Oleh: Dominggus Elcid Li
Direktur Eksekutif IRGSC (Institute of Resource Governance and Social Change)
Bencana akibat Siklon Senyar yang meliputi wilayah Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat merupakan bencana yang membutuhkan koordinasi, kecepatan tanggap darurat, dan ketelitian operasi level tertinggi dalam skala yang sangat luas.
Dalam estimasi awal CELIOS, tingkat kerugian dari hitungan kerusakan saja sudah melebihi Tsunami Aceh 2004. Secara nominal (dalam rupiah hari ini), banjir dan longsor Sumatra 2025 diperkirakan menimbulkan kerugian dan kerusakan ekonomi yang jauh lebih besar (≈ Rp 68,6 triliun – belum termasuk data kehilangan ekonomi akan terus di-update untuk kabupaten-kabupaten yang belum sepenuhnya bisa diakses) dibanding tsunami Aceh–Nias 2004 (Rp 41,4 triliun – untuk kerusakan dan kehilangan).
Sayangnya dengan tantangan yang demikian luas Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dan Kepala BNPB, Suharyono, gagal mengemban tugas awal di fase tanggap bencana. Kegagalan Presiden dan Kepala BNPB dalam menilai skala bencana membuat korban jatuh semakin bertambah, dan hingga kini keduanya tidak mampu menjadi jembatan antara ‘tuntutan lapangan dari para korban’ dan ‘otoritas kekuasaan negara’. Kegagalan ini lebih buruk dari saat Presiden George Bush menangani korban Siklon Katrina di tiga negara bagian di AS pada Bulan Agustus 2005, terutama dalam hal identifikasi korban dan penanganan kedaruratan.
Negara (State) dalam pengertian liberal adalah rantai kelembagaan yang sambung menyambung dan saling berpilin untuk menjawab persoalan warga negara. Siklon Senyar berdampak pada 51 kabupaten di Indonesia, atau 12% total Kabupaten se-Indonesia. Jika otoritas tertinggi paham dengan data dan skala kebencanaan dengan sendirinya ini merupakan ‘bencana nasional’. Namun hingga hari ke-sepuluh terhitung dari puncak Siklon Senyar, status bencana nasional tidak muncul. Lebih buruk lagi Kepala BNPB malah mengecilkan skala bencana di awal komentar, dan hingga kini Presiden Prabowo Subianto juga tidak dalam posisi confident dalam memaparkan ‘ketimpangan dasar’ dalam respons bencana.
Baca Selengkapnya

