dari panggilan hei jadi gerakan kiprah laura marisa siagian menyalakan literasi di papua - News | Good News From Indonesia 2025

Dari Panggilan ‘Hei’ Jadi Gerakan: Kiprah Laura Marisa Siagian Menyalakan Literasi di Papua

Dari Panggilan ‘Hei’ Jadi Gerakan: Kiprah Laura Marisa Siagian Menyalakan Literasi di Papua
images info

Dari Panggilan ‘Hei’ Jadi Gerakan: Kiprah Laura Marisa Siagian Menyalakan Literasi di Papua


Rumah Belajar Papua Hei merupakan komunitas penggerak literasi di Papua yang berdiri pada Maret 2016. Inisiatornya, Ratna Pulung Patria Daga, tergerak karena melihat minimnya akses pendidikan di Yapen. Ia prihatin karena banyak anak Papua yang belum mendapatkan hak pendidikannya akibat kurangnya guru.

Nama “Hei” berasal dari panggilan Ratna ketika mengajak anak‑anak belajar di rumahnya. Panggilan sederhana itu berubah menjadi gerakan mengajarkan literasi di Papua. Menurut Ratna, generasi Papua masih tertinggal dari standar pendidikan yang seharusnya dan gerakan ini merupakan ajakan menyeimbangkan keadaan ke arah positif.

baca juga

Gerakan Papua Hei tumbuh dari keprihatinan. Ketika Ratna bertugas sebagai Ketua Persit Kartika Candra Kirana di Serui, ia memanfaatkan posisinya untuk mengajak para ibu mendukung pendidikan anak‑anak. Nama Papua Hei sendiri lahir dari kebiasaan memanggil anak‑anak dengan seruan “Hei, mari belajar”.

Ajakan itu menjadi semangat untuk membangun Papua melalui pendidikan. Dengan dukungan relawan, rumah belajar pertama didirikan di atas laut di Kampung Sarawandori, buku‑bukunya berasal dari sumbangan relawan dan toko buku.

Metode dan Dampak Pendidikan

Kegiatan awal komunitas ini berfokus pada calistung (baca tulis hitung). Di Sarawandori, para relawan mengajarkan membaca dan menulis kepada anak‑anak yang sebelumnya enggan bersekolah. Pendekatan Papua Hei berbeda dari sekolah formal; mereka mengajar dengan cara yang bersahabat dan penuh perhatian.

Ratna menekankan bahwa anak‑anak Papua terbiasa membantu orang tua atau bermain di luar, sehingga pendidikan harus ditempuh dengan kasih sayang. Ia mengatakan bahwa membentak hanya akan menambah jarak; pendekatan lembut membuat anak‑anak memanggilnya “Aunty”, bukan “Bu Guru”.

Untuk meningkatkan efektivitas belajar, setiap anak mengikuti asesmen agar pengajar mengetahui kemampuan dasar mereka. Hasil asesmen membagi siswa ke dalam empat level sehingga pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan, bukan sekadar mengikuti kelas formal.

Langkah ini terbukti efektif, anak‑anak yang semula sulit membaca dan berhitung mulai bisa mengeja kata, menulis kalimat sederhana, dan berhitung dengan lancar. Selain literasi dasar, kelas selalu diawali dengan menyanyikan Indonesia Raya dan menghafal Pancasila.

Komunitas ini tak hanya belajar di kelas. Sejak 2019, Papua Hei mulai aktif menyelenggarakan acara publik seperti Forum Komunikasi Pendidik, lomba memperingati Hari Lahir Pancasila, lomba Sumpah Pemuda dan Wisata Profesi.

Program seperti lomba kebhinekaan dan Wisata Profesi memberi ruang bagi anak‑anak untuk mengekspresikan diri dan belajar mengenal profesi yang ada di lingkungan mereka. Kegiatan ini juga melibatkan masyarakat setempat, orang tua dan relawan sehingga membangun ekosistem belajar yang inklusif.

Komunitas ini terus berinovasi meskipun menghadapi tantangan. Banyak anak kelas 5 dan 6 SD di Papua yang masih kesulitan membaca dan berhitung. Budaya lokal yang menempatkan anak sebagai pencari nafkah membuat pendidikan formal kurang diminati.

Ratna menyadari bahwa relawan tidak bisa melihat kondisi anak‑anak dengan kacamata sendiri; mereka harus memahami kebutuhan dan latar belakang peserta didik lalu mendampingi dengan kesederhanaan dan talenta masing‑masing

Kepemimpinan Baru dan Penghargaan

Berkat kerja keras para relawan, Papua Hei mendapat sejumlah penghargaan. Pada 2018 komunitas ini meraih penghargaan Reading Community Competition dan kategori “Peduli” dalam Penggerak Pendidikan Indonesia. Dua tahun berikutnya, kegiatan literasi semakin masif.

Pada 2023 Ratna mendapat Apresiasi SATU Indonesia Award dari Astra. Tahun 2024, di bawah kepemimpinan Laura Marisa Siagian, Papua Hei kembali masuk jajaran penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards. Dalam daftar penerima apresiasi 2024, nama Laura Marisa Siagian tercatat sebagai peraih penghargaan di bidang pendidikan untuk kegiatan Rumah Belajar Papua Hei.

Sosok Laura Marisa menarik karena tidak hanya aktif di komunitas literasi. Pada tahun yang sama, ia tercatat sebagai Petugas Pengawas Lapangan (PML) dalam pendataan Potensi Desa (PODES) BPS Kepulauan Yapen.

Laporan resmi BPS menyebut bahwa pengumpulan data PODES di Imboriawa dan Wamori dilakukan di bawah supervisi Laura Marisa Siagian. Pengalaman ini membekalinya dengan keterampilan manajerial dan kemampuan mengorganisir relawan, sehingga mampu memimpin ekspansi Papua Hei ke berbagai daerah seperti Serui, Aromarea, Jayapura, Sentani dan Gersen.

Laura membawa energi baru dalam komunitas. Ia mengajak generasi muda Papua untuk tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga agen perubahan. Dengan latar belakangnya sebagai pengawas statistik, ia mendorong penggunaan data untuk merancang program yang tepat sasaran.

Pendekatannya selaras dengan semangat pendiri komunitas, yaitu melihat anak‑anak Papua sebagai saudara sebangsa yang berhak mendapatkan pendidikan.

Keberhasilan Papua Hei di bawah Ratna dan Laura membuktikan bahwa gerakan kecil bisa memberi dampak besar. Pengakuan dari Apresiasi SATU Indonesia Awards menegaskan bahwa literasi dan pendidikan dasar sangat penting dalam membangun Indonesia.

Dengan dukungan dana pembinaan dari Astra, komunitas ini berpeluang memperluas programnya dan berkolaborasi dengan Kampung Berseri Astra serta Desa Sejahtera Astra untuk memperluas dampak.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IW
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.