Mitos Kunto Bimo Mitos adalah kepercayaan bahwa siapa pun yang dapat menyentuh bagian tertentu dari arca Buddha di dalam stupa Candi Borobudur akan mendapatkan keberuntungan atau terkabul keinginannya.
Menurut unggahan Instagram Warisan Dunia Borobudur @konservasiborobudur pada 8 Desember 2022, mitos ini membedakan aturan berdasarkan gender; pria harus menyentuh jari manis atau kelingking, sementara perempuan menyentuh telapak dan tumit kaki arca. Istilah "Kunto Bimo" sendiri berasal dari bahasa Jawa, “kunto” berarti "mengira-ngira" atau "permintaan", dan “bimo” berarti "pantang menyerah," sehingga diartikan sebagai "suatu bentuk permintaan yang dilakukan dengan keyakinan dan ketekunan."
Mitos Kunto Bimo dipercaya sebagian pengunjung Candi Borobudur sebagai pembawa keberuntungan ternyata menjadi ancaman serius bagi kelestarian situs warisan dunia tersebut. Praktik menyentuh arca Buddha di dalam stupa, yang diyakini dapat mengabulkan keinginan, justru merusak struktur batuan kuno candi berusia lebih dari 1.200 tahun ini.
Sejak 2016, Balai Konservasi Borobudur telah melarang pengunjung memegang dan menaiki stupa-stupa di candi Borobudur. Arkeolog Soekmono yang memimpin pemugaran candi, menyatakan bahwa mitos Kunto Bimo tidak memiliki dasar dalam ajaran Buddha dan muncul sekitar tahun 1950-an sebagai cara oknum petugas menarik wisatawan. Penting untuk diingat, stupa dan arca di Borobudur adalah bagian dari tempat ibadah umat Buddha, sehingga tidak menyentuhnya adalah bentuk penghormatan terhadap nilai sakral, keagamaan, budaya, dan sejarah Candi Borobudur.