Anies Rasyid Baswedan adalah politisi sekaligus akademisi yang meramaikan panggung dunia politik Indonesia. Dikenal sebagai sosok intelektual dengan visi tajam, ia kerap terjun langsung ke dalam ranah kebijakan publik dan pemerintahan.
Puncak karier eksekutif Anies sejauh ini adalah ketika ia menjabat sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta periode 2017–2022. Kepemimpinannya memimpin Jakarta ditandai dengan sejumlah program dan kebijakan strategis.
Anies juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada 2014-2016. Dipilihnya ia menjadi menteri diukur dari kontribusinya terhadap dunia pendidikan Indonesia sejak awal 2000-an.
Sebagai akademisi dan mantan menteri pendidikan, Anies masih setia mengamati dengan perkembangan dunia pendidikan Indonesia. Menurutnya pendidikan sulit dibenahi dalam sekejap mata karena ada banyak masalah yang perlu dibenahi sehingga membutuhkan proses panjang untuk menyempurnakannya.
Pendidikan Seperti Kapal Tanker
World Education Forum adalah forum yang disediakan UNESCO, UNICEF, dan Bank Dunia untuk membahas isu-isu pendidikan level global. Forum ini tidak biasa karena digelar 15 tahun sekali.
Saat berbincang dengan Good News From Indonesia, Anies menyinggung forum tersebut ketika membahas pendidikan Indonesia. Menurutnya dari situ bisa dilihat bahwa membenahi pendidikan butuh waktu dan kurikulumnya harus konsisten tidak terus berganti-ganti.
Perumpamaan menarik lalu diutarakan Anies. Menurutnya pendidikan bagaikan kapal tanker panjang yang jika diputar butuh waktu lebih lama, sama halnya dengan pendidikan yang butuh proses panjang untuk perubahan yang membawa dampak baik.
“Jadi pendidikan itu kalau ilustrasi kayak kapal tanker yang panjangnya 1 kilometer. Untuk melakukan perubahan arah itu diperlukan putaran puluhan kali dan baru nanti terlihat belok di kilometer ketujuh. Nah, selama dari kilometer nol sampai kilometer ketujuh itu banyak orang tanya: ‘Mana perubahannya? Mana dampaknya?’,” ucap Anies kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Anies lalu mengingatkan pentingnya investasi kepada kualitas sumber daya manusia. Ia percaya dengan meningkatnya SDM melalui pendidikan bisa menjadi kunci membuat sebuah negara lebih maju.
“Kalau kita mengatakan sumber daya manusia, maka kita mengatakan manusia sebagai faktor produksi. Manusia sebagai sumber daya. Ada sumber daya modal, teknologi, tanah, manusia itu dalam persamaan disebut sebagai production function. Nah, kalau ini bukan. Karena itulah dari situ saya kemudian berminat untuk bicara peningkatan kualitas manusia pendidikan karena pendidikan menjadi kunci,” ucapnya.
Dampak Positif Polarisasi
Sebelumnya, Anies dalam obrolannya membahas mengenai polarisasi. Menurutnya polarisasi dan perpecahan ada di titik yang berbeda dengan fase yang berbeda pula. Ia menggariskan empat tahap yang dapat dilalui sebuah perbedaan pendapat yaitu polarisasi, friksi, konflik, dan perpecahan.
Polarisasi tidak hanya di dalam politik yang artinya bisa di mana saja. Anies mengambil contoh saat seseorang atau lebih dari satu orang mendukung tim kesayangannya, polarisasi pun bisa tercipta.
Maka dari itu, ia merasa butuh adanya kesadaran, ambang batas atau batasan tertentu dalam memberikan dukungan. Ia mengingatkan saat “pertandingan” sudah selesai, maka selesai jugalah polarisasi itu.
“Setelah selesai, copotlah itu jersey. Itu namanya mengelola dengan baik,” ucap Anies.
Anies mengerti ada masanya perbedaan menjadi tajam saat berkompetisi. Akan tetapi, setelah kompetisi selesai, sudah semestinya identitas kelompok yang terpolarisasi harus dilepaskan, dan masyarakat kembali menjadi utuh.
Ia mencontohkan debat Brexit di Inggris di mana polarisasinya sangat keras dan ketat, tetapi tidak menyangkut isu identitas atau ras. Ketika argumen bertubi-tubi disuarakan, publik mendapatkan pencerahan, dan setelah keputusan diambil, polarisasi pun selesai.
“Polarisasi itu akan bisa merangsang sampai pada tahap tertentu enggak asal enggak kebablasan jadi friksi, Merangsang masing-masing pihak itu untuk menyampaikan argumen, menyampaikan gagasan, berdebat, yang itu kemudian memaksa kita yang menonton menyaksikan adanya gagasan-gagasan yang saling diasah,” ungkapnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News