Publik menyoroti skema Makan Bergizi Gratis (MBG) setelah maraknya kasus keracunan siswa penerima manfaat. Menyikapi hal tersebut, muncul usulan untuk mengganti skema MBG menjadi bantuan tunai.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan skema MBG merupakan program yang sudah dirancang sejak lama dan bertujuan untuk pemenuhan gizi anak serta membuka lapangan kerja. Ia menambahkan bahwa pemberian bantuan tunai sendiri bisa didapatkan dari program Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Dadan juga menekankan uang tunai bisa jadi dialihkan ke hal lain, bukan untuk pemenuhan gizi anak. Ia mengungkap kembali kasus anak penerima KIP di Sumatera Utara bernama Mahesa, yang bantuannya disalahgunakan oleh Sang Ibu membeli keperluan lain. Tak hanya itu, program MBG juga bertujuan untuk membangun rantai pasok pangan nasional, dimana satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) membutuhkan 5 ton beras per bulan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris menyoroti kasus ini dengan mengkritik lemahnya penerapan SOP di SPPG yang diduga menjadi penyebab utama keracunan. Ia menyebut penyimpanan makanan yang terlalu lama memungkinkan risiko kontaminasi bakteri lebih besar.
Selain itu, Charles juga mengusulkan pola lain kepada BGN dalam menyediakan MBG, yaitu pemberian uang langsung kepada orang tua supaya mereka bisa menyiapkan makanan bergizi sendiri untuk anak-anaknya.
Di sisi lain, pihak Istana juga merespons usulan pengubahan MBG menjadi tunai. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menuturkan usulan tersebut sudah baik, namun program yang dijalankan selama ini sudah yang terbaik.
"Tapi konsep yang sekarang dijalankan dianggap oleh pemerintah dan BGN yang terbaik, untuk dikerjakan," ujarnya dilansir dari detikcom, Sabtu (20/9).
Prasetyo juga mengakui program MBG masih memiliki banyak catatan yang nantinya akan diperlukan sebagai evaluasi ke depannya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News