Di tengah isu darurat sampah plastik yang terus menjadi perhatian global, sekelompok mahasiswa Universitas Sriwijaya (UNSRI) hadir dengan terobosan yang patut dibanggakan.
Mereka berhasil mengubah limbah kertas menjadi bioplastik tahan air, menghadirkan alternatif pengganti plastik konvensional yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memiliki daya tahan dan fungsi serupa.
Proyek ini tidak lahir dalam semalam. Ide awalnya muncul saat M. Haikal Mubarok, mahasiswa semester tujuh program studi Teknik Pertanian, melihat tumpukan kertas bekas praktikum di laboratorium kampus.
“Setiap akhir semester, kertas-kertas ini hanya menumpuk. Sebagian dibakar, sebagian lain dibuang begitu saja. Padahal, kertas punya kandungan selulosa yang tinggi, dan selulosa adalah bahan dasar pembuatan plastik biodegradable,” ujarnya.
Haikal kemudian mengajak empat rekannya: M. Rangga Perdana (Teknik Kimia), Syakila Pricilia (Teknik Kimia), Icha Agnes Wulandari (Teknologi Hasil Pertanian), dan Dhea Vhiorantika (Teknik Kimia).
Mereka membentuk tim lintas jurusan untuk mengembangkan ide tersebut menjadi penelitian yang solid. Keberanian mereka membuahkan hasil ketika proposal mereka lolos pendanaan dari Kemendikbud Ristek.
Dari Limbah menjadi Produk Bernilai Tinggi
Proses pembuatan bioplastik ini dimulai dengan delignifikasi limbah kertas untuk memisahkan lignin dan menghasilkan pulp kaya selulosa.
Selanjutnya, pulp ini dimodifikasi secara kimia dan dikombinasikan dengan bahan alami yang berfungsi sebagai pelapis hidrofobik, sehingga bioplastik yang dihasilkan tahan terhadap air.
“Kami tidak hanya ingin membuat bioplastik yang ramah lingkungan, tapi juga praktis digunakan dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Rangga.
“Salah satu kelemahan bioplastik biasanya adalah mudah rusak saat terkena air. Itu yang ingin kami pecahkan,” lanjutnya lagi.
Penelitian ini memanfaatkan pendekatan green chemistry, yaitu proses kimia yang minim limbah, hemat energi, dan memanfaatkan bahan-bahan yang aman bagi lingkungan.
Hasil uji awal menunjukkan bahwa bioplastik dari limbah kertas ini memiliki daya tahan air yang tinggi, tingkat kelenturan yang cukup baik, dan dapat terurai secara alami dalam waktu relatif singkat tanpa menghasilkan mikroplastik.
Menjawab Tantangan Lingkungan Global
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah per tahun. Sekitar 3,4 juta ton di antaranya adalah sampah plastik. Sebagian besar plastik ini sulit terurai dan mencemari laut, tanah, serta rantai makanan.
Di sisi lain, limbah kertas juga menjadi persoalan. Meski lebih mudah terurai, tumpukan kertas yang dibakar dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Oleh karena itu, mengubah limbah kertas menjadi bioplastik tahan air adalah solusi yang tidak hanya mengurangi sampah plastik. Namun, juga memanfaatkan limbah kertas yang melimpah.
“Selama ini, wacana pengurangan plastik sering kali terfokus pada larangan penggunaan. Padahal, solusi nyata juga bisa datang dari inovasi material pengganti yang benar-benar fungsional,” kata Syakila.
Potensi Aplikasi yang Luas
Produk bioplastik ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari kemasan makanan, kantong belanja, pembungkus produk industri kreatif, hingga kemasan sekali pakai yang aman dibuang.
Sifat tahan airnya membuatnya cocok untuk menggantikan plastik konvensional yang selama ini sulit tergantikan di sektor tertentu.
Icha menambahkan bahwa bioplastik ini juga bisa dimodifikasi untuk aplikasi khusus. “Kami sedang menguji kemungkinan menambahkan pewarna alami atau bahkan indikator keamanan pangan pada bioplastik ini, sehingga kemasannya bisa berubah warna jika makanan di dalamnya mulai rusak,” ungkapnya.
Perjalanan Riset yang Penuh Tantangan
Proses penelitian ini tentu tidak lepas dari kendala. Salah satunya adalah memastikan hasil modifikasi selulosa tetap ramah lingkungan tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya.
“Kami harus beberapa kali mengubah formulasi, mencari bahan hidrofobik yang aman dan terjangkau,” kata Dhea.
Selain itu, pengujian sifat fisik bioplastik dilakukan dengan teliti. Mereka mengukur tingkat kelarutan dalam air, kekuatan tarik, fleksibilitas, dan waktu degradasi.
Hasil sementara menunjukkan bahwa bioplastik ini mampu bertahan dari paparan air selama lebih dari 24 jam tanpa kehilangan bentuk, sesuatu yang jarang dimiliki bioplastik berbasis limbah organik.
Dukungan dan Harapan ke Depan
Inovasi ini tidak hanya mendapat apresiasi dari pihak kampus, tetapi juga dari beberapa pelaku industri pengemasan.
“Jika skala produksinya bisa ditingkatkan, ini bisa menjadi game changer di pasar kemasan ramah lingkungan,” ujar salah satu pengusaha kemasan yang sempat mengunjungi laboratorium mereka.
Haikal dan tim berharap penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut, baik melalui kolaborasi dengan industri maupun dukungan dari pemerintah.
“Kami membayangkan di masa depan, semua kantong belanja, kemasan makanan, dan pembungkus sekali pakai bisa terbuat dari limbah yang diolah menjadi bioplastik,” tutup Haikal.
Bagi yang ingin mengikuti perkembangan riset mereka, tim ini aktif membagikan proses penelitian dan edukasi tentang bioplastik melalui media sosial di Instagram, TikTok, dan YouTube @carnaullic.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News