kisah inspiratif mariana yh opat menyingkap tabu dan menyuarakan hak kesehatan seksual bagi remaja - News | Good News From Indonesia 2025

Kisah Inspiratif Mariana Y.H Opat Menyingkap Tabu dan Menyuarakan Hak Kesehatan Seksual bagi Remaja

Kisah Inspiratif Mariana Y.H Opat Menyingkap Tabu dan Menyuarakan Hak Kesehatan Seksual bagi Remaja
images info

Kisah Inspiratif Mariana Y.H Opat Menyingkap Tabu dan Menyuarakan Hak Kesehatan Seksual bagi Remaja


Pendidikan seksual hingga saat ini masih menjadi suatu hal yang seringkali disalah artikan oleh masyarakat. Sebuah pendidikan yang sejatinya tak kalah penting untuk diberikan sejak dini kepada anak dan remaja ini banyak sekali terganjal stigma negatif dan rasa tabu.

Padahal, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebaiknya pendidikan seksual itu diberikan kepada anak sedini mungkin, serta dilakukan secara bertahap dan terus-menerus. 

Dengan mengenalkan edukasi seksual kepada anak sejak dini dan pastinya yang sesuai dengan umurnya, diharapkan mereka dapat membentengi diri mereka dengan ilmu-ilmu tersebut. 

Namun sayangnya, masih banyak terjadi peristiwa kekerasan seksual pada anak yang salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya kesadaran dan pendidikan seksual terhadap anak. 

Hal inilah yang membuat Mariana Y.H Opat, seorang aktivis asal Kupang dan seorang yang menjadi pejuang di garda terdepan dalam memperjuangkan hak kesehatan seksual dan reproduksi bagi anak dan remaja yang kurang mendapatkan edukasi mengenai pendidikan seksual. 

Penasaran dengan kisah inspiratifnya? Lalu, bagaimana Tata mengedukasi anak dan remaja di sekitarnya? Yuk! Simak kisahnya di bawah ini!

Berangkat dari Keresahan Bersama

Kisah perjuangan Tata membentuk komunitas Tenggara Youth Community berawal dari keresahan bersama di mana kasus kekerasan seksual masih menjadi jenis kekerasan terbanyak di Indonesia.

Berdasarkan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) sejak Januari kemarin terdapat 23.481 kasus kekerasan, sekitar 20.000 di antaranya dialami oleh korban perempuan serta dari jumlah tersebut, kekerasan seksual menempati angka tertinggi, yakni 10.395 kasus.

Selain angka tersebut sangat memprihatinkan, jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di lapangan justru lebih banyak dari yang tercatat karena mayoritas keluarga korban enggan untuk melaporkan karena alasan malu atau mencemari nama baik keluarga.

Alih-alih menjaga nama baik keluarga, mengakibatkan banyak kasus kekerasan seksual berujung pada “kesepakatan damai” yang sama sekali tidak menguntungkan pihak korban karena dampaknya akan terbawa seumur hidup seperti kehamilan tak diinginkan, trauma, dan lain sebagainya.

Tak hanya sampai disitu, stigma negatif dan adanya rasa tabu dalam membicarakan pendidikan seksual juga membuat banyak anak dan remaja kesulitan dalam mengakses informasi terkait kesehatan reproduksi.

Mereka tidak memiliki wadah untuk bercerita soal kesehatan reproduksi, serta diperburuk dengan orang tua yang merasa enggan memberikan pendidikan seksual karena adanya tabu dan stigma negatif itu sendiri.

Bahkan banyak orang tua yang ketika ditanya anaknya soal organ reproduksi dan pengetahuan seksual justru malah menepis pertanyaan si anak dengan jawaban “kamu masih kecil, belum cukup umur” yang tentunya mempersulit anak dan remaja untuk mengakses informasi terkait kesehatan reproduksi.

Melihat rendahnya angka kesadaran masyarakat akan pentingnya memberikan pendidkan seksual sejak dini, Tata merasa perlu adanya sebuah komunitas remaja yang dapat memfasilitasi mereka untuk berbincang soal kesehatan reproduksi, memberikan pendampingan, serta membuka akses informasi yang baik dan benar.

