Gelombang demonstrasi mewarnai berbagai kota besar di Indonesia pada 28-29 Agustus 2025. Aksi ini awalnya menuntut pembatalan tunjangan DPR.
Akan tetapi, aksi justru berubah menjadi kerusuhan setelah tragedi yang menewaskan seorang driver ojek online, Affan Kurniawan. Dalam waktu singkat, demo meluas ke puluhan kota dan berubah menjadi kerusuhan. Peristiwa ini menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan publik terhadap elit politik dan kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Dalam perkembangan aksi tersebut, ekspresi massa tidak hanya hadir melalui orasi dan barisan di jalan, tetapi juga meluas ke dunia maya. Media sosial dipenuhi unggahan warganet yang membagikan poster-poster digital bertuliskan “Alerta”. Kata tersebut menjadi simbol visual yang menyebar cepat dan dipakai untuk menandai perlawanan sekaligus menyatukan narasi perjuangan di ruang digital.
Lantas, apa sebenarnya arti dari istilah Alerta?
Asal Usul Alerta
“Alerta” merupakan istilah dari bahasa Spanyol yang berarti kewaspadaan atau kesiapsiagaan. Awalnya, kata ini digunakan dalam konteks militer dan keamanan.
Namun, istilah ini diadopsi secara luas oleh berbagai kelompok perlawanan di Amerika Latin pada abad ke-20. Seiring berjalannya waktu, makna “Alerta” bertransformasi menjadi seruan politik yang melambangkan kesiapan masyarakat untuk melawan penindasan dan ketidakadilan.
Bukan Sekadar Tuntutan: 17+8 Indonesia Berbenah Resmi Diserahkan ke DPR RI
Kata “Alerta” semakin dikenal luas ketika berbagai gerakan seperti buruh, mahasiswa, dan komunitas aktivis di berbagai negara menggunakannya sebagai simbol solidaritas. Istilah ini menjadi representasi semangat kolektif untuk melawan penindasan dalam bentuk poster, spanduk, maupun lagu perjuangan. Selain itu, beberapa organisasi internasional yang fokus pada hak asasi manusia juga mengadopsi istilah ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Pemakaian Alerta Pada Aksi Demonstrasi Di Indonesia
Setelah dikenal di dunia internasional, istilah “Alerta” mulai diperkenalkan di Indonesia sejak awal tahun 2000-an melalui jaringan para aktivis, literatur gerakan sosial, dan musik perlawanan dari Amerika. Pada awalnya, kata ini hanya dikenal di kalangan mahasiswa dan komunitas progresif yang aktif mempelajari gerakan rakyat di seluruh dunia.
Namun, dengan pesatnya perkembangan media sosial, istilah “Alerta” mulai menyebar lebih luas, terutama dalam bentuk poster digital, mural, dan konten kreatif yang berkaitan dengan aksi di Indonesia.
Bagi masyarakat Indonesia, istilah “Alerta” dipahami sebagai seruan untuk tidak tinggal diam menghadapi ketidakadilan. Meski berasal dari bahasa Spanyol, kata ini kemudian diterjemahkan secara kontekstual sebagai panggilan untuk melawan kondisi sosial-politik yang dianggap menyengsarakan rakyat.
Maknanya memang sederhana, tetapi kata ini sarat akan pesan. “Alerta” sering muncul dalam demonstrasi besar, baik melalui poster maupun spanduk sebagai simbol yang mudah dimengerti dan dikenali oleh banyak orang.
Daya tarik istilah ini terletak pada kesederhanaan bentuk sekaligus keluasan pesan yang terkandung di dalamnya. Satu kata singkat mampu memuat makna solidaritas, kewaspadaan, serta semangat perlawanan.
Oleh karena itu, penggunaan “Alerta” di Indonesia bukan sekadar adopsi bahasa asing, tetapi juga transformasi simbol yang menegaskan keterhubungan dengan perjuangan global sekaligus memperkuat identitas kolektif dalam melawan penindasan.
Bagi sejumlah aktivis, “Alerta” berfungsi sebagai pengingat bahwa perjuangan rakyat Indonesia merupakan bagian dari gelombang perlawanan internasional. Namun, di sisi lain istilah ini juga mencerminkan realitas di dalam negeri, yaitu sebuah ajakan agar masyarakat tidak bersikap pasif di tengah krisis keadilan sosial dan politik.
Dengan demikian, “Alerta” hadir sebagai jembatan antara solidaritas global dan tuntutan lokal di mana menjadikannya relevan dalam dinamika gerakan sosial di Indonesia.
Demonstrasi adalah Hak Setiap Warga Negara, Ini Dasar Hukumnya
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News