadi arsip digital dari sang seniman dalam berkesenian.

Salah satu karya yang ditampilkan dalam pameran berjudul “Monumen Buku” yang tersusun dari konstruksi buku-buku bekas. Tumpukan tersebut kemudian diberikan perlakuan khusus seperti pewarnaan (hitam) dan dibakar. Karya ini merepresentasikan gagasan tentang kepunahan kertas.

Kemudian, ada pula “Artefak Kertas” yang tersusun dari lapisan kertas menjadi bentuk kubus. Pendekatan tiga dimensional menjadikan tumpukan kertas menjadi sebuah artefak dengan warna-warna usang dan tekstur menyerupai material alam.

Berkenalan dengan sosok sang perupa

Setiawan Sabana merupakan perupa yang lahir di Bandung pada 10 Mei 1951. Latar belakang pendidikannya adalah sarjana seni rupa di ITB dan ia pun melanjutkan studi master dalam bidang yang sama dan meraih gelar MFA (Master of Fine Art) pada tahun 1982 dari Art Department, Northern Illinois University. Tahun 2002, ia meraih predikat Doktor dari Program Studi Pasca Sarjana Seni Rupa ITB.

Tahun 2006, sang seniman mendapatkan jabatan tertinggi sebagai Guru Besar FRSD ITB. Usai 42 tahun aktif berbakti, tahun ini ia resmi memasuki masa pensiun sebagai pengajar di kampus Seni Rupa ITB.

Sejak memulai kariernya di dunia seni, Setiawan dikenal dekat dengan medium kertas. Ketertarikannya pada kertas ini tak terhenti sebagai bentuk, tetapi juga pada hal-hal yang lebih esensial.

Pada sebuah pameran tunggal berjudul “Jagat Kertas” ia mengatakan bahwa kertas dapat dimaknai dengan jagat besar (makrokosmos), jagat kecil (mikrokosmos), dan jagat gaib (metakosmos), yang mengikuti filsafat Sunda yang mengenal alam semesta besar, kecil, dan ruh.

Kiprahnya sebagai seniman Tanah Air memang tak diragukan lagi. Ia telah terlibat dalam berbagai pameran bersama skala internasional, misalnya Venice Biennale 46th: Exhibition of Art from Islamic Country (1995), International Artists Camp, Aborigines Station, Australia (1997), 15th Asia International Art Exhibition; CP Biennale (2003), dan Paperium 1- 4 (2013-2015).

Ia pun pernah menggelar beberapa kali pameran tunggal, di antaranya pameran di Gallery 200 Visual Art Building, Northern Illinois University, De Kalb, USA (1982), Legenda Kertas, Bentara Budaya Jakarta (2006), The Cosmos Of Paper, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia (2013), Lakon Tubuh: Chaosmos Perjalanan Jiwa Setiawan Sabana, Bentara Budaya Jakarta (2015); dan Tapak Rupa Jejak Usia, Galeri Tapak, Shah Alam, Malaysia (2017).

Sebagai seorang seniman, ia pernah mendapatkan penghargaan bergengsi seperti Silver Medal, 1st Seoul International Art Exhibition, Pan Asia Association, Seoul, Korea Selatan (1984), Gold Medal, 2nd Seoul International Art Exhibition, Pan Asia Association, Seoul, Korea Selatan (1985), Satyalancana Karya Satya XX Tahun dari Presiden RI (2006), dan Anugerah Budaya Kota Bandung (2016); dan Anugerah Seni Jawa Barat (2017).



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.