Selain didasari rasa kepedulian, Tata membentuk komunitas ini pun juga karena pengalamannya sebagai seorang penyintas. Dalam wawancaranya dengan idntimes.com ia bercerita "Kebetulan saya penyintas korban pelecehan seksual dan kekerasan dalam pacaran. Nah, hal ini kemudian menguatkan saya untuk berdiri bersama Tenggara. Komunitas ini bisa dibilang kaya bagian dari penyembuhan untuk diri sendiri,"

Pengalamannya sebagai seorang penyintas inilah yang memantik semangat perjuangan dalam diri Tata untuk dengan lantang menyuarakan isu-isu HKSR, serta meruntuhkan stigma negatif dan tabu yang selama ini melekat di masyarakat.

Harapannya komunitas ini dapat membuka mata masyarakat akan betapa pentingnya pendidikan seksual sejak dini, serta tidak ada lagi perempuan yang harus mengalami hal serupa dalam kesendirian dan ketidaktahuan.

Sempat Dianggap Remeh oleh Masyarakat

Awal mula Tata mendirikan komunitas ini pun bukanlah tanpa hambatan. Ada banyak sekali tantangan yang harus ia hadapi, mulai dari kekurangan relawan yang bersedia untuk terjun ke lapangan untuk memberikan edukasi seksual pada anak dan remaja, hingga masyarakat yang masih menganggap remeh pendidikan seksual

Dalam wawancara yang dilakukan oleh Kompas.com, Tata bercerita “Pada awalnya kami menemukan banyak orangtua maupun pendamping masih memandang, 'memangnya penting ya ajar anak-anak soal seks?”

Bahkan banyak di antara orang tua dan pendamping yang merasa bahwa pendidikan kesehatan seksual merupakan suatu hal yang tidak patut untuk dibicarakan karena hal tersebut di anggap sama dengan mengajarkan pornografi pada anak.

Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat Tata untuk meyakinkan masyarakat betapa pentingnya pendidikan seksual sejak dini. Melansir dari laman tempo.co, ia bersama komunitasnya telah merangkul setidaknya 2.000 remaja dan 43 komunitas yang ada di Nusa Tenggara Timur.

Dalam upaya menyebarkan edukasi seksual, Tenggara Youth Community memiliki beberapa program unggulan, salah satunya adalah Bacarita Kespro. Yakni program edukasi seksual dengan menggunakan metode khusus yang dirancang sendiri oleh Tenggara Youth Community.

Lalu ada juga Teman Bacarita yang merupakan program edukasi berupa ruang diskusi bebas tabu mengenai berbagai macam isu seksual dan kesehatan reproduksi, sehingga memberikan wadah bagi anak dan remaja untuk bercerita tentang apa saja yang sedang mereka hadapi.

Melalui komunitasnya Tata mendatangi berbagai kota dan desa hingga menyeberangi pulau untuk dapat memberikan edukasi seksual ke berbagai sekolah di Nusa Tenggara Timur, serta memberikan pendekatan khusus terhadap orang tua agar anak dapat dengan mudah mengkomunikasikan soal kesehatan seksual tanpa adanya rasa tabu.

Selain mengedukasi masyarkat, Tata juga aktif memberikan advokasi bagi mereka yang juga mengalami kasus kekerasan seksual, serta menggandeng para tokoh adat setempat untuk mendorong dibuatnya peraturan desa yang mengatur sanksi apa saja yang patut diberikan pada pelaku kekerasan seksual.

Tata Menerima Penghargaan SATU Indonesia Awards 2020

Kisah inspiratifnya dalam memperjuangkan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang sejatinya merupakan hak asasi manusia, serta menyingkap tabu dan stigma negatif di mata masyarakat terkait pendidikan seksual membuat Tata berhasil meraih penghargaan SATU Indonesia Awards pada tahun 2020 di bidang kesehatan.

Saat dirinya terpilih sebagai penerima penghargaan, Tata merasa terkejut karena selama ini ia merasa apa yang ia lakukan merupakan sebuah kewajiban.

“Saya tentu tidak menyangka bisa terpilih untuk mendapatkan penghargaan ini. Karena saya merasa apa yang saya lakukan ini merupakan hal yang memang harus saya kerjakan,” Jelas Tata saat diwawancarai oleh health.kompas.com.

Tata juga berpesan pada anak-anak muda lainnya yang juga sedang berjuang untuk tetap konsisten dan berkomitmen untuk melakukan apa yang sedang kita kerjakan, serta berharap semoga komunitasnya dapat menjangkau area yang lebih luas dan menjadi lembaga yang memiliki badan hukum agar dapat mengadvokasi para korban kekerasan seksual.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AW
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.