Menatap perahu besar yang dipenuhi puluhan orang yang mendayung secara bersamaan, Kawan GNFI mungkin akan teringat dua hal yaitu Dragon Boat dan Pacu Jalur. Keduanya memang merupakan kompetisi perahu yang bergantung pada kerja sama tim.
Akan tetapi, jika diamati lebih mendalam, kedua tradisi ini memiliki banyak perbedaan fundamental yang menjadikannya sangat khas.
Asal-usul yang Jauh Berbeda
Dragon Boat lahir dari legenda kuno di Tiongkok. Perlombaan ini adalah bagian dari Festival Perahu Naga (Duanwu Festival) yang telah ada selama lebih dari 2.000 tahun. Perayaan ini awalnya diadakan untuk mengenang seorang penyair dan pejabat pemerintah yang patriotik, Qu Yuan.
Qu Yuan bunuh diri dengan melompat ke sungai Miluo sebagai bentuk protes terhadap korupsi di pemerintahannya. Masyarakat setempat yang sedih bergegas mencari tubuhnya dengan perahu dan melemparkan nasi ke dalam air untuk mencegah ikan memakan tubuhnya.
Sejak saat itu, tradisi ini terus dilestarikan dan menjadi simbol penghormatan, patriotisme, serta solidaritas.
Berbeda dengan Perahu Naga, Pacu Jalur merupakan tradisi unik masyarakat Kuantan Singingi, Riau, yang memiliki dasar praktis yang mendalam. Dahulu, "jalur" (nama perahunya) merupakan sarana utama untuk mengangkut produk pertanian, seperti karet dan minyak kelapa sawit, dari desa menuju pasar.
Seiring berjalannya waktu, perahu-perahu ini mulai dilombakan dalam kompetisi untuk memperingati hari-hari besar, seperti Idulfitri atau hari kemerdekaan Republik Indonesia. Saat ini, Pacu Jalur telah berubah menjadi acara tahunan yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Kompetisi ini bukan hanya sekadar balapan cepat, tetapi juga sebagai simbol kebanggaan, kesatuan, dan identitas komunitas sebuah desa.
Pertunjukan Rama Sinta–Anoman Obong di Prambanan, Pesona Seni dan Budaya Indonesia
Bentuk Perahu dan Bahan Dasar
Perbedaan yang paling terlihat terletak pada perahunya. Perahu Dragon Boat biasanya dibuat dari bahan modern seperti fiberglass dan dilengkapi dengan hiasan kepala serta ekor naga yang menawan. Perahu ini dibuat sesuai standar internasional, menjadikannya konsisten dan sempurna untuk perlombaan profesional di seluruh dunia.
Sementara itu, perahu Pacu Jalur dibuat dengan cara yang istimewa dan sangat khas yaitu dari satu batang pohon besar utuh, tanpa tersambung. Panjangnya dapat mencapai 40 meter dan proses produksinya memerlukan kolaborasi seluruh komunitas.
Pohon yang dipilih umumnya adalah jenis yang kuat dan ringan, dan proses penebangannya sering kali diawali dengan ritual tradisional. Perahu ini selanjutnya dibentuk dan dihias oleh perajin setempat, menghasilkan sebuah karya seni sekaligus sarana kompetisi. Ini bukan hanya sekadar perahu, tetapi merupakan sebuah warisan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Jumlah Kru dan Peran Spesial
Jumlah individu di dalam perahu juga tidak sama. Di Perahu Naga, biasanya terdapat 10 sampai 20 pendayuh. Di bagian depan, terdapat pemain drum yang menciptakan irama, dan di belakang, ada pengemudi yang mengatur arah.
Pacu Jalur memiliki jumlah kru yang jauh lebih besar, bisa mencapai 60 orang, yang paling ikonik adalah "Tukang Onjai" atau "Tukang Tari". Ia berdiri di ujung perahu, menari dan menghentakkan kaki dengan lincah untuk memberikan semangat dan aba-aba kepada pendayung.
Gerakan unik inilah yang menjadi daya tarik utama dan sering viral di media sosial. Selain itu, ada juru kemudi yang mengendalikan jalur, dan beberapa orang lain yang bertugas menjaga keseimbangan, memastikan perahu tetap lurus dan stabil.
Pertunjukan Rama Sinta–Anoman Obong di Prambanan, Pesona Seni dan Budaya Indonesia
Sistem Lomba dan Suasana
Dragon Boat menerapkan sistem kompetisi internasional, di mana pemenang ditentukan oleh tim yang tercepat mencapai garis akhir. Acara ini biasanya dilaksanakan di tingkat nasional dan internasional, menekankan elemen olahraga serta profesionalisme.
Sebaliknya, Pacu Jalur menerapkan sistem eliminasi. Pemain yang kalah akan segera disingkirkan, menjadikan setiap ronde sangat menegangkan. Atmosfernya lebih dari sekadar persaingan; ini adalah perayaan budaya yang sangat meriah.
Ribuan pengunjung, baik dari daerah setempat maupun pelancong, berkumpul di sisi Sungai Batang Kuantan, bersorak dan memainkan alat musik tradisional.
Kementerian Budaya Siap Gelar CHANDI 2025 di Bali, Forum Pertemuan Budaya Tingkat Internasional
Kemenangan dalam Pacu Jalur bukan hanya tentang pencapaian, tetapi juga terkait dengan martabat dan kehormatan bagi seluruh komunitas desa. Ini merupakan perayaan bersama, kompetisi yang menjunjung sportivitas, dan kekayaan budaya yang sangat berharga.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News