Di balik area Pegunungan Arfak, Papua Barat, terdapat semangat besar dari seorang pemuda bernama Henok Ayabmen. Ia menyaksikan dan merasakan langsung bagaimana pendidikan bisa menjadi hal yang jauh dari kata layak.
Henok dipertontonkan fenomena anak di kampung halamannya tumbuh besar tanpa keterampilan membaca dan menulis. Memang menjadi PR besar ketika pendidikan di daerah terpencil masih menyimpan keterbatasan akan membaca dan menulis. Ia yang melihat situasi ini merasa terpanggil untuk bertindak lebih jauh.
Alih-alih menghindar, Henok membuat keputusan krusial untuk menghadapi tantangan ini dan menjadi bagian dari solusi. Ia berpegang teguh pada pendiriannya bahwa pendidikan adalah jalan keluar bagi anak-anak Papua dalam menatap masa depan yang cerah.
Merespon dengan upaya kecil, melalui mengajak anak-anak di kampungnya untuk belajar huruf dan angka dengan konsep yang sederhana. Ini bukan sekadar langkah kecil, tetapi juga pembuka pintu gerbang pendidikan di kampung halamannya.
Rumah Baca Sijo
Berangkat dari kegelisahan, Henok mencetuskan ruang belajar sederhana yang diberi nama Rumah Baca Sijo. Rumah baca ini pertama kali berdiri di tanah Soribo, Manokwari Barat yang selanjutnya dipindahkan ke Kampung Dugrijmog, Pegunungan Arfak. Berbentuk ruang belajar sederhana, tetapi menjadi api kecil yang berdampak pada anak-anak untuk belajar membaca dan menghitung.
Berlokasi di pedalaman, Rumah Baca Sijo bukan sekadar tempat belajar, tetapi menjadi ruang bermain dan asa untuk tumbuh bersama. Seperti yang diketahui, situasi pendidikan di daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) dihadapkan dengan tantangan berupa akses, kesiapan tenaga pendidik, dan fasilitas yang belum mumpuni. Dalam hal ini, Henok memfasilitasi anak-anak dengan buku bacaan dan konsep pembelajaran yang bisa diterima oleh masyarakat sekitar, sehingga mereka bisa belajar dengan nyaman.
Apresiasi Sebagai Motivasi
Layaknya api kecil yang mulai membesar, aksi Henok mendapat perhatian banyak orang. Pada tahun 2023 lalu, ia mendapat kesempatan dari Astra dan menjadi bagian dari SATU Indonesia Awards di bidang pendidikan. Penghargaan ini diberikan berkat keberhasilan Henok dalam semangat dan dedikasinya untuk memberantas buta aksara di Papua Barat.
Hal ini menjadi simbol bahwa dari perjuangan lokal dapat berdampak pada lingkaran nasional. Henok menganggap apresiasi ini sebagai motivasi tambahan dalam mengembangkan Rumah Baca Sijo. Ia berharap aksinya ini bisa menular dan menginspirasi anak-anak muda, khususnya di Papua untuk mengambil peran strategis dalam mengangkat pendidikan di kampung halaman.
Tantangan Pendidikan Literasi di Papua
Seperti yang sebelumnya disampaikan, pendidikan di wilayah 3 T merupakan tantangan yang besar untuk dilewati. Mengutip dari GoodStats, Papua termasuk salah satu wilayah dengan angka buta huruf tertinggi di Indonesia untuk usia 15-44 tahun. Dalam hal ini, bisa disimpulkan bahwa mendesaknya kebutuhan akan akses pendidikan di wilayah Papua.
Kini, Rumah Baca Sijo menjadi bukti relevan bahwa semangat atas solusi yang digaungkan oleh anak muda bisa muncul dari inisiatif lokal. Walaupun tantangan berupa sumber daya yang terbatas, langkah sedikit demi sedikit akan berdampak besar dalam upaya mengurangi kesenjangan pendidikan di daerah tertinggal.
Cahaya dari Timur
Henok Ayabmen, menjadi sosok yang membawa cahaya pendidikan ke kampung halamannya. Mulai dari rumah baca sederhana, lahir kembali harapan anak-anak Papua untuk mengenyam pendidikan. Rumah Baca Sijo yang mulanya ruang belajar anak, kini menjelma menjadi simbol dan corak pendidikan di wilayah pedalaman.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


