gemabeta gerakan masyarakat bebas pelita lewat plts - News | Good News From Indonesia 2025

Gemabeta: Gerakan Masyarakat Bebas Pelita Lewat PLTS

Gemabeta: Gerakan Masyarakat Bebas Pelita Lewat PLTS
images info

Gemabeta: Gerakan Masyarakat Bebas Pelita Lewat PLTS


Kampung terpencil di sudut-sudut daerah, hidup manusia setiap harinya. Mereka makan, minum, mencari penghidupan, pendidikan di medan tempuh yang tak selalu rata. Bahkan bisa dibilang lebih terjal dari luar kampung mereka. Sebab, tak sedikit dari tempat tinggal mereka yang dihadapkan akan keterbatasan. Keterbatasan akses air bersih, pendidikan, pekerjaan, suplai makanan dan minuman bergizi hingga pencahayaan di malam gulita masih menjadi problematika sehari-hari.

Ketimpangan ekonomi, pendidikan, sosial, teknologi, pekerjaan menjadi isu yang terus menjadi sorotan. Menjadi ujian para pemangku jabatan pemerintahan serta seluruh pemegang tanggung jawab serta kesadaran sosial untuk membuka mata bergerak mengadakan pemerataan terhadap layanan, fasilitas dan memberikan akses yang layak kepada seluruh lapisan masyarakat.

Kesadaran itu hadir dari Emilius Sudirjo. Ketika kala itu sedang berdiskusi hangat bersama rekannya Kris dan Kunto, mata hatinya terbuka melihat realita di tempat tinggalnya. Ia mengingat kehidupan saudara di Kampung Sangke begitu malam telah tiba. Mereka akan mulai membakar minyak tanah untuk menyalakan cahaya demi kehidupan malam mereka melihat warna dunia. Hanya dari cahaya jingga itu, sayup-sayup warna dunia bisa mereka lihat.

Gemabeta: Mengkampanyekan Transformasi dari Lampu Pelita ke PLTS 

Potret Emilius Sudirjo sedang menjadi narasumber dalam acara pelatihan dan pengenalan sistem PLTS SHS | Facebook Gemabeta 
info gambar

Potret Emilius Sudirjo sedang menjadi narasumber dalam acara pelatihan dan pengenalan sistem PLTS SHS | Facebook Gemabeta 


Gerakan itu ia namai dengan Gerakan Masyarakat Bebas Pelita (Gemabeta). Melalui gerakan ini, Emilius bersama tim yang berjumlah 5 anggota mengedukasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kepada masyarakat setempat yang ikut menjadi relawan. Kemudian, mereka mengkampanyekan sekaligus mengajak masyarakat kampung-kampung yang masih menggunakan Lampu Pelita di Kabupaten Landak untuk beralih menggunakan Pembakit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan meninggalkan penggunaan Lampu Pelita.

Kampung Sangke yang berada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat adalah salah satu daerah yang tidak menggunakan penerangan tenaga listrik. Bukan karena tidak mau menggunakan, tetapi karena daerahnya yang terpencil sehingga tidak terjangkau infrastruktur PLN. 

Di mana pencahayaan di malam yang gelap para penduduk Kampung Sangke masih menggunakan lampu tradisional dengan bahan bakar minyak tanah. Emilius, peneliti ahli muda dengan pangkat penata tingkat I dalam bidang penelitian dan pengembangan itu menyebut lampu tradisional ini dengan nama Lampu Pelita. Melalui gerakan yang digagasnya, Emilius mengajak masyarakat Kampung Sangke yang berjumlah 90 kepala keluarga beralih menggunakan PLTS. Agar mereka dapat memiliki cadangan lampu listrik mandiri di luar PLN dengan memanfaatkan suatu sistem yang dapat mengubah energi panas matahari menjadi energi listrik.

