Di Indonesia, terdapat salah satu peristiwa penting yang diperingati setiap tanggal 27 Juli, yaitu Peristiwa Kudatuli (Kudeta Dua Puluh Tujuh Juli). Peristiwa ini merupakan momen bersejarah dalam perjalanan politik Indonesia menjelang runtuhnya rezim Orde Baru.
Peristiwa bersejarah ini juga dikenal dengan nama Peristiwa Sabtu Kelabu. Peristiwa Kudatuli juga menjadi memori kelam yang pernah terjadi di Indonesia karena menelan banyak korban jiwa.
Peristiwa Kudatuli adalah sebuah insiden kekerasan yang berlangsung di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Kejadian ini berlangsung di Kantor Sekretariat DPP PDI Perjuangan, yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Sabtu, tanggal 27 Juli 1996.
Latar Belakang Peristiwa Kudatuli
Peristiwa Kudatuli diperkirakan terjadi akibat adanya persaingan untuk merebut kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) antara kelompok Megawati Soekarnoputri dan kelompok Soerjadi. Namun, banyak pihak merasakan adanya ketidaknormalan dari faktor yang menjadi penyebab utama kerusuhan tersebut.
Perselisihan internal antara dua kelompok dalam partai ini menunjukkan adanya pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Pernyataan ini dinyatakan dalam catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui usaha penyelidikan dan investigasi yang dilakukan pada tahun 2003.
Hasil dari penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tersebut ditemukan informasi jika terdapat 5 orang yang meninggal dunia, 149 orang mengalami cedera, dan 23 orang belum ditemukan. Peristiwa ini juga mengakibatkan kerugian finansial sebesar 100 miliar rupiah.
Komnas HAM juga menilai terjadi enam bentuk pelanggaran HAM, yaitu:
- Pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat
- Pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut
- Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji
- Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan tidak manusiawi
- Pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia
- Pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.
Sebelum terjadinya kerusuhan, Megawati dianggap sebagai figur baru di PDI pada tahun 1987 yang mampu meningkatkan perolehan suara partai dalam pemilihan umum. Kehadiran putri Soekarno ini lantas membuat popularitasnya meningkat pesat, sementara Soerjadi yang menjabat sebagai Ketum PDI merasa cemas.
Soerjadi juga ingin kembali menjabat sebagai ketua umum, tetapi usahanya terhalang oleh masalah penculikan anggota. Berdasarkan asumsi tersebut, PDI menyelenggarakan KLB di Surabaya yang menegaskan Megawati terpilih sebagai ketua umum untuk periode 1993-1998.
Hasil KLB Surabaya kemudian disahkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang berlangsung pada 22 Desember 1993 di Jakarta. Megawati kemudian secara resmi mulai menjabat sebagai Ketua Umum PDI.
Keberlanjutan Peristiwa Kudatuli
Sangat disayangkan, Megawati Soekarnoputri yang juga menjabat sebagai Presiden Indonesia antara tahun 2001 dan 2004 belum menyelesaikan masalah ini di pengadilan, meskipun Komnas HAM telah merekomendasikan agar masalah ini ditindaklanjuti secara hukum.
Daripada memberikan keadilan kepada para korban, Megawati Soekarnoputri justru menyarankan untuk membangun Monumen 27 Juli di Kantor DPP PDI Perjuangan, yang merupakan lokasi terjadinya peristiwa tersebut.
Proses penegakan hukum dalam kasus ini kemudian hanya berlanjut hingga pengadilan koneksitas yang membebaskan seluruh terdakwa dari keterlibatan TNI. Saat ini, kasus Kudatuli terhenti dan hanya berada di tahap pengawasan biasa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News