Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Putusan ini membawa perubahan besar, di mana pekerja tidak lagi diwajibkan ikut Tapera, melainkan dapat berpartisipasi secara sukarela sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan, kewajiban iuran Tapera bertentangan dengan prinsip dasar tabungan yang seharusnya bersifat sukarela. Dengan keputusan tersebut, pekerja kini memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri apakah ingin bergabung dengan program Tapera atau tidak.
Menurut Hakim Konstitusi Saldi Isra, ketentuan wajib iuran Tapera justru menggeser peran negara dari penyedia rumah layak menjadi sekadar pemungut iuran. Hal itu bisa berdampak pada beban tambahan bagi kelompok pekerja yang kondisi ekonominya rentan. Sementara Enny Nurbaningsih turut menyoroti bahwa iuran Tapera bisa duplicative (menggandakan beban) karena tumpang tindih dengan program JHT, sehingga pekerja merasa terbebani ganda.
Dengan putusan MK, kata “wajib” dalam Pasal 7 ayat (1) UU Tapera diganti menjadi “dapat”, memberi keleluasaan bagi para pekerja untuk menentukan keterlibatan mereka. Artinya, program Tapera menjadi pilihan, bukan keharusan. Bagi pekerja yang merasa belum siap atau belum yakin, mereka dapat menunda atau bahkan tidak ikut sama sekali.
MK menetapkan bahwa UU Tapera harus dilakukan penataan ulang dalam jangka waktu maksimal dua tahun sejak amar putusan. Dalam periode itu, pemerintah wajib merevisi aturan agar selaras dengan keputusan MK dan prinsip sukarela tanpa mengabaikan perlindungan perumahan bagi masyarakat.
Selama penataan ulang berlangsung, skema yang ada tidak boleh diterapkan secara paksa kepada pekerja. Pemerintah dan DPR perlu berdiskusi kembali, merancang regulasi baru yang adil, dengan mempertimbangkan hak pekerja dan kebutuhan rumah layak. Di sisi lain, partisipasi sukarela dapat menjadi insentif untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap program Tapera.
Dengan adanya perubahan aturan ini, masyarakat semakin memperhatikan proses revisi Tapera yang akan dilakukan pemerintah. Masyarakat berharap agar regulasi baru tidak menimbulkan ketidakpastian hukum maupun menambah beban pekerja di masa depan.
Kebijakan Tapera selanjutnya diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara kebutuhan rumah layak dengan hak pekerja memilih secara sukarela. Jika dijalankan dengan tepat, program ini bisa menjadi solusi perumahan sekaligus tetap melindungi kesejahteraan pekerja.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News