Selain Kampung Sangke, kampanye Gemabeta meluas ke kampung lain di Kabupaten Landak yang masih menggunakan Lampu Pelita. Salah satunya adalah kampung Mengkatang dan Kota Intan Ngebang.

Perbedaan Lampu Pelita dan PLTS: Sumber Cahaya Tradisional vs Energi Surya Modern

Potret pemasangan PLTS di Kota Intan Ngebang Kabupaten Landak, Kalimantan Barat | Facebook Gemabeta 
info gambar

Potret pemasangan PLTS di Kota Intan Ngebang Kabupaten Landak, Kalimantan Barat | Facebook Gemabeta 


Selain, cahaya Lampu Pelita yang redup bisa mempengaruhi kesehatan mata, pelita berpotensi mendatangkan musibah kebakaran apabila meletakkan Lampu Pelita di sembarang tempat atau terjadi kelalaian. Lebih jauh lagi, karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pelita menambah polusi gas rumah kaca dan partikel karbon (C) serta monoksida (CO) Lampu Pelita sangat berbahaya bagi kesehatan.

Tak hanya itu, Lampu Pelita terbukti tidak ekonomis. Emilius mengungkapkan bahwa rata-rata mereka menghabiskan 10 liter minyak tanah setiap bulannya. Itu berarti apabila 1 liter minyak tanah seharga Rp10.000, maka dalam satu bulannya mereka mengeluarkan uang Rp100.000 atau Rp1,2 juta pertahun.

Sedangkan, apabila mereka menggunakan PLTS, Rp700.000 sudah dapat PLTS mini. Ini artinya dalam waktu 7 bulan, biaya yang mereka keluarkan untuk membeli minyak tanah bisa digunakan untuk membeli 1 set PLTS mini. 

Berbeda ketika uang digunakan untuk membeli minyak tanah dengan PLTS mini. Di mana ketika memilih membeli dan menggunakan minyak tanah, maka minyak tanah sekali membeli, maka sekali dipakai akan habis. Sedangkan apabila membeli dan menggunakan PLTS mini sekali membeli, maka penggunaannya bisa bertahan lama. Misalnya baterai PLTS mampu bertahan hingga 3-5 tahun dan untuk panelnya bisa bertahan hingga 15 tahun

Donasi untuk Penerangan Kampung: Wujudkan PLTS bagi Warga yang Membutuhkan

Perlengkapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) siap dirakit untuk penerangan kampung terpencil di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat | Facebook Gemabeta 
info gambar

Perlengkapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) siap dirakit untuk penerangan kampung terpencil di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat | Facebook Gemabeta 


Gemabeta mengajak masyarakat yang concern akan isu kampung-kampung yang membutuhkan penerangan untuk ikut andil memberikan uluran tangan demi mengurangi biaya pembelian PLTS untuk mereka yang membutuhkan.

Selain itu, Gemabeta mengajak para keluarga di kampung-kampung yang membutuhkan penerangan untuk bermitra dengan Gemabeta. Tercatat tahun 2020, terdapat 23 kepala keluarga yang menjadi mitra Gemabeta. Mereka dikatakan mitra karena mau menggunakan PLTS dengan membelinya melalui metode pembayaran mencicil.

"Harapan kami semakin banyak masyarakat yang mengerti mengenai PLTS dan mau beralih menggunakan PLTS daripada Lampu Pelita," ungkap Emilius dalam postingan Facebook Gemabeta.

Gemabeta mengajak masyarakat Kabupaten Landak yang masih menggunakan Lampu Pelita sebagai penerangan beralih menggunakan PLTS.

Namun sejak merebaknya Pandemi Covid 19 hingga saat ini Gemabeta berhenti beroperasi. Emilius mengungkapkan bahwa setelah merabaknya Pandemi Covid 19, Gemabeta kehilangan donatur. Sampai saat ini Gemabeta vakum karena kekurangan dana untuk menjalankan gerakan ini.

#KabarBaikSatuIndonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

ES
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.