Asia semakin aktif dalam mengembangkan perdagangan karbon sebagai bagian dari upaya global mengatasi perubahan iklim. Indonesia, Malaysia, dan Jepang menjadi tiga negara utama di Asia yang membangun bursa karbon dengan volume perdagangan signifikan untuk mendorong transisi hijau dan mengurangi emisi karbon. Artikel ini akan membahas secara mendalam perbandingan bursa karbon di ketiga negara tersebut, mencakup periode perdagangan, volume perdagangan, jumlah produk, serta akses investor asing.
Bursa karbon adalah platform perdagangan yang memungkinkan perusahaan dan negara untuk membeli dan menjual izin emisi karbon. Tujuannya adalah mengendalikan total emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke udara dengan cara memberikan insentif finansial pada pengurangan emisi. Dengan semakin banyaknya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan, pasar karbon menjadi alat vital dalam mencapai target net zero emission di berbagai negara. Berikut adalah perbandingan Bursa Karbon di 3 Negara Asia
Indonesia meluncurkan IDXCarbon sebagai bursa karbon resmi pada 26 September 2023 dengan periode perdagangan yang direncanakan hingga 15 Agustus 2025. IDXCarbon langsung mencatatkan volume perdagangan sebesar 1.604.527 unit, jauh mengungguli bursa karbon negara lain di Asia dalam periode yang sama. Indonesia menawarkan 8 produk karbon yang diperdagangkan di pasar ini.
Dalam hal akses, IDXCarbon membatasi investor asing hanya untuk unit yang memiliki izin resmi, menunjukkan pendekatan caution dan pengawasan yang ketat untuk menjaga kestabilan pasar dan integritas perdagangan karbon Indonesia.
Indonesia diuntungkan oleh potensi besar dalam pengurangan emisi dari sektor kehutanan dan energi terbarukan yang menjadi fokus utama pembangunan berkelanjutan di negara ini. Bursa karbon ini berperan penting untuk mendukung komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris dan target pengurangan emisi 29% pada 2030 dengan usaha sendiri (BAU) dan hingga 41% dengan bantuan internasional.
Baca Selengkapnya