Menghadapi modus pelanggaran hukum yang kian canggih, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai resmi merombak dua unit pelaksana teknis vitalnya, yakni Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) serta Pangkalan Sarana Operasi (PSO). Transformasi struktur ini ditargetkan rampung sepenuhnya dalam satu tahun ke depan.
Langkah ini diambil sebagai respons atas dinamika risiko yang terus berubah, mulai dari kompleksitas lalu lintas barang hingga pergeseran peta kerawanan penyelundupan di wilayah perairan Indonesia. Penataan ulang ini didasarkan pada mandat terbaru melalui PMK No. 121/2024 dan PMK No. 132/2024.
Restrukturisasi pada fungsi laboratorium menjadi keperluan utama karena unit ini merupakan tulang punggung dalam pengambilan keputusan berbasis data ilmiah.
Melalui aturan baru tersebut, status BLBC di Medan dan Surabaya resmi ditingkatkan menjadi kelas I. Selain itu, otoritas kepabeanan juga membentuk Satuan Pelayanan Laboratorium di berbagai wilayah operasi guna mempercepat proses identifikasi barang secara teknis di lapangan.
“Penataan BLBC dan PSO dilakukan agar dukungan pengawasan semakin terstruktur, efektif, dan mampu menjawab dinamika risiko yang terus berubah,” ujar Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo.
Di sektor pengawasan laut, perombakan menyasar unit PSO yang menjadi garda terdepan patroli. Evaluasi internal menunjukkan bahwa keberadaan pangkalan di beberapa lokasi vital seperti Tanjung Balai Karimun, Batam, hingga Sorong perlu disesuaikan kembali dengan kondisi eksternal saat ini.
Bea Cukai kini memberikan perhatian khusus pada wilayah Lhokseumawe yang terdeteksi rawan menjadi jalur masuk narkotika jaringan internasional dari Timur Tengah dan Asia Tenggara.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
