Di tengah situasi darurat yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, pemerintah kini mengalihkan fokus dari pengendalian harga ke pemenuhan ketersediaan barang.
Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa prioritas utama saat ini adalah memastikan bahan pangan benar-benar sampai ke tangan warga terdampak, tanpa mempedulikan fluktuasi harga yang mungkin terjadi.
Tantangan terbesar di lapangan saat ini bukan pada ketersediaan stok, melainkan hambatan distribusi akibat rusaknya akses jalan menuju lokasi bencana. Guna mengatasinya, pemerintah menggandeng BNPB untuk mengamankan jalur pengiriman komoditas vital seperti cabai, bawang, sayur-mayur, hingga kebutuhan dasar seperti popok bayi dan pakaian.
"Dalam konteks bencana itu mestinya itu tersedia atau tidak. Jadi harga bukan menjadi prioritas saat ini. Yang penting itu ada atau enggak barangnya. Itu dulu yang kita prioritaskan," ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan.
Kerusakan sarana ekonomi tercatat cukup masif, di mana 112 pasar tradisional di tiga provinsi tersebut terdampak langsung. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum tengah melakukan pembersihan lokasi sebelum nantinya menentukan kategori kerusakan untuk langkah perbaikan lebih lanjut. Fokus penanganan juga mencakup inventarisasi gudang-gudang logistik yang menjadi urat nadi pergerakan barang.
Kondisi bencana ini secara sistemik ikut memicu kenaikan harga pangan nasional pada pekan kedua Desember 2025. Data mencatat harga bawang merah melonjak lebih dari 15 persen, bahkan di beberapa wilayah pedalaman menyentuh Rp100 ribu per kilogram.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
