Setiap tanggal 29 September diperingati sebagai Hari Sarjana Nasional. Perayaan ini bertujuan sebagai refleksi atas kontribusi para sarjana terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Selain itu, hari sarjana nasional juga diharapkan menjadi pendorong bagi anak muda di untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya hingga memperoleh gelar dan mampu bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya.
Namun, perayaan ini tidak sekadar hadir tanpa latar belakang tertentu. Ada sosok genius dan petualang sejati yang telah mengharumkan nama bangsa Indonesia di kancah internasional. Siapakah beliau? Simak artikel berikut!
Sejarah Hari Sarjana Nasional
Hari sarjana nasional merupakan bentuk penghormatan kepada Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak kandung Raden Ajeng Kartini yang menjadi sarjana pertama di Indonesia.
Dikutip dari Tempo.co, pada tahun 1897, beliau melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Belanda setelah menyelesaikan jenjang Hogere Burger School (HBS) yang setingkat SMA di Semarang.
Awalnya, beliau menempuh pendidikan di sekolah teknik di Delft. Namun, karena merasa tidak sesuai dengan jiwanya, beliau pindah ke Fakultas Sastra dan Filsafat di Universitas Leiden. Di fakultas inilah Sosrokartono memperoleh gelar doctorandus in de Oostersche (doktorandus dari Timur) dalam bidang sastra dan bahasa.
Selama proses pendidikannya di Belanda, Sosrokartono menarik perhatian karena kemampuannya dalam berbahasa. Beliau menguasai 17 bahasa asing dan 10 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Salah satu bahasa yang diketahuinya adalah Bahasa Basque yang berasal dari Spanyol.
Hal inilah yang mengantarkannya menjadi satu-satunya wartawan yang merilis perjanjian rahasia antara Prancis dan Jerman saat perang dunia I, hingga menjadi juru bahasa di Liga Bangsa-Bangsa (saat ini PBB).
Selain itu, sepak terjangnya selama berkuliah di Belanda begitu gemilang. Sosrokartono pernah dipercayai oleh Dr. Johan Hendrik Kern, pembimbing utama Sosrokartono di Leiden, untuk membawakan pidato di Kongres Sastra Belanda di Gent, Georgia pada Tahun 1899, baru dua tahun sejak beliau pindah ke Belanda.
Pidato tersebut terkenal ikonik karena menyoroti Belanda, sebagai pemerintah jajahan di Hindia Belanda, yang tidak mengajarkan bahasanya kepada masyarakat yang ada di daerah jajahannya. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran hak-hak kaum pribumi oleh Belanda.
Setelah menjelajah Eropa selama 29 tahun, sosok guru spiritual bagi Presiden Soekarno ini memilih untuk kembali ke kampung halamannya untuk mendirikan sekolah dan perpustakaan sebagai ikhtiar untuk berkontribusi terhadap pendidikan di Indonesia.
Hal ini tentunya menjadi gambaran bahwa betapa jauh Sosrokartono melangkah, pilihan terpenting di dalam hidupnya adalah pulang dan berjuang untuk perkembangan pendidikan di Indonesia.
Maka tidak heran, jika beliau menjadi sosok inspirasi bagi banyak tokoh-tokoh terkenal di Indonesia, seperti Ki Hajar Dewantara, Soekarno, hingga adiknya sendiri, R.A. Kartini yang menjadi tokoh emansipasi perempuan di Indonesia.
Peran Sarjana bagi Negara
Jika merefleksikan peran sarjana sejak sebelum kemerdekaan hingga hari ini, maka Kawan akan menemukan banyak kontribusi besar yang diberikan oleh anak-anak muda yang sedang atau telah menempuh pendidikan tinggi.
Pada masa penjajahan, para sarjana berperan sebagai sosok intelektual yang mampu memberikan ide-ide segar terhadap kemajuan Hindia Belanda. Salah satu contoh yang telah dijabarkan di atas adalah Sosrokartono yang menjadi tokoh intelektual pemberani yang menentang Belanda untuk memberikan pendidikan yang layak terhadap kaum pribumi.
Saat Indonesia sedang tertatih menempuh jalan untuk mencapai kemerdekaan, para sarjana juga memegang peranan penting dalam mempelopori pergerakan nasional di berbagai sudut negeri, seperti sosok terkenal sepanjang masa, Soekarno dan Hatta.
Bahkan, terdapat organisasi yang diisi oleh anak-anak muda yang menempuh pendidikan tinggi seperti Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) yang menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengkaji dan menyuarakan isu-isu kebangsaan, termasuk isu-isu kepemudaan yang kelak menjadi cikal bakal lahirnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Tidak berhenti di situ, peran sarjana tetap berlanjut hingga hari ini. Pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya selama menempuh bangku kuliah di perguruan tinggi dapat menjadi fondasi bagi pembangunan dan kemajuan bangsa. Kreativitas dan inovasi para sarjana terbukti mampu mengukir pembangunan yang ada di setiap sudut Indonesia.
Namun, yang terpenting dari semua itu, kemampuannya untuk bersuara dan berpikir kritis terhadap masalah yang dihadapi negara mampu mendorong reformasi yang positif. Energi yang besar dan pola pikir ideal yang belum terjamah oleh kepentingan, membuat para sarjana menjadi harapan bagi arah Indonesia yang lebih baik.
Refleksi Para Sarjana Hari Ini
Kawan tidak perlu menempuh jarak yang jauh hingga ke Belanda, seperti Sosrokartono, untuk memperoleh pendidikan yang layak. Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat 2.937 perguruan tinggi di bawah Kemenristekdikti pada tahun 2024. Jumlah ini menaungi 8,4 Juta mahasiswa yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun, sayangnya, jumlah universitas yang tinggi tidak beriringan dengan daya serap sarjana di dunia kerja. Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat lebih dari 1 Juta sarjana yang belum bekerja hingga Februari 2025, angka tertinggi sejak empat tahun terakhir.
Jika keadaan ini terus berlanjut, maka para sarjana yang notabene diisi oleh anak-anak muda dengan energi dan ide yang besar akan menjadi bom waktu bagi demografi dan kondisi sosial di Indonesia.
Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian pemerintah untuk menyediakan ruang bertumbuh bagi para sarjana untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk kepentingan bangsa, khususnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini bisa ditempuh dengan memperbaiki sistem rekrutmen yang adil dan transparan hingga investasi pemerintah pada industri yang menyerap banyak tenaga kerja.
Dengan demikian, sejarah, peran, dan refleksi di Hari Sarjana Nasional yang dirayakan setiap tanggal 29 September. Dari Sosrokartono Kawan bisa belajar tentang keberanian intelektualitas seorang sarjana yang tepat untuk kepentingan bangsa.
Semoga peran para sarjana tetap relevan demi kemajuan bangsa hingga hari ini. Selamat mengambil peran untuk para sarjana di seluruh Indonesia!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News