Secara historiografi, Wayang Thengul Bojonegoro merupakan bukti ilmiah kedekatan Islam dan Kebudayaan.
Di Pulau Jawa, Islam dan Kebudayaan jadi sepaket entitas yang tak mungkin bisa terpisah. Wayang Thengul, Wayang Gedog, dan Wayang Menak adalah contoh di antara penyatuan dua spektrum tersebut, kedalam sebuah koridor yang kelak kita kenal sebagai kesenian wayang.
Wayang Thengul merupakan ikon kebudayaan Bojonegoro. Ia pertamakali muncul dan berkembang di Padangan Bojonegoro. Secara empiris, Wayang Thengul diciptakan Ki Dalang Samjan Padangan pada awal 1900 M. Kemudian pada periode berikutnya, Wayang Thengul dikembangkan secara populer oleh Ki Santoso Padangan.
Sampai saat ini, pusat produksi Wayang Thengul berada di Padangan Bojonegoro. Tepatnya di Desa Dengok dan Desa Kuncen Padangan, wilayah bantaran sungai Bengawan, pembatas antara provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah yang dulu dikenal dengan nama Tlatah Jipang.
Padahal, Padangan Bojonegoro mendapat stigma sebagai wilayah anti wayang. Sebab, jarang mengadakan pertunjukan wayang. Namun faktanya, Padangan justru menjadi tempat lahir kesenian wayang ikonik bernama Thengul. Diakui atau tidak, inilah konsep kerja Para Wali. Ada demarkasi tegas antara yang “esensi” dan yang “seremoni”.
Baca Selengkapnya