Presiden Prabowo Subianto akhirnya menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York setelah 10 tahun Indonesia tidak diwakili langsung oleh presidennya. Kehadirannya menjadi momentum penting yang menandai kembalinya Indonesia di forum diplomasi tertinggi dunia.
Momen ini sontak menarik perhatian internasional karena untuk pertama kalinya Prabowo tampil sebagai Presiden Indonesia di panggung PBB. Ia membawa pesan penting dari Indonesia, sekaligus menegaskan peran bangsa dalam isu-isu global yang sedang menjadi sorotan.
Apa Saja yang Dilakukan Prabowo di Sidang PBB
Dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-80 yang dijadwalkan pada tanggal 23 September 2025, Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan berpidato di urutan ketiga setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Urutan ini dinilai strategis karena memberi peluang besar agar pesan Indonesia tersampaikan dengan jelas di hadapan para pemimpin dunia.
Berdasarkan siaran pers resmi, pidato Prabowo akan menyinggung isu-isu global seperti perdamaian, kerja sama multilateral, serta ketidakadilan internasional. Salah satu fokus utama yang paling ditunggu adalah sikap Indonesia terhadap Palestina, di mana banyak pihak meyakini Prabowo akan menegaskan kembali dukungan penuh terhadap kemerdekaan Palestina.
Kehadiran Prabowo di forum internasional ini juga dipandang penting untuk meneguhkan posisi Indonesia sebagai representasi negara-negara berkembang atau Global South dengan terus mendorong reformasi tata kelola dunia yang lebih adil serta inklusif. Melalui panggung PBB, Indonesia diharapkan dapat memperkuat komitmen pada keadilan internasional sekaligus menunjukkan peran aktifnya dalam menjaga stabilitas global.
Mengulang Sejarah Diplomasi Sang Ayah
Kehadiran Prabowo di sidang PBB tak hanya penting secara politik, tetapi juga sarat makna sejarah. Ayahnya, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, pernah melakukan hal serupa pada masa perjuangan kemerdekaan. Sumitro memimpin delegasi Indonesia di forum internasional pada 1948-1949 dan aktif menyuarakan penolakan terhadap agresi militer Belanda. Memorandum yang ia kirim kala itu bahkan dimuat di The New York Times, menjadi bagian penting dari sejarah diplomasi Indonesia. Kini, Prabowo dianggap mengulang jejak sejarah orang tuanya dengan membawa semangat yang sama: memperjuangkan kedaulatan, solidaritas, dan keadilan.
Dengan pidatonya di New York, banyak pihak berharap Presiden Prabowo mampu menunjukkan komitmen Indonesia dalam memperjuangkan perdamaian dunia. Kehadirannya di forum internasional ini menjadi ujian penting untuk menghidupkan kembali diplomasi aktif Indonesia di PBB.
Publik juga menantikan bagaimana Prabowo dapat meninggalkan kesan mendalam melalui gagasan yang tegas dan substansial. Jika berhasil, hal ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang berpengaruh dalam percaturan global.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News