Pemerintah melalui Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan akan menghentikan ekspor kelapa gelondongan untuk mendorong hilirisasi industri kelapa nasional. Rencana ini muncul karena setiap tahun Indonesia mengekspor sekitar 2,8 juta ton kelapa utuh. Pemerintah berharap lewat kebijakan tersebut industri pengolahan kelapa dalam negeri semakin berkembang.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Pemerintah ingin komoditas kelapa agar naik kelas dari bahan mentah menjadi produk turunan bernilai tinggi seperti minyak kelapa murni (VCO) dan santan kelapa (coconut milk). Dengan mengolah di dalam negeri sebelum diekspor, pemerintah berharap nilai tambah akan jauh lebih besar ketimbang menjual dalam bentuk kelapa utuh saja. Proyeksi menunjukkan peningkatan nilai bisa hingga 50–100 kali lipat.
Menurut Amran inisiatif ini dapat menghasilkan pendapatan hingga sekitar Rp2.400 triliun atau setara lebih kurang US$144,7 miliar jika berjalan maksimal. Bahkan apabila hanya separuh dari angka itu yang tercapai, devisa yang masuk tetap sangat besar. Kebijakan ini juga akan membuka ruang yang jauh lebih luas untuk penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan kelapa.
Pemerintah ingin menjadikan Indonesia bukan hanya sebagai negara produsen kelapa, tapi juga sebagai pemain utama produk olahan kelapa dunia. Dengan menghentikan ekspor kelapa utuh, maka bahan baku akan tetap di dalam negeri dan akan diolah menjadi produk jadi yang siap ekspor. Ini sejalan dengan arah pengembangan industri pengolahan dan peningkatan daya saing global.
Dengan demikian, rencana penghentian ekspor kelapa gelondongan oleh Menteri Pertanian bukan sekadar kebijakan ekspor biasa, melainkan bagian dari langkah taktis memperkuat hilirisasi nasional. Jika berhasil, kebijakan ini bisa meningkatkan devisa negara, memperkuat sektor industri, dan mengangkat kesejahteraan petani kelapa di seluruh Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News