Hingga kini, Gunung Bromo masih menjadi pilihan wisata yang populer bagi pengunjung domestik maupun internasional. Di balik pesona alam Gunung Bromo yang memikat, terdapat legenda yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Gunung Bromo diyakini sebagai gunung yang sakral. Pada awalnya, gunung ini dikenal sebagai Gunung Brahma, lalu masyarakat Jawa menyebutnya Gunung Bromo.
Penduduk yang tinggal di lereng Gunung Bromo dan Gunung Semeru dikenal sebagai suku Tengger. Dalam sebuah wawancara dengan dukun Sumono, dijelaskan bahwa kata Tengger berasal dari istilah tetenger, yang berarti tanda. Suku Tengger meyakini bahwa nama mereka diambil dari suku akhiran nama Rara Anteng dan Joko Seger.
Legenda Gunung Bromo yang Menceritakan Tentang Kisah Roro Anteng dan Joko Seger
Kelahiran Rara Anteng dan Joko Seger
Di sebuah pertapaan, istri seorang Brahmana baru saja melahirkan seorang putra dengan fisik yang sangat sehat dan menangis dengan suara keras saat lahir. Oleh karena itu, bayi itu diberi nama Joko Seger.
Sementara itu, di sekitar Gunung Pananjakan, terdapat seorang anak perempuan yang terlahir sebagai titisan dewa. Parasnya cantik dan menawan. Dia adalah satu-satunya anak yang paling cantik di daerah tersebut.
Saat dilahirkan, anak itu berbeda dari bayi lainnya. Dia sangat tenang, tidak mengeluarkan suara saat pertama kali menghirup udara. Bayi itu lahir dengan tenang dari rahim ibunya. Karena itu, orangtuanya memberikan nama Rara Anteng kepadanya.
Rara Anteng Dipinang Seorang Bajak
Semakin dewasa, garis-garis kecantikan nampak jelas di wajah Rara Anteng. Ia pun masyhur di berbagai tempat. Banyak putra raja yang melamarnya, tetapi semua tawaran itu ditolak. Suatu hari ia dipinang oleh seorang bajak yang terkenal akan kekuatan dan kesaktiannya.
Rara Anteng sebenarnya tidak berniat menerima lamarannya, tetapi ia mengajukan syarat sebagai cara untuk menolak secara halus. Rara Anteng meminta agar dibuatkan lautan pasir di puncak gunung dalam waktu semalam.
Menilisik Asal Mula Lautan Pasir di Gunung Bromo, Berasal dari Gagalnya Kisah Cinta?
Bajak yang merupakan seorang sakti dari lereng Gunung Bromo tidak bisa dianggap remeh. Ia menerima tantanganuntuk menciptakan lautan pasir di atas Gunung Bromo. Bajak pun mulai mengerjakan lautannya dengan menggunakan sebuah tempurung kelapa, dan pekerjaan itu hampir selesai. Melihat Bajak hampir menyelesaikan tantangannya, Rara Anteng mulai merasa cemas.
Rara Anteng berniat menghalangi usaha si Bajak. Ia mulai menumbuk padi pada tengah malam. Perlahan, suara tumbukan dan gesekan alu membangunkan ayam-ayam yang sedang tidur. Kokok ayam pun mulai terdengar bersahutan, seakan-akan pagi sudah tiba.
Mendengar suara ayam berkokok, Bajak merasa jengkel karena syarat untuk menikahi Rara Anteng gagal terpenuhi. Akibatnya tempurung kelapa atau batok yang dipakai untuk mengeruk pasir dibuang begitu saja.
Saat jatuh, batok tersebut terbalik lalu menjadi Gunung Batok yang terletak di sebelah barat Gunung Bromo.
Rumah Tangga Rara Anteng dan Joko Seger
Semua lamaran yang ditolak oleh Rara Anteng sebenarnya disebabkan dia menaruh hati kepada Joko Seger. Singkatnya, mereka berdua saling mencintai kemudian menikah dan menjadi pasangan suami istri yang penuh kasih sayang.
Mereka tinggal di lereng Gunung Bromo dan menjadi penguasa dengan sebutan "Purbawasesa Mangkurat Ing Tengger" yang artinya Penguasa Tengger yang Bijaksana.
Setelah beberapa lama menjalani rumah tangga bersama, pasangan Rara Anteng dan Joko Seger belum diberi keturunan. Masyarakat sekitar mereka menyarankan agar mereka bersemedi di Gunung Bromo.
Tanpa ragu, mereka pergi menuju puncak Gunung Bromo untuk berdoa, berharap Sang Pencipta mengabulkan keinginan mereka untuk memiliki keturunan.
Saat bersemedi, mereka mendengar suara gaib yang mengatakan bahwa harapan mereka akan terkabul, namun dengan satu syarat. Syaratnya adalah setelah mendapatkan anak, mereka harus mengorbankan putra bungsu mereka ke kawah Gunung Bromo.
Tanpa berpikir panjang, Rara Anteng dan Joko Seger setuju dengan syarat tersebut. Akhirnya mereka pun dikarunia 25 putra dan putri.
Pesona Budaya Bantengan di Lereng Gunung Bromo, Menjaga Tradisi di Dusun Kedampul
Teguran Dewa kepada Rara Anteng dan Joko Seger
Rasa sayang orang tua kepada anak-anaknya sangatlah besar, terlebih lagi pasangan Rara Anteng dan Joko Seger yang telah berusaha keras supaya bisa memiliki keturunan. Mereka pun belum juga memenuhi perjanjian dengan Dewa untuk mengorbankan anak bungsu.
Sampai pada suatu ketika, Joko Seger mendapat teguran dari Dewa melalui mimpi. Teguran tersebut menyiratkan peringatan, bahwa jika janjinya tidak segera ditunaikan, maka desa akan mengalami bencana.
Anak bungsu mereka bernama Kusuma. Kusuma adalah anak yang taat kepada orangtua. Saat sang ayah menceritakan mimpinya, dengan keteguhan hati Kusuma bersedia mengorbankan diri demi keselamatan desa.
Pada akhirnya, pengorbanan Kusuma dilakukan pada tanggal 14 Kasada dalam kalender Hindu Tengger, tepat pada bulan purnama. Sampai sekarang masyarakat Tengger selalu mengadakan upacara kasada di lautan pasir dan kawah Gunung Bromo.
Menengok Gunung Bromo, Pesona Indonesia
Itulah legenda yang dikisahkan oleh masyarakat sekitar Gunung Bromo. Dengan adanya kisah menarik tersebut diharapkan kita semua semakin menghargai dan mencintai tradisi yang ada di Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News