Gelombang aksi demonstrasi yang berujung kepada ricuh terjadi di Surabaya. Setelah membakar Gedung Negara Grahadi, massa yang marah juga ikut membakar Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Tegalsari, Minggu (31/8/2025) dini hari.
Kebakaran di Mapolsek Tegalsari ini terjadi sekitar pukul 00.33 WIB. Kobaran api melahap sebagian besar bangunan, sementara massa yang bertahan melakukan pengrusakan dan penjarahan.
Plakat bertuliskan “Polsek Tegalsari” pun menjadi sasaran. Massa mencoretnya dengan tulisan “Polisi Pembunuh”. Aksi itu semakin menyulut ketegangan di kawasan tersebut.
Kebakaran yang melanda Polsek Tegalsari menimbulkan rasa keprihatinan. Hal ini karena bangunan itu berstatus cagar budaya.
"Kerusakan 90% terbakar. Sisa 10 % bangunan masjid Polsek yang masih utuh tidak terbakar," ujar Kapolsek Tegalsari Kompol Rizki Santoso yang dimuat Detik.
Cagar budaya
Pegiat sejarah Begandring Surabaya Achmad Zaki Yamani menjelaskan keberadaan Polsek Tegalsari tidak bisa dilepaskan dari kebijakan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1914. Saat itu negara menetapkan dasar-dasar reorganisasi kepolisian.
Kebijakan ini menjadi fondasi bagi sistem kepolisian di Hindia Belanda, termasuk di tiga kota utama kala itu, salah satunya Surabaya.
"Pada awal penerapannya, wilayah Surabaya hanya memiliki tiga Seksi Polisi. Namun, seiring perkembangan kota, jumlahnya bertambah menjadi lima dan akhirnya menjadi enam Seksi," Jelasnya yang dimuat Detik.
Sejak awal Polsek Tegalsari difungsikan sebagai kantor polisi yang berada di bawah Hoofdbureau van Politie Soerabaia atau Biro Besar Kepolisian Surabaya. Gedung yang dibangun pada tahun 1920-an ini dikenal sebagai Politie Bureau 2e Sectie Kaliasin Soerabaja atau Seksi 2 Kaliasin.
Pada masa itu, Seksi 2 Kaliasin membawahi beberapa pos polisi, antara lain di Kayoon, Keputran, Kedunganyar, dan Sawahan.
"Seksi 2 Kaliasin berasrama di daerah Kepanjen Surabaya, melihat letaknya maka dapat disimpulkan bahwa memiliki fungsi sebagai pengawas keamanan di wilayah pusat kota Surabaya hingga saat ini," Ungkapnya.
Ditetapkan sebagai cagar budaya
Polsek Tegalsari telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya. Penetapan ini tertuang dalam surat keputusan bernomor 188.45/501/436.1.2/2013 tertanggal 11 Desember 2013.
Penetapan tersebut menjadi bentuk penghargaan atas peran penting Polsek Tegalsari dalam perjalanan kota. Sebagai salah satu ikon pusat Surabaya, gedung ini menyimpang sejarah keamanan dan keterbukaan di Kota Pahlawan.
Hal yang unik dari Polsek Tegalsari adalah keberadaan bunker di belakang gedung. bungker Tegalsari terletak pada bentuk atap segi delapan dengan lubang ventilasi udara.
Ciri ini mirip dengan bangunan kantor Polsek Tegalsari yang berada di kompleks yang sama. Salah seorang pencinta sejarah, Kuncarsono Prasetyo, mengatakan bungker Tegalsari pada masanya memang difungsikan untuk tempat perlindungan.
"Pada era tahun 1920an itu, memang diwajibkan memiliki bungker untuk perlindungan. Karena memang (waktu itu diduga) ada ancaman perang dunia kedua. Jadi semua bangunan yang dibangun pada tahun-tahun itu memiliki bungker," kata Kuncarsono.
Namun peristiwa kebakaran ini menyebabkan kerusakan parah pada gedung, sehingga nilai cagar budaya yang melekat padanya melemah, bahkan nyaris hilang.
Kebakaran ini menjadi kehilangan besar bagi masyarakat Surabaya. Sebuah bangunan bersejarah yang selama ratusan tahun menjadi saksi perkembangan kota, kini tinggal kenangan.
Sumber:
- Polsek Tegalsari Surabaya Ludes Dibakar Perusuh
- Jejak Polsek Tegalsari, Kantor Polisi era Belanda Kini Tersisa Puing
- Kota Surabaya Kehilangan Satu Lagi Cagar Budaya: Polsek Tegalsari
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News