Hari raya besar umat Islam, Lebaran atau Idulfitri, biasa dirayakan dalam sebuah bentuk tradisi oleh suku bangsa yang ada di Indonesia. Perlu diingat, terdapat 300 kelompok etnik atau lebih tepatnya 1.340 suku bangsa di Indonesia menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Berhubung Indonesia adalah negara dengan pemeluk Islam terbesar di dunia dan suku bangsa yang beragam pula, tradisi merayakan Idulfitri pun berbeda-beda di setiap daerah.
Salah satu yang biasanya menggelar tradisi perayaan Idulfitri secara meriah ialah Kota Kabupaten Kaimana yang terletak di Papua Barat. Di kota seluas 18.500 km2 yang dihuni sekitar 58 ribu jiwa itu sering diselenggarakan pawai hadrat pada hari kedua Idulfitri.
Lalu, apakah pawai hadrat itu dan seberapa kemeriahannya? Pawai hadrat adalah tradisi yang dilakukan warga kota Kaimana setiap Idulfitri dengan cara berkeliling sekaligus bersilahturahmi. Bukan sekadar berkeliling, karena pawai dimeriahkan dengan tabuhan gendang khas tanah Papua, Tifa, sambil diiringi rebana dan selawat. Sambil berkeliling dan bersilahturahmi, warga kota akan menari bersama-sama.
Tradisi Lama Sejak 70-an
Menurut penuturan Wakil Ketua Badan Komunikasi Remaja Masjid Indonesia (BKRMI), Muhammad Karet, pada 2017, tradisi tahunan pawai hadrat sudah dilakukan sejak 1970-an. ''Hadrat merupakan budaya Islam yang kami ambil dari Syekh Abdul Qodir Jailani. Pukulan Hadrat ini di mana-mana ada, tapi di Kaimana punya pukulan tersendiri,'' jelas Muhammad Karet dilansir GNFI dari Kompas.
Dijelaskan Karet, kegiatan silahturahmi hadrat ini biasanya dilakukan pada hari kedua Idul Fitri. '''Silaturahmi hadrat dilakukan dua hari, pertama berkeliling di dalam Kota Kaimana dari Kampung Sran (Seran), Kampung Bumi Surmai, Kampung Anda Air, hingga ke Kampung Kaki Air. Dan pada hari berikutnya dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat keluar kota seperti Kampung Kroy, Kampung Baru, dan Kampung Coa,'' urai Karet.

Pada 2017 lalu, Idulfitri jatuh pada hari Jumat sehingga pawai Hadrat digelar sehari setelahnya. Saat itu dua ratusan anggota remaja Masjid dari anak kecil hingga dewasa sejak pagi telah berkumpul di Masjid Baitul Rahim, Kampung Sran. Mereka kemudian berjalan membentuk barisan memanjang dari remaja masjid diikuti rombongan penabuh rebana mengiringi pelantun shalawat yang berada di atas mobil pengangkut pengeras suara.
Iring-iringan rombongan silahturahmi hadrat berlangsung lambat karena sewaktu-waktu berhenti mendengar tabuhan rebana yang diikuti tarian dari para remaja masjid yang menari sambil melambai-lambaikan ranting dedaunan yang mereka bawa. Para peserta hadrat tidak perlu takut kehausan atau kelaparan, karena warga menjajakan kue-kue dan minuman di depan rumah mereka khusus bagi rombongan pawai.

Tak jarang anak-anak yang ikut rombongan terlibat rebutan minuman dan kue, yang menjadi pemandangan tersendiri dan meramaikan kegiatan ini. Kesempatan ini juga dipakai untuk saling memberikan ucapan Idul fitri. Pawai juga semakin meriah karena ada warga yang sengaja menunggu untuk bergabung dengan rombongan hadrat.
Tanpa Sekat, Muslim dan Non-Muslim Ikut Merayakan
Dibandingkan pemeluk agama Islam, pemeluk agama Kristen menjadi yang terbesar di Kaimana. Tercatat dalam laporan BPS, pemeluk Kristen berada di angka 56,46 persen, Islam 41,94 persen, sementara sisanya pemeluk agama Hindu, Buddha, dan lainnya. Namun, tidak ada permusuhan di sana, yang ada justru toleransi dan itu diperlihatkan dalam pawai hadrat.
Masih pada tahun 2017, tokoh Pemuda Kaimana, Randy Ombaier, menjelaskan pawai hadrat adalah wadah tempat Muslim dan Non-Muslim membaur. ''Tradisi hadrat dilaksanakan setiap Lebaran. Ini merupakan tradisi peninggalan sejak zaman dahulu oleh nenek moyang kami. Ajang silahturahmi ini juga diikuti warga Non-Muslim,'' ucap Randy dikutip dari Papua Barat Oke.
Kembali menurut Muhammad Karet, kegiatan ini memang merupakan ajang silaturahmi dengan semua warga tanpa mengenal perbedaan. Para peserta pawai akan bersilahturahmi dengan warga biasa sampai singgah ke rumah tokoh masyarakat setempat.

Unik menurut Karet, kegiatan ini juga diikuti oleh warga yang beragama lain. Ada yang memeriahkan di tempat-tempat yang menyediakan makanan dan minuman sambil ikut menari di tengah jalan serta ada pula yang memberikan sumbangan di kotak amal.
''Sejak awal kita ada toleransi, sebagian umat Kristiani ikut rombongan dengan tifa panjang dan ada juga memberikan sumbangan di kotak amal. Silaturahmi ini memang sangat bermakna, bukan hanya untuk umat Muslim tapi dirasakan seluruh warga Kaimana,'' ungkap Karet.
Meski perjalanan terbilang jauh, rombongan tak pernah lelah untuk berselawat diiringi suara rebana sambil diikuti anak-anak remaja masjid yang tetap semangat untuk menari. Hasil sumbangan yang mereka dapatkan, menurut Karet, nantinya akan dibagikan ke seluruh masjid dari Kampung Sran hingga ke Kampung Coa.
Baca Juga:
- KH Ahmad Dahlan, Pembaharu Pemikiran dan Pendidikan Islam di Indonesia
- Nganteuran dan Munjung, Tradisi Berbagi Makanan Jelang Idul Fitri
- Sajadah Covid, Inovasi Batik Lasem Demi Bisa Tetap Berproduksi
Referensi: Kompas.com | Papuabaratoke.com | Kaimanakab.bps.go.id
